Liputan6.com, Jakarta - Indonesia kehilangan sosok pengusaha yang tekun dan visioner. Chairman dan Pendiri grup Ciputra, Ir Ciputra tutup usia di Singapura pada Rabu, 27 November 2019.
"Telah meninggal dunia dengan tenang, Bapak Ir Ciputra, Chairman dan Founder Ciputra Group di Singapore pada 27 November 2019 pk 1:05 waktu Singapore,” tutur Corporate Communication PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk, Rika Lestari, demikian mengutip Kanal Bisnis Liputan6.com.
Grup Ciputra telah membangun jaringan dari Indonesia bagian barat hingga Indonesia bagian timur di sektor properti. Mengutip laman Ciputra, Ir Ciputra mendirikan grup Ciputra pada 1981 dan menjadi salah satu pengembangan properti terdiversifikasi di Indonesia.
Salah satu proyek pertama grup ini adalah CitraGarden City pada 1981. Selama tiga dekade terakhir, grup Ciputra telah mengembangkan lebih dari 100 proyek di 44 kota di Indonesia termasuk di Surabaya, Jawa Timur. Grup Ciputra go public pada 1994, dan memiliki perusahaan induk PT Ciputra Development Tbk.
Grup Ciputra telah menjadi perusahaan properti paling beragam dari produk, lokasi,dan segmen pasar. Melalui kemitraan, grup Ciputra ekspansi ke luar negeri antara lain Vietnam, Kamboja, India dan China.
Selain itu, grup Ciputra diversifikasi ke 11 industri antara lain township, gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, hotel, apartemen, pusat rekreasi, fasilitas olahraga, telekomunikasi, kesehatan, brokerage, media dan perdagangan.
Baca Juga
Advertisement
Grup Ciputra membangun bisnis properti, pendidikan di Surabaya, Jawa Timur. Di Surabaya, proyek yang dikembangkan salah satunya Ciputra World. Proyek ini berdiri di atas lahan seluas hampir 10 hektar, di Jalan Mayjend Sungkono. Proyek ini dibangun dengan konsep superblock.
Selain itu, ada juga proyek perumahan berkonsep residensial yang dikembangkan PT Ciputra Surya Tbk. Salah satunya CitraLand. Proyek pembangunan kota kecil di area seluas 1.700 hektar ini dibangun pada April 2013. Proyek grup Ciputra lainnya antara lain CitraHarmoni Sidoarjo, CitraGarden Sidoarjo, CitraIndah Sidoarjo, The Taman Dayu Pandaan, Universitas Ciputra, dan apartemen mahasiswa Universitas Ciputra.
Di balik proyek grup Ciputra di Surabaya dan daerah di Jawa Timur, ada sepenggal kisah bagaimana Ciputra memulai membangun proyeknya. Dengan bantuan menantu, Harun Hajadi, serta rekan-rekannya, Ciputra sukses membangun proyek di Surabaya.
Lewat buku "The Passion of My Life” karya Alberthiene Endah, Ciputra menceritakan kisah hidupnya. Hampir 40 tahun bergulat di dunia usaha, ia membagikan cerita sejak masa kecil, pengalaman jatuh bangun bisnis grup Ciputra dan keluarga serta menjalani hari di usia tua. Ayah dari empat anak ini, di dalam salah satu bagian menceritakan bagaimana awalnya membangun proyek di Surabaya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Menantu Ciputra, Harun Hajadi Garap Proyek di Surabaya
Mengutip buku “The Passion of My Life” karya Alberthiene Endah, Ciputra menceritakan salah satu menantunya Harun Hajadi. Menantu Ciputra inilah yang juga turut membangun proyek Ciputra di Surabaya. Dalam buku tersebut, Ciputra menceritakan Harun Hajadi adalah poros semangat. Anak muda yang energik dan ulet. Pada 1998, saat kembali ke tanah air seusai kuliah, Harun sebetulnya hendak membantu perusahaan keluarganya yang bergerak di bidang batik.
Akan tetapi, Harun akhirnya bersedia membantu Ciputra di PT CHI. Harun saat itu juga sudah memiliki rencana menikah dengan Junita, tinggal menunggu kepulangan putrid kedua Ciputra.
