Liputan6.com, London - Ratu Elizabeth II mengungkap rasa bangga kepada pahlawan yang ikut menghalau teroris pada insiden penusukan di Jembatan London. Ia menyebut mereka sebagai sosok pemberani yang rela mengorbankan diri demi orang lain.
Dilansir dari Metro.co.uk, Minggu (1/12/2019), Ratu Elizabeth II juga menyampaikan doa bagi korban penusukan dari dirinya dan suaminya, Pangeran Philip.
Baca Juga
Advertisement
"Pangeran Philip dan saya amat bersedih saat mendengar serangan-serangan teror di Jembatan London. Kami mengirimkan duka cita, doa, dan simpati terdalam bagi mereka yang kehilangan orang-orang tercinta dan terdampak kekerasan yang terjadi kemarin.
"Saya menyampaikan rasa terima kasih saya yang kuat terhadap polisi dan petugas darurat, begitu juga para individual pemberani yang mempertaruhkan nyawa mereka dalam risiko demi menolong dan melindungi orang lain," ujar Ratu Elizabeth II dalam pernyataan resminya.
Di antara orang-orang yang menghalau teroris Usman Khan di Jembatan London adalah seorang koki Polandia yang memakai tanduk paus narwhal dan pria yang menyemprot pemadam api ke wajah si teroris.
Seorang polisi yang tidak bertugas dan dua orang pemandu tur ikut menghalau si pelaku. Terakhir, ada pula mantan pidana kasus pembunuhan yang ikut membantu seorang wanita yang terluka akibat serangan
Menurut Independent, mantan napi kasus pembunuhan itu adalah James Ford (42). Ia dipenjara pada 2004 silam karena membunuh gadis berusia 21 tahun.
Ford berada di area Jembatan London karena menghadiri konferensi Learning Together yang melibatkan mantan napi yang diselanggarakan di sana. Pelaku penusukan Usman Khan juga bagian dari konferensi tersebut. Sementara salah satu korbannya, yakni Jack Merritt, merupakan koordinator acara.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Korban Baru Lulus dari Universitas Cambridge
Identitas korban aksi penusukan di Jembatan London terungkap sebagai Jack Merritt (25). Pria itu merupakan lulusan S2 dari Universitas Cambridge pada 2017 lalu. Merritt itu adalah satu dari dua korban tewas.
Dilaporkan Business Insider, Merritt belajar kriminologi di Cambridge pada tahun 2016-2017. Ia melanjutkan studinya di universitas ternama itu usai mendapat gelar S1 Hukum di Universitas Manchester.
Selain belajar di Cambridge, ia ternyata juga staff universitas. Info dari situs resmi universitas menyatakan Jack Merritt adalah koordinator program Learning Together. Program itu mengajak mahasiswa kriminologi untuk secara langsung mempelajari kehidupan narapidana.
BBC melaporkan ketika insiden penusukan terjadi pada Jumat siang, 29 November 2019 waktu setempat, korban sedang mengadakan konferensi Learning Together di gedung Fishmonger Hall, dekat Jembatan London. Pelaku juga hadir di acara.
Pelaku bernama Usman Khan diketahui aktif dalam program Learning Together sebagai bagian studi kasus. Ia juga pernah memberikan apresiasi dalam bentuk puisi di brosur Learning Together.
Bapak dari korban penusukan di Jembatan London menuliskan di Twitter bahwa mendiang putranya merupakan sosok pembela yang lemah. Ia menegaskan putranya pasti tidak mau kematiannya justru dipakai sebagai justifikasi adanya hukum pidana bersifat drakonian atau kejam.
"Putra saya, Jack, yang terbunuh dalam serangan ini, tidak akan mau kematiannya dipakai sebagai alasan adanya lebih banyak hukuman drakonian atau untuk menahan lebih banyak orang tanpa sebab jelas," tulis Davit Merritt pada twit yang ia hapus.
"R.I.P. Jack, kamu adalah semangat yang rupawan yang selalu berpihak kepada kaum yang tertindas," ucapnya menambahkan.
Advertisement
Hukuman Lebih Keras
Perdana Menteri Boris Johnson justru menegaskan perlu ada hukuman yang lebih keras. Pelaku sebetulnya sempat dipenjara pada tahun 2012 karena merencanakan serangan teroris ke gedung Bursa London, tetapi ia dilepaskan bersyarat pada Desember tahun lalu.
Pelepasan itu kini menuai kontroversi dari para politisi Partai Konservatif dan Buruh. Aksi saling menyalahkan sempat terjadi di dunia maya.
Politikus Buruh, Yvette Copper, mengaku heran mengapa Usman Khan bisa keluar dari penjara meski baru menjalani setengah masa hukuman. Khan bebas bersyarat karena setuju menggunakan electronic tag untuk memantau pergerakannya.
Komplain Copper pun disindir oleh politikus Konservatif, Priti Patel, yang menyebut produk hukum itu diloloskan kubu Buruh.
"Akibat legislasi yang dibawa pemerintahmu di tahun 2008 maka para teroris berbahaya bisa secara otomatis dilepaskan setelah menempuh setengah masa hubungan. Kubu konservatif mengubah hukum itu di tahun 2012 untuk mengakhiri kebijakan pembebasan otomatis tetapi Khan sudah didakwa sebelum itu," ucapnya via Twitter.