Liputan6.com, Jakarta - PBB diketahui memiliki banyak agenda serta misi perdamaian yang melibatkan banyak negara di dunia. Bila selama ini hanya pihak otoritas seperti militer atau polisi yang kerap terlihat, kali ini, PBB mengharapkan partisipasi lebih dari masyarakat sipil untuk menjadi bagian dalam misi perdamaian mereka.
Peran komponen sipil dinilai sangat dibutuhkan untuk situasi-situasi tertentu yang tidak bisa ditangani oleh pasukan penjaga perdamaian dari kalangan militer.
Pelaksana Tugas Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah berpendapat bahwa komponen sipil dapat memberikan sentuhan humanis yang krusial dalam membangun struktur masyarakat pasca konflik.
Baca Juga
Advertisement
Peningkatan kapasitas sipil pada misi pemeliharaan perdamaian dan bina damai paska konflik juga dapat difokuskan bagi isu-isu seperti pemberdayaan wanita, penghormatan HAM dan dukungan penegakan hukum oleh pemerintah setempat.
"Pentingnya peran komponen sipil pada Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB harus terus dijaga untuk menghadapi tantangan-tantangan isu perdamaian di masa yang akan datang. Komponen sipil tersebut dapat memperkuat misi pemeliharaan perdamaian melalui dukungan terhadap upaya institutional building dan perlindungan warga sipil di daerah konflik," kata Faizasyah saat membuka kegiatan 'International Seminar on Civilian Capacities: Building National Rosters for UN Peacekeeping Operations' di Hotel Mandarin Oriental, Jumat, 29 November 2019.
Adapun usaha-usaha yang juga bisa dilakukan dalam mewujudkan Misi Pemeliharaan Perdamaian (MPP) yang berdaya-guna dan sesuai dengan kebutuhan PBB saat ini, yakni:
(i) komponen sipil harus menjadi bagian yang penting dalam MPP di suatu negara;
(ii) peningkatan peranan perempuan;
(iii) penguatan pelatihan melalui kemitraan global.
Simak video pilihan berikut:
Peran Aktif Perempuan dalam Misi Bina Damai
Kali ini, peran perempuan kembali diangkat sekaligus digarisbawahi karena mereka dipercaya peranan penting dalam pencegahan konflik, manajemen konfik, dan bina damai pasca konflik.
Kehadiran perempuan dalam misi ini juga diharapkan bahwa mereka dapat memberi pengaruh yang positif terhadap perempuan-perempuan lain yang berada di tengah konflik.
"Pemberdayaan perempuan pada misi perdamaian bukan lagi hanya keperluan, tapi merupakan keniscayaan, hal tersebut mendukung inklusivitas dan kesetaraan gender," tutur Faizasyah
Hingga saat ini, Indonesia telah melakukan sejumlah usaha untuk bisa sampai menuju arah yang sama dengan PBB. Indonesia telah mengangkat kerja sama terkait peningkatan kapasitas sipil dengan berbagai pihak, di antaranya pembentukan ASEAN Institute for Peace and Reconciliation dan ASEAN Women for Peace Registry dalam kerangka ASEAN dan konsultasi regional terkait penguatan kapasitas sipil melalui kolaborasi dengan Norwegia.
Kerja sama tersebut menegaskan keseriusan Indonesia dalam kontribusi terhadap peningkatan kapasitas komponen sipil pada misi pemeliharaan perdamaian dunia.
Direktur Eropa I Kementerian Luar Negeri, Dino R. Kusnadi menyatakan bahwa acara ini bertujuan untuk membahas penguatan kapasitas komponen sipil Indonesia pada MPP PBB. Hal ini merupakan bagian dari upaya Indonesia memperkuat ekosistem perdamaian internasional, yang merupakan salah satu isu prioritas Indonesia sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019–2020.
'International Seminar on Civilian Capacities: Building National Rosters for UN Peacekeeping Operations' menghadirkan narasumber dari Kantor Sekretariat PBB di New York, wakil Pemerintah Inggris dan Belgia, Mabes Polri, CSIS, dan lembaga think tank.
Seminar tersebut merupakan kerja sama Indonesia, Inggris, dan Belgia sebagai sesama anggota Dewan Keamanan PBB dalam upaya berkontribusi nyata pada pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional.
Agenda itu dihadiri para peserta dari Kementerian/Lembaga terkait, perwakilan asing dari negara-negara yang aktif di bidang misi pemeliharaan perdamaian, akademisi dan lembaga think-tanks.
Advertisement