Liputan6.com, Baghdad - Sekelompok pemrotes di Irak membakar konsulat Iran di Kota Najaf, di tengah demonstrasi anti-pemerintah yang sedang berlangsung. Para pengunjuk rasa meneriakkan "Iran keluar dari Irak" saat api membakar gedung itu.
Para pengunjuk rasa menyerbu konsulat dan membakarnya, meski polisi berusaha mencegah mereka.
Advertisement
Laporan yang dikutip BBC, Kamis (28/11/2019), mengatakan staf di konsulat berhasil melarikan diri tepat sebelum demonstran masuk.
Ini adalah serangan kedua terhadap konsulat Iran di Irak bulan ini. Sebelumnya, tiga minggu lalu kantor perwakilan negara itu di kota suci Syiah Karbala menjadi sasaran.
Setidaknya 344 orang tewas dalam hampir dua bulan kerusuhan.
Orang-orang menuntut diakhirinya korupsi, lebih banyak pekerjaan dan layanan publik yang lebih baik dalam demonstrasi, yang sebagian besar telah mempengaruhi bagian selatan Irak dan ibu kota Baghdad.
Demonstran menuduh Iran ikut campur dalam urusan internal Irak dan menopang pemerintah.
Iran, yang mendukung pemerintah dan sejumlah milisi Muslim Syiah lokal yang kuat, sebelumnya mendesak para pemrotes untuk mencari perubahan dalam "kerangka struktur hukum".
Mereka juga menuduh Barat "menyebarkan gejolak" di Irak.
Kian Ricuh
Di tempat lain, sejumlah media menyebut pasukan keamanan menembak mati dua orang di Karbala pada Selasa 26 November malam, dan dua lainnya di Baghdad pada Rabu 27 November, sementara orang kelima tewas setelah pasukan keamanan melepaskan tembakan di Basra.
Para pengunjuk rasa memblokir pegawai pemerintah bekerja di Basra, menghalangi mereka dengan lempengan beton yang dicat sebagai peti mati tiruan kerabat yang hilang dalam pemberontakan, kata seorang saksi mata.
Advertisement
Awal Mula Protes
Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi menjabat lebih dari setahun yang lalu, menjanjikan reformasi yang belum terwujud.
Pada 1 Oktober, pemuda Irak marah karena kegagalannya menangani pengangguran yang tinggi, korupsi endemik, dan layanan publik yang buruk. Mereka turun ke jalan-jalan Baghdad untuk pertama kalinya.
Protes meningkat dan menyebar ke seluruh negeri setelah personel keamanan menanggapi dengan kekuatan mematikan.
Setelah gelombang protes pertama, yang berlangsung enam hari dan menyebabkan 149 warga sipil tewas, Abdul Mahdi berjanji untuk merombak kabinetnya, memotong gaji para pejabat tinggi, dan mengumumkan skema untuk mengurangi pengangguran kaum muda.
Namun para pengunjuk rasa mengatakan tuntutan mereka belum dipenuhi, sehingga kembali ke jalan pada akhir Oktober.
Presiden Barham Saleh mengatakan, Abdul Mahdi akan mengundurkan diri jika para pihak dapat menyetujui penggantian.