Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menggelar Indonesia Digital Conference (IDC). Hajatan tahunan ini digelar di Ballroom Djakarta Theater, Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Acara tersebut turut menghadirkan sejumlah pembicara kompeten di bidangnya, seperti Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki, Menteri Riset, Teknologi dan Kepala Badan Riset Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro, hingga pendiri Lippo Group Mochtar Riady.
Konferensi digital ini dibuka oleh Ketua Umum AMSI Wenseslaus Manggut. Pria yang akrab disapa Wens ini mengatakan, IDC 2019 merupakan kegiatan yang digagas pengurus AMSI untuk memberi wadah saling bertukar gagasan, pengalaman, dan strategi bagaimana membangun ekosistem digital yang diperlukan untuk masa depan.
Baca Juga
Advertisement
Selepas itu, Mochtar Riady naik ke atas panggung dan menuturkan, teknologi digital sebenarnya sudah dimunculkan sejak pertengahan abad ke-20. Dia menyatakan, sudah sepatutnya generasi yang hidup saat ini bisa memanfaatkan teknologi tersebut secara maksimal.
"Sesungguhnya digital ini adalah dimulai dari 1946. Jadi digital ini bukan sesuatu yang baru. Jadi sekarang kita bukan cerita lagi tentang studi teknologi (digital), tapi bagaimana memanfaatkan teknologi digital," tegas dia.
Pergelaran IDC 2019 ini terbagi ke dalam empat sesi diskusi dengan topik berragam seputar teknologi digital. Acara berlangsung sejak pukul 09.00 WIB dan ditutup pada sore hari.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pendiri Lippo Mochtar Riady: Era Digital Bisa Lenyapkan Raksasa Bisnis dalam Sekejap
Pendiri Lippo Group Mochtar Riady mengimbau agar masyarakat Indonesia mau terus beradaptasi dengan perubahan zaman yang terjadi begitu cepat di era digital. Jika tidak, maka kita akan tenggelam terseret derasnya arus zaman.
"Perubahan teknologi ini selalu membawa satu binasa dan satu harapan, kesempatan. Ibarat seperti air, bisa membawa kapal dan menenggelamkan kapal. Maka di era perubahan ini, apa yang harus kita pikirkan? Bagaimana kita menyesuaikan diri dari perubahan teknologi ini," tuturnya di Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Sebagai contoh, Mochtar Riady menceritakan akuisisi perusahaan besar di zamannya seperti Nissan, Mitsubishi, Hitachi, Sharp, hingga Toshiba lantaran korporasi tersebut lambat dalam menangkap perubahan.
"Alasannya hanya karena mereka ini tidak sensitif terhadap perubahan teknologi, dan perubahan ekonomi karena perubahan teknologi, dan perubahan politik karena perubahan ekonomi. Kalau kita tidak sensitif, kita akan lenyap," tegasnya.
Mochtar Riadyjuga kemudian berbicara soal kekagumannya terhadap Purnomo Prawiro selaku pemilik Blue Bird yang pada periode 2000 bisa mengelola sekitar 43 ribu taxi. Namun kini, perusahaan tersebut goncang atas kehadiran Grab dan Gojek yang bisa memanfaatkan teknologi digital.
"Pertanyaan saya, semua akan mengalami nasib yang berbeda karena perubahan teknologi. Pada revolusi industri keempat, maka kita bangsa Indonesia bagaimana caranya untuk menyesuaikan diri kita di dalam suatu teknologi yang baru ini," imbuh dia.
Advertisement
Menyesuaikan
Oleh karenanya ia berpesan bahwa masyarakat Indonesia harus terus menyesuaikan diri di tengah kecepatan zaman. Sebab, ia menekankan, teknologi digital yang banyak diagungkan saat ini pun sebenarnya sudah terlahir sejak era lampau.
"Saya tahu bahwa orang-orang kita, anak muda kita, semua mulai cerita tentang digital. Namun di sini, sesungguhnya digital ini adalah dimulai dari 1946. Sampai sekarang ini sudah 74 tahun. Jadi digital ini bukan sesuatu yang baru," serunya.
"Jadi sekarang kita bukan cerita studi teknologi, tapi bagaimana memanfaatkan digital. Maka sekarang yang paling penting adalah bukan cerita teknologi digital, tapi cerita bagaimana memanfaatkan teknologi digital untuk perdagangan dan administrasi supaya semua jadi efisien," tandasnya.