"Saya tantang Harun untuk menggarap proyek kami di Surabaya. Tepatnya di Surabaya Barat yang mengarah ke Gresik. Ada bentangan lahan belasan ribu hectare yang sudah lama menginspirasi saya,” ujar Ciputra dalam buku tersebut.
Ciputra menyampaikan, “Seperti biasa, lahan yang saya lihat akan baik di mata saya, tapi buruk di mata orang lain. Tanah yang amat tak meyakinkan, memang bagi mata awam,” ujar Pria kelahiran Parigi, Sulawesi Tengah ini.
Ciputra menuturkan, pada musim kemarau tanah itu begitu kering hingga pecah-pecah. Melihatnya saja ngeri. Ketika musim hujan datang, lahan luas itu menjadi danau lumpur. “Tak terbayangkan bisa ada kehidupan di sana. Ketika saya pertama kali melihat tanah itu di pertengahan tahun 80-an, tak ada tanaman yang tumbuh di sana, apalagi satwa, tak ada,” ujar dia.
"Seorang Pejabat Pemda Surabaya yang menemani saya saat melihat tanah itu sempat mengatakan, mau bangun apa di sini, Pak Ciputra? Kambing saja tak bisa hidup,” ujar Ciputra.
Ciputra menjawab dengan cepat. “Tapi manusia kan bisa hidup di sini. Entahlah, naluri saya mengatakan kelak aka nada kehidupan baik di sini. Tidak saat itu, tapi kelak,” jawab dia.
Ciputra mengatakan, tugas paling luhur developer adalah menghidupkan sesuatu yang semula dianggap tak berpengharapan. “Maka saya rawat keyakinan dan mimpi itu hingga pengujung dasawarsa 80-an. Harun yang saya tantang bersama beberapa manajer di PT CHI,” ujar Ciputra.
"Ayo, kalian perjuangkan lahan itu. Kita buat anak perusahaan untuk memayungi itu,” kata Ciputra.
Advertisement
Memulai Perjuangan Bangun Proyek di Surabaya
Grup Ciputra pun mendirikan PT Bumi Citra Surya dan memulai langkah perjuangan di Surabaya. Harun menjadi direktur utama. Ketika itu, pembangunan di Surabaya banyak berkonsentrasi di wilayah timur karena pusat pemerintahan Surabaya memang lebih dekat ke timur.
“Tak ada yang melirik wilayah barat karena dianggap tandus. Tapi bukan Ciputra namanya kalau hanya tertarik pada lahan yang sudah jadi. Justru yang dianggap lahan terbuang itu yang menarik minat saya,” ujar dia.
Sekali lagi, jumlah penduduk pasti akan bertambah. Orang yang berkeluarga akan terus ada. Rumah-rumah baru akan selalu dibutuhkan. Dan tidak mungkin Surabaya akan selamanya tidak peduli pada kawasan ini. Pembangunan jalan tol dan infrastruktur lain sudah pasti akan menyentuh kawasan ini. Apalagi jika sudah ada tempat permukiman.
“Harun yang masih mentah pengalaman berangkat bersama Antonius dan Edi Mulyono. Di sana mereka merekrut beberapa orang lagi sebagai tim awal. Mereka mengontrak ruko di Jalan Mayjen Sungkono dan tinggal di ruko tiga lantai itu,” ujar Ciputra.
Lantai pertama untuk menerima tamu. Lantai kedua sebagai kantor atau tempat kerja mereka. Dan, lantai atas untuk tempat tinggal mereka. Tidak ada privasi. Harun membeli beberapa tempat tidur dan meletakannya berjejer di lantai tiga. Mereka tidur seperti di dalam barak. Mereka menyewa ruko di sana karena kawasan itu terbilang strategis dan dekat dengan kantor pemerintahan.
“Harun dan rekan-rekannya akan sering bolak-balik kantor pemda untuk mengurus perizinan dan pembebasan tanah. Tugas terberat tim ini adalah membebaskan tanah ribuan hektare itu,” kata pria yang lahir pada 24 Agustus 1931 ini.
