Liputan6.com, Jakarta Berbagai penelitian menemukan hubungan antara seks dengan sistem kekebalan tubuh yang lebih kuat. Rutin bercinta juga terbukti dalam berbagai studi bisa menurunkan tekanan darah, mengurangi risiko serangan jantung, meningkatkan kualitas tidur, hingga mengurangi kecemasan dan depresi.
Satu lagi, rutin berjhubungan seks memang bisa memengaruhi kebahagiaan seseorang. Pria yang tidak melakukan hubungan seks memiliki tingkat kebahagiaan lebih rendah dibandingkan yang bercinta 2-3 kali per bulan.
Advertisement
"Sebanyak 33 persen melaporkan tingkat kebahagiaan yang tinggi," tulis Tim Wadsworth, seorang sosiolog di University of Colorado Boulder, dikutip dari Medical Xpress, Senin (2/12/2019).
Pria dan pasangannya yang bercinta sekali seminggu sebanyak 44 persen melaporkan tingkat kebahagiaan yang tinggi. Apalagi bercinta 2-3 kali per minggu, sebanyak 55 persen juga melaporkan bahagia.
Saksikan juga video menarik berikut
Jumlah Seks Bisa Kurangi Kebahagiaan
Penelitian yang dilakukan Tim juga menemukan bahwa jumlah seks memengaruhi kebahagiaan.
"Ada peningkatan menyeluruh dalam hal kesejahteraan lebih sering terkait dengan melakukan hubungan seks. Melakukan lebih banyak seks membuat kita bahagia," kata Tim.
Namun, George Leowenstein, ekonom di Carnegie Mellon University, Amerika Serikat dan rekan-rekannya menemukan dampak negatif ketika berhubungan seks terlalu sering.
"Bertolak belakang dengan apa yang orang harapkan. Kami mengamati dampak negatif dari mendorong orang untuk melakukan lebih banyak seks terhadap suasana hati," tulis Leowenstein dalam penelitiannya.
"Dengan kata lain, meningkatkan jumlah seks sebenarnya bisa mengurangi kebahagiaan, hasrat, dan kenikmatan bercinta."
Advertisement
Bukan Soal Frekuensi tapi Kualitas
Leowenstein pernah melakukan penelitian terhadap dua kelompok pasangan heteroseksual yang sudah menikah. Satu kelompok diminta untuk memperbanyak frekuensi seks mereka sementara yang lain tidak mendapatkan instruksi apapun.
Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan. Kedua kelompok mendapat survei sebelum, selama, dan setelah penelitian.
"Dari temuan itu berhentilah mencemaskan kuantitas, lupakan tentang seberapa banyak seks. Mulailah berfokus pada kualitas. Hal itu lebih memengaruhi kebahagiaan," Leowenstein menerangkan.