KPK Geledah Rumah Bupati Lingga Alias Wello

Sebelum mengeledah kediaman Alias Wello di Kepri, tim penyidik KPK lebih dulu mendatangi rumah Alias Wello di Jakarta.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 27 Nov 2019, 23:19 WIB
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah (Liputan6.com/Helmi Fitriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Bupati Lingga Alias Wello di Kepulauan Riau. Penggeledahan berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pemberian izin usaha pertambangan (IUP) terhadap tiga perusahaan di lingkungan Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah tahun 2010-2012 yang menjerat Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi.

"Penggeledahan Bupati Lingga (Alias Wello di) salah satu rumah untuk kepentingan penyidikan di Kotawaringin Timur," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Rabu (27/11/2019).

Febri mengatakan, penggeledahan dilakukan untuk mencari barang bukti di kasus tersebut. Sebelum mengeledah kediaman Alias Wello di Kepri, tim penyidik KPK lebih dulu mendatangi rumah Alias Wello di Jakarta.

"Penggeledahan ini bagian dari upaya administrasi, ada surat yang kami sampaikan ke rumah di Jakarta, namun tidak ada orang. Maka kami mendatangi rumah yang di Kepri hari ini sekaligus melakukan pencarian bukti di sana," kata Febri.

Febri mengaku belum mengetahui apa saja yang disita tim penyidik dalam penggeledahan tersebut. Alias Wello sudah pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini. Dia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai pihak swasta.

"Saya belum dapat info detail," kata Jubir KPK ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi tersangka

Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

KPK menetapkan Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi (SH) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam proses pemberian izin usaha pertambangan terhadap tiga perusahaan di lingkungan Pemkab Kotawaringin Timur, Kalimantan.

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke Penyidikan dan menetapkan SH sebagai tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat 1 Februari 2019.

Diduga Supian Hadi selama periode 2010-2015 telah merugikan keuangan negara dalam pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada PT FMA (PT. Fajar Mentaya Abadi), PT Bl (PT. Billy Indonesia), dan PT AIM (PT. Aries Iron Mining) di Kabupaten Kotawaringin Timur periode 2010 2015.

Syarif menjelaskan, Supian saat diangkat menjadi Bupati Kotawaringin Timur periode 2010-2015, langsung mengangkat teman-teman dekatnya yang merupakan tim suksesnya sebagai petinggi di perusahaan-perusahaan tersebut.

"Diduga terjadi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp 5,8 triliun dan US$ 711 ribu yang dihitung dari hasil produksi pertambangan bauksit, kerusakan lingkungan dan kerugian kehutanan akibat produksi dan kegiatan pertambangan yang dilakukan PT FMA, PT BI, dan PT AIM," kata Syarif.

Selain merugikan negara hingga trilinan rupiah, Supian Hadi juga diduga telah menerima sejumlah pemberian dari izin tersebut, yakni mobil Toyota Land Cruiser senilai Rp 710.000.000, mobil Hummer H3 seharga Rp1.350.000.000, dan uang sebesar Rp 500.000.000 yang diduga diterima meIalui pihak lain.

Atas perbuatannya, Supian Hadi disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsijuncta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya