Liputan6.com, Jakarta - Teknologi 5G kian sering dibahas seiring makin banyaknya negara yang mulai menerapkan dan menguji coba layanan itu. Di Indonesia, hampir semua operator telah menggelar uji coba 5G yang menandakan bahwa teknologinya hampir siap.
Sayangnya, sampai saat ini penerapan 5G belum dilakukan sebab pemerintah belum memutuskan pita frekuensi mana yang akan digunakan.
Namun, Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kemkominfo Ismail mengatakan, pemerintah telah memiliki kandidat utama frekuensi untuk 5G, yakni frekuensi 26GHz.
Baca Juga
Advertisement
"Iya, (frekuensi) 26Ghz ini kandidat untuk 5G. Saya selalu bilang, ini kan kandidat karena nanti (akan) diumumin," kata Ismail di Forum IndoTelko yang digelar di Balai Kartini Jakarta, Rabu (27/11/2019).
Sebelumnya, Ismail menyampaikan, ada tiga kandidat frekuensi untuk menggelar jaringan 5G. Ketiga frekuensi itu adalah 3,5GHz, 26GHz, dan 28GHz. Namun, di acara ini ia menjelaskan frekuensi 3,5GHz sudah dipakai untuk satelit.
"Frekuensi 3,5GHz, sudah ada satelit di sana, jadi harus ada sharing dan sebagainya, sembari kita lakukan uji coba pembagian wilayahnya bisa atau tidak," kata Ismail.
Namun demikian, menurut Ismail, frekuensi 28GHz dapat memenuhi kebutuhan high troughput satellite atau satelit multifungsi.
Kondisi tersebut membuat frekuensi 28GHz menjadi kandidat terkuat untuk pemanfaatan teknologi 5G di masa depan.
Ismail belum menyebutkan kapan pemerintah akan mengumumkan hal tersebut. "Kan sudah jelas, tinggal kapannya nanti. Kami sedang melihat banyak faktor lainnya, termasuk faktor supply dan demand-nya," kata Ismail.
Masih ada pekerjaan
Selain itu, kata Ismail, masih ada pekerjaan, misalnya fiberisasi, yang harus diselesaikan sebelum memutuskan frekuensi mana yang akan dipakai untuk 5G. "Jangan sampai kecepatan 5Gnya, tetapi belum ada business model," katanya.
Ismail menyebut, ada beberapa kunci dalam pengembangan 5G yang diperhitungkan pemerintah. Pertama ada time to market atau waktu penerapan ke pasar. "Kita tidak ingin kecepetan, tapi juga tidak ingin telat running 5G," katanya.
Hal kedua adalah, pemerintah mendorong adanya infrastructure sharing oleh penyelenggara 5G agar biaya yang dikeluarkan bisa lebih efisien.
Selanjutnya, pemerintah mempertimbangkan model bisnis inovatif. "Operator silakan memikirkan, model bisnis yang tepat untuk 5G seperti apa," tuturnya.
Dan hal terakhir yang dipertimbangkan adalah kolaborasi dan perluasan 5G untuk kepentingan masyarakat. Misalnya untuk mendukung sektor pendidikan, kesehatan, dan tenaga kerja.
"Kami tidak ingin Indonesia tidak jadi tuan rumah untuk pemanfaatan 5G ini. Kita negara besar dengan market besar. Jangan sampai kita hanya dimanfaatkan menjadi pasar, tidak bisa menjadi tuan rumah. Makanya perlu juga disiapkan platform, hardware, dan kontennya," kata Ismail.
(Tin/Why)
Advertisement