Ciputra menceritakan, kalau mereka sama sekali tidak keberatan dengan kondisi itu. Mereka sangat menikmati dan fokus pada pekerjaan. Sekali waktu Ciputra pergi ke Surabaya dan ikut menginap di ruko tersebut. Selain untuk menghemat, saya juga ingin bersatu dan merasakan kehidupan mereka. Walau saya tahu mungkin mereka gugup dan jengah melihat saya ada di antara mereka. Keputusan Ciputra menginap di sana ternyata membuat mereka kian bersemangat.
“Tak ada yang mengeluh termasuk Harun. Ia dengan kemauan belajar yang tinggi kemudian memulai proyek yang terbilang sulit itu. Benar-benar jauh dari mudah. Bayangkan, ia baru pulang dari Amerika, belum ada pengalaman kerja di bidang real estat tiba-tiba di suruh mengurus pembebasan ribuan hektare tanah kering kerontang,” kata dia.
Ciputra Memberi Semangat kepada Menantunya
Ciputra menuturkan, sekilas tampaknya mudah untuk membebaskan tanah yang terbengkalai itu, tapi nyatanya sulit. Tanah itu dimiliki sejumlah besar orang dan Harus menekuni proses pembelian satu per satu. Butuh waktu panjang.
“Saya menyemangati Harun.”Harun, kau pasti bisa. Lakukan setahap demi setahap dengan tekun. Kau pasti bisa menciptakan sesuatu di sana,” ujar dia.
Tampaknya semangat untuk mengubah yang kelihatan tak mungkin jadi mungkin telah mendarah daging di hati anak-anak dan staf perusahaan yang rata-rata berusia muda. “Mereka tak gentar melihat bentangan tanah yang membuat miris saking gersangnya,” ujar Ciputra.
Harun dan rekan-rekannya segera memulai hari dengan melaksanakan pekerjaan setahap demi setahap. Mereka bolak-balik mengurus izin di kantor Pemda Surabaya dan membicarakan dengan keluarga pemilik tanah. Tiap hari, itu yang mereka lakukan.
Sementara itu, survei ke lokasi juga secara rutin dilakukan. Masalah utamanya adalah air. Sumber air terdekat adalah anak Sungai Brantas yang jaraknya kurang 10 kilometer dari lahan proyek.
“Bayangkan!Harun memutar otak untuk bisa mengalirkan air dari sungai yang jauh itu ke lahan proyek. Ia kemudian bekerja sama dengan pejabat berwenang di Kecamatan Lakar Santri untuk meminjam bahu jalan dan memasang pipa serta membangun jalan yang mengarah ke lahan proyek,” tutur pria lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.
Harun dan rekan-rekannya tekun membereskan urusan pembebasan tanah. Perlahan-lahan tanah yang bisa dibeli semakin luas. Mencapai belasan ribu hektare.
Advertisement
Bangun Lapangan Golf
Harun dan Junita menikah pada 1990, dan kemudian Harun bolak-balik Jakarta-Surabaya. Sepanjang 1989-1993, Ciputra menuturkan kalau pihaknya berkonsentrai pada urusan pembebasan tanah. Pada tahun itu juga akhirnya pembangunan bisa dimulai.
Harun mengutarakan niatnya untuk membangun lapangan golf bersamaan dengan infrastruktur dasar, seperti jalanan dan saluran air. Ia berpikir, para pecinta golf akan dengan senang hati berdatangan ke lapangan golf baru yang bagus. Ada tantangan menarik. Kehadiran mereka menjadi pewarna bahkan pemantik hidupnya pasar yang kami tuju.
"Tambahan lagi, selain kavling menengah, kami juga akan menjual kavling luas yang berhadapan langsung dengan lapangan golf. Saya sependapat dengan Harun,” tulis Ciputra.
Lapangan golf tersebut diberi nama Citraland Surabaya yang akhirnya dibuat dengan Dye Design dari Amerika. Dengan nama Lapangan Golf Ciputra, lapangan 27 hole itu menjadi sangat populer di Surabaya. Pembuatannya relatif cepat.
