LIPI Usul Masa Jabatan Presiden 2 Periode Tapi Tak Berturut-turut

LIPI mengusulkan masa jabatan presiden tetap dua periode, namun tidak berturut-turut atau satu periode dengan masa jabatan lima tahun.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Des 2019, 06:33 WIB
Peneliti LIPI Siti Zuhro, Jumat (17/3/2017). (Muhammad Radityo Priyasmoro/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melempar wacana penambahan masa jabatan presiden dari 2 periode menjadi 3 periode. Pakar politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro tak setuju dengan wacana tersebut. 

Siti justru memiliki usulan sendiri. Dia mengusulkan masa jabatan presiden tetap dua periode, namun tidak berturut-turut atau satu periode dengan masa jabatan lima tahun.

"Menurut saya penting untuk kita pikirkan apakah 1 opsi periode 5 tahun atau 2 periode tapi disela," kata Siti Zuhro di kawasan Jakarta Pusat, Sabtu (30/11/2019).

"Disela artinya katakan ada Presiden Nasir Djamil 1 periode selesai di 2021. Tidak boleh lagi di 2021 ada Pilpres dia ikut, nanti tunggu sampai Pilpres berikutnya," sambung Siti.

Mantan Anggota Tim Pakar Komite 1 DPD ini berujar, pemisahan masa jabatan presiden ini guna menekan nepotisme dan politik dinasti. Selama ini, kata dia, calon presiden petahana tak jarang melakukan politisasi birokrasi. 

“Toh ada incumbent biasanya ada distorsi luar biasa. Birokrasi dipolitisasi ditarik jadi pemenangan dan sebagainya,” kata dia soal masa jabatan presiden.

 


Usulan Nasdem

Sebelumnya, Wakil Ketua MPR Arsul Sani menyebut usulan penambahan masa jabatan presiden dan wakil presiden datang dari Partai NasDem. 

"Ini ada yang menyampaikan seperti ini, kalau tidak salah mulai dari anggota DPR dari Fraksi NasDem. Tentu kita harus tanyakan kepada yang melayangkan secara jelas apa," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (22/11).

Arsul menilai, terlalu cepat untuk membicarakan soal penambahan masa jabatan presiden dan wakil presiden. Pasalnya saat ini MPR masih terus melakukan audiensi dengan masyarakat terkait amandemen.

"Di dalam jadwal MPR sendiri di tahun 2020 bahkan 2021 menampung berbagai aspirasi masyarakat yang terkait khususnya dengan rekomendasi dari MPR periode lalu. Mari kita lihat nanti di ruang publik seperti apa. Apakah katakanlah ini mendapatkan dukungan dari mayoritas rakyat atau tidak," katanya.

 

Reporter: Titin Supriatin

Sumber: Merdeka

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya