Liputan6.com, Jakarta - Kubu Bambang Soesatyo atau Bamsoet mendesak Airlangga Hartarto untuk meminta izin tertulis dari Presiden Jokowi untuk maju jadi calon ketua umum Golkar. Hal tersebut demi menjaga kepatutan berpemerintahan sekaligus menjaga kehormatan kepala negara.
"Kami berpandangan bahwa Menko Perekonomian Airlangga Hartarto wajib memperoleh izin tertulis dari Presiden RI untuk maju mencalonkan diri dan atau mendaftarkan pencalonan secara resmi sebagai Ketua Umum Partai Golkar periode 2019-2024," kata Jubir Bamsoet Viktus Murin di kawasan SCBD, Jakarta, Minggu (1/11/2019).
Advertisement
Dia menyebut, sebagai komparasi, untuk bertugas keluar kota atau meninggalkan pusat pemerintahan negara, seorang menteri harus memperoleh izin tertulis dari Presiden. Apalagi, untuk hal prinsip yang mengandung konsekuensi pada tugas dan kinerja seorang menteri, seperti hendak menjadi pemimpin puncak partai politik.
"Dengan demikian, sepatutnya sebelum mendaftarkan diri secara resmi sebagai Calon Ketua Umum Partai Golkar dalam Munas X Tahun 2019, Menko Perekonomian Bapak Airlangga Hartarto harus menyerahkan atau melampirkan izin tertulis dari Presiden Joko Widodo," tuturnya.
Tim Bamsoet kemudian merujuk pada UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Di situ, terdapat larangan untuk menteri merangkap jabatan sebagai pimpinan organisasi yang dibiayai oleh APBN/APBD, yakni pada bunyi Pasal 23, ayat (1) Menteri dilarang merangkap jabata.
Viktus menyebut, apabila Airlangga tidak mengindahkan ketentuan UU 39/2008 tersebut, maka ia secara sadar melakukan pelanggaran terhadap UU 39/2008 dan Pakta Integritas antara Menteri dengan Presiden.
Tanggapan Kubu Airlangga
Loyalis Airlangga, Ace Hasan Syadzily, menegaskan tidak ada aturan tersebut dalam AD/ART partai Golkar.
"Di pasal berapa AD/ART Partai Golkar seorang Calon Ketua Umum Partai Golkar harus dapat izin tertulis dari Presiden? Jangan mengada-ada lah!," kata Ace kepada lewat pesan kepada wartawan, Minggu (1/11).
Ace tidak ingin kepala negara di bawa-bawa dalam persaingan caketum Golkar. Dia menegaskan, bahwa ini urusan internal partai beringin.
"Katanya tidak boleh narik-narik Presiden Jokowi dalam urusan internal Partai Golkar, kok ini minta surat izin segala. Tidak konsisten," ujar dia.
Lagipula, kata Ace, UU Kementerian Negara soal rangkap jabatan telah di judicial review. Pada 2010, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan atau uji materiil UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara terkait rangkap jabatan yang diajukan oleh anggota DPR dari Komisi I, Lily Chadidjah Wahid.
"Dalam putusannya, MK membolehkan menteri merangkap jabatan ketum Parpol," pungkasnya.
Advertisement