"Pada 1994 kami sudah bisa melakukan launching Citraland Surabaya. Benar dugaan Harun, kehadiran lapngan golf itu kemudian memancing banyak pecinta golf untuk datang,” ujar dia.
Mereka kemudian tertarik melihat kavling-kavling yang berhadapan langsung dengan lapangan golf. Ini menggembirakan. Tak sampai lama, ruko kantor tim Harun penuh sesak dibanjiri calon pembeli.
"Untuk melayani kalangan the haves yang mengincar kavling bukit golf. Harun mendatangi langsung kantor mereka, agar kavling-kavling tersebut lebih cepat terjual. Saking larisnya, bahkan ada calon pembeli yang nekat ke lantai tiga, tempat tim Harun tidur, karena khawatir kehabisa kavling. Ada-ada saja,” tutur Ciputra.
Giat Bangun Lahan
Seiring kegembiraan itu, tim Harun giat membangun lahan yang dibuat terutama adalah rumah-rumah menengah. Kavling-kavling besar apalagi yang terletak di bukit golf sudah pasti akan dibangun oleh si empunya kavling sendiri.
Kesabaran yang maha tinggi diresapi oleh para pelaku proyek. Bukan hal mudah mengolah lahan yang berkarakter sulit itu untuk bisa menjadi kavling-kavling yang menawan.
“Hampir tiap pagi Harun berdiskusi dengan saya. Macam-macam yang ia tanyakan, terutama kesulitan dalam proyek. Saya memberikan komando dan saran melalui telepon secara rutin. Tidak mudah menghidupkan semangat pantang menyerah pada anak muda ini karena kesulitan memang luar biasa besarnya. Tapi tekad mereka sungguh kuat. Tidak ada yang mengeluh,” tutur Ciputra.
Perpaduan Harun yang bersemangat, Antonius yang bijaksana, dan Mulyono yang sudah berpengalaman menangani pekerjaan lapangan di Citra Garden membuat kerja sama yang solid ini bisa digelar.
Setahap demi setahap pekerjaan bisa diselesaikan. Perseroan membangun jalan-jalan yang lebar, kavling-kavling yang menarik dan membangun fasilitas rumah-rumah awal yang bisa jadi pemancing.
Advertisement
Citraland Surabaya Berkembang Pesat
Setelah launching 1994, salah satu karyawan andalan di PT CHI, Sutoto Yakobus, Ciputra pindahkan ke Citraland Surabaya untuk membantu Harun. Saat itu, Harun sudah menjadi presiden direktur. “Sutoto saya angkat menjadi general manager. Dua tahun kemudian ia menjadi direktur,” kata Ciputra.
Citraland Surabaya berkembang sangat pesat. Bahkan di awal kehadirannya, sebuah sekolah bergengsi dibuka di sana yakni Surabaya International School. Banyak sekali kaum ekspatriat yang menyekolahkan anaknya di sana. Ini juga menginspirasi Ciputra untuk membuat Ciputra International School. Harun juga segera membangun berbagai fasilitas. Ruko dengan desain menawan dan Citraland Water Park yang kemudian sangat heboh dikunjungi masyarakat.
“Perlahan-lahan pamor Citraland mulai merebak dan akhirnya kami sama sekali tak kesulitan memasarkannya. Kantor manajemen di dalam permukiman ini hampir tiap hari dikunjungi peminat. Sutoto memilih tinggal rumah pertama di Bukit Golf sehingga ia bisa memantau langsung perkembangan di lapangan,” ujar dia.
Ciputra pun bangga dan puas dengan menumbuhkan Harun. Ciputra menilai kalau Harun seorang pembelajar sejati. Dan ia juga pantang menyerah.
“Betapa tenteram diri saya melihat pembawaan Harun yang demikian bersemangat. Ia juga memiliki intuisi tajam. Apa yang ia buat selalu berprospek,” ujar dia.
Ciputra menilai, Harun juga tenang dan penuh strategi. Itu terlihat ketika badai krismon datang dan ia tampil di garda depan ketika Ciputra dan anak-anak begitu downj. Harun menghadapi langsung persoalan berat yang mencekik.