Mahasiswa IAIN Purwokerto Menimba Ilmu Tata Negara di MPR

Sebanyak 70 mahasiswa Fakultas Syariah Prodi Hukum Keluarga, IAIN Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, dengan didampingi oleh dua pembimbing selama beberapa hari melakukan study tour ke Jakarta.

oleh Liputan6.com pada 29 Nov 2019, 10:46 WIB
Kedatangan rombongan yang dipimpin oleh Sekretaris Prodi Hukum Keluarga, Muhammad Fuad Zain langsung disambut oleh Kabiro Humas Setjen MPR, Siti Fauziah dan Plt. Kepala Bagian Pemberitaan, Hubungan Antarlembaga, dan Layanan Informasi, Budi Muliawan. (Foto:@MPR RI)

Liputan6.com, Jakarta Sebanyak 70 mahasiswa Fakultas Syariah Prodi Hukum Keluarga, IAIN Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, dengan didampingi oleh dua pembimbing selama beberapa hari melakukan study tour ke Jakarta. Salah satu tempat di ibu kota untuk melakukan kegiatan untuk memperdalam ilmu di bangku kuliah adalah di MPR.

Rombongan yang datang ke Jakarta dengan menggunakan bus itu tiba di Komplek Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, pada 28 November 2019. Kedatangan rombongan yang dipimpin oleh Sekretaris Prodi Hukum Keluarga, Muhammad Fuad Zain langsung disambut oleh Kabiro Humas Setjen MPR, Siti Fauziah dan Plt. Kepala Bagian Pemberitaan, Hubungan Antarlembaga, dan Layanan Informasi, Budi Muliawan.

Fuad Zain saat berada di Ruang GBHN, Lt.3, Gedung Nusantara V, mengatakan dirinya mengucapkan terima kasih kepada Setjen MPR yang telah menerima rombongan IAIN dengan mewah dan ramah.

“Serta mendapat buku-buku sosialisasi”, ujarnya.

Diungkapkan, kedatangan mereka ke MPR adalah menimba ilmu hukum tata negara, khususnya kedudukan MPR, setelah amandemen UUD Tahun 1945.

“Mudah-mudahan kunjungan ini bisa bermanfaat”, harapnya.

Dalam kesempatan tersebut, Siti Fauziah menjelaskan kedudukan UUD setelah diamandemen. Dikatakan sebelum UUD diamandemen, di dalamnya ada 16 Bab, 37 Pasal, dan 49 Ayat. Selepas diamandemen, UUD memiliki 21 Bab, 73 Pasal, dan 170 Ayat. Amandemen menurut Siti Fauziah tidak hanya membuat isi UUD berubah namun juga membuat kedudukan MPR tak seperti dahulu lagi.

Dipaparkan, MPR sebelum diamandemen merupakan lembaga tertinggi. Sebagai lembaga tertinggi, pada waktu itu, Presiden dipilih oleh MPR.

“Juga menetapkan haluan negara,” ujarnya.

Setelah diamandemen, lembaga ini dikatakan setara dengan lembaga negara lain seperti DPR, DPD, KY, MK, MA, BPK, dan Presiden.

“Presiden sekarang tidak lagi dipilih oleh MPR tetapi dipilih langsung oleh rakyat,” paparnya.

Meski demikian MPR masih memiliki kewenangan tertinggi yakni mengubah UUD.

“MPR juga punya wewenang melantik Presiden dan bisa memakzulkan Presiden bila melanggar hukum,” ujar perempuan yang akrab dipanggil Bu Titik itu.

Kepada mahasiswa yang berjaket hijau, Siti Fauziah menyebut anggota MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD.

“DPR merupakan representasi partai politik,” ungkapnya.

“Sedang DPD representasi perwakilan daerah,” tambahnya.

Terkait DPD, Siti Fauziah mengatakan sebelum UUD diamandemen, perwakilan di MPR diwakili oleh utusan golongan dan daerah.

“Sekarang di MPR utusan itu diwakili oleh DPD,” ucapnya.

Anggota DPD menurutnya masing-masing provinsi 4 orang, sama, tidak tergantung besar dan kecilnya provinsi. Hal baru yang disampaikan kepada para mahasiswa bahwa MPR sekarang dipimpin oleh 10 pimpinan.

Sepuluh pimpinan itu representasi dari seluruh partai politik yang lolos parlement threshold serta dari unsur kelompok DPD. Disebut pimpinan MPR, Ketua Bambang Soesatyo, para wakil ketua, Ahmad Basarah, Ahmad Muzani, Lestari Moerdijat, Jazilul Fawaid, Syarief Hasan, Hidayat Nur Wahid, Zulkifli Hasan, Arsul Sani, dan Fadel Muhammad.

Budi Muliawan dalam kesempatan yang sama menuturkan, MPR memiliki tugas yang diatur dalam UU MD3. Tugas itu disebutkan, pertama, melakukan Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Kedua, melakukan kajian sistem ketatanegaraan. Menurut alumni FH Universitas Brawijaya, tugas ini dilandasi alasan bahwa UUD kita adalah the living constitution sehingga sangat mungkin untuk diubah atau diamandemen. Tugas ketiga adalah, menyerap aspirasi masyarakat terkait pelaksanaan UUD.

Disampaikan kepada para mahasiswa bahwa MPR sekarang memviralkan misi MPR sebagai rumah kebangsaan, pengawal ideologi Pancasila dan kedaulatan rakyat.

“Politik MPR adalah politik kebangsaan,” tuturnya.

Dipaparkan, mengawal ideologi sebab Pancasila merupakan bintang pemandu kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedang pengawal kedaulatan rakyat, karena di sinilah rakyat mempunyai hak untuk menentukan masa depan bangsanya. Dalam Pemilu dikatakan semua orang tanpa memandang SARA memiliki suara yang sama.

One man one vote,” ujarnya.

Meski setiap orang mempunyai hak yang sama namun diharapkan agar suara yang dimiliki digunakan secara bertanggungjawab. Ditambahkan Sosialisasi Empat Pilar bagi MPR merupakan amanat dari UU MD3. Mengungkap data survei yang dirilis pada September 2019, masyarakat yang terpapar sosialisasi baru 82,6 juta dari seluruh penduduk Indonesia. Bilangan sebanyak itu menurutnya baru sepertiga dari seluruh rakyat Indonesia.

“Untuk itu MPR terus melakukan sosialisasi untuk mengingatkan kembali nilai-nilai kebangsaan,” ujarnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya