BPOM Terapkan Digitalisasi Percepat Pemberian Izin Obat dan Makanan

Kepala BPOM, Penny Lukito menyatakan, digitalisasi layanan memicu percepatan pemberian izin dengan rasio mencapai hampir dua kali lipat dibanding saat sistem serba manual.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Nov 2019, 11:02 WIB
Kepala BPOM Penny Lukito menerangkan soal penarikan ranitidin di Indonesia. (Foto: Humas BPOM)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny Lukito mengatakan, sejumlah inovasi dilakukan BPOM untuk mempercepat proses perizinan obat dan makanan salah satunya melalui registrasi elektronik atau "e-registration".

"Digitalisasi terus kami kembangkan dan sudah dirasakan," kata Penny dalam kunjungan kerjanya di Surabaya, Rabu, 27 November 2019 seperti dikutip dari Antara.

Dia mengatakan, digitalisasi layanan memicu percepatan pemberian izin dengan rasio mencapai hampir dua kali lipat dibanding saat sistem serba manual.

Penny menuturkan, digitalisasi itu seiring dengan proses penyederhanaan proses izin baik untuk obat, obat tradisional dan pangan.

"Saat ini sudah banyak percepatan dengan menurunnya pencapaian janji kinerja atau garis waktu untuk memberikan izin. Sekarang sudah cepat sekali. Tiga tahun lalu 50 persen, sekarang 90 persen bisa kita tepati janji waktu pelayanannya," kata dia.

Selain digitalisasi, Penny mengatakan, BPOM terus menempuh inovasi agar percepatan perizinan semakin baik tanpa meninggalkan kualitas dan persyaratan keamanan pangan.

Salah satunya, kata dia, dengan pendampingan pelaku usaha agar produknya dibuat sesuai standar keamanan pangan yang berkualitas.

"Kami terus melakukan berbagai hal dikaitkan dengan perizinan dan pendampingan dari 'clinical trial' dalam proses untuk mendapatkan izin edar dan produk-produk yang harus diuji dahulu. Untuk melihat aspek keamanannya, hajatnya, mutunya. Dan itu kami lakukan percepatan seperti untuk perizinan," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Pendampingan Industri

Kepala BPOM Penny K Lukito (dua kiri) memberikan keterangan dalam konferensi pers di Gedung BPOM Jakarta, Jumat (11/10/2019). BPOM membekukan izin edar produk obat maag dan asam lambung yang mengandung ranitidin. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pendampingan untuk industri, kata dia, juga dilakukan seiring dengan proses hilirisasi riset yang dapat memicu hasil penelitian tidak hanya menjadi publikasi saja tapi menjadi produk terapan.

"Kami mencari jalan celah untuk mempercepat perizinan yang dibuktikan dalam pendampingan hilirisasi produk riset menjadi produk komersil yang mempertemukan riset dengan produsen obat atau industri obat. Sehingga bisa hasil riset itu menjadi produk yang konkrit diproduksi secara komersil," katanya.

Terobosan perizinan, kata dia, juga dilakukan dengan memotong tahapan tertentu untuk hal-hal khusus sesuai kebutuhan dengan legalisasi terbatas.

"Itu sudah dilakukan pendampingan yang dipercepat, misalnya untuk iZin edar yang masih melakukan uji klinik bisa kita potong dengan uji klinik tidak dilakukan sampai selesai, tapi mungkin berapa persen sudah bisa kita berikan izin edar, tapi 'restricted' untuk kepentingan tertentu," kata dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya