Liputan6.com, Jakarta - Pada 8 Januari 2018 akun Facebook Nandang Supriadi mengunggah kolase foto seorang perempuan yang minum dari botol mirip produk Coca-Cola. Ia kemudian memuntahkan cairan berwarna merah mirip darah.
Ada tulisan berikut ini dalam gambar yang diunggah:
Advertisement
Have a Coke With Jenny Have a Taste of Death Coca Cola Kills
Funds wars & the Palestinian Genocide. Kills brain cells
Kills insects, maize, sperm...
Creates violence, illness and addiction...That ain't LIFE!!
JIL LOVE REVOLUTION
Tak hanya mengunggah gambar, akun Facebook Nandang Supriadi juga menambahkan narasi dalam unggahannya.
"Satukali minum Coca Cola sama dengan 1 kali minum darah saudara2 kita di Palestina.😢Insyaallah Saya & keluarga saya menyatakan HARAM untuk produk yg satu ini apabila masih mendukung jionis Israel dlm penjajahan bangsa Palestina. Mari kita bersama2 menekan semua perekonomian2 yg mendukung penjajahan dgn memboikot produk2 jionis & sekutunya!!!," tulis dia.
Sejak kali pertama dipublikasikan di Facebook, unggahan tersebut telah dibagikan lebih dari 47.867 kali dan mendapatkan 3.083 komentar.
Ada apa di balik foto perempuan tersebut? Mari kita cek faktanya
Penelusuran Fakta
Asal usul Foto
Pencarian dengan kata kunci 'Jil Love Revolution' yang ada dalam keterangan gambar mengarah ke seorang aktivis bernama Jordina Salabert yang memiliki nama panggung Jil Love.
"Jordina Salabert, lebih dikenal dengan nama panggung, Jil Love, adalah seorang seniman dan aktivis (artivist) yang berkarya dengan menampilkan seni pertunjukan publik dan demonstrasi untuk membangkitkan kesadaran publik tentang isu hak asasi manusia, lingkungan, hak hewan, dan hak LGBT," demikian penjelasan dalam situs Wikipedia.
Ia berkarya di ruang publik menggunakan tubuh manusia, terkadang dengan ketelanjangan.
Dalam situsnya, jilloverevolution.com disebutkan bahwa sang seniman memang bukan penemu konsep "artivism" (gabungan seni dan aktivisme), namun ia menciptakannya kembali dalam beberapa cara.
"Menyuarakan isu-isu seperti genosida warga Palestina, hak-hak hewan, adu banteng, vaksin, dan bahkan jejak kimia (chemtrail), karya Love dianggap menggugah pikiran dan seringkali kontroversial."
Situs tersebut juga menjelaskan soal protes terhadap Coca-Cola yang dilakukan Jil Love, dalam unggahan berjudul COCACOLA KILLS. yang dipublikasikan pada 18 Januari 2016, yang menyajikan sejumlah klaim terkait minuman populer tersebut, dari soal level keasaman hingga dianggap mendukung Israel untuk menindas dan menjajah rakyat Palestina.
Advertisement
Bantahan Coca-Cola
Coca-Cola membantah tuduhan mendukung Israel dan genosida terhadap rakyat Palestina dalam artikel berjudul, Does The Coca- Cola Company transfer profits or funds to Israel?, yang dipublikasikan dalam situs www.coca-cola.co.uk.
"Kami tidak mentransfer dana untuk mendukung angkatan bersenjata di Israel atau negara lain mana pun di dunia," kata Coca-Cola.
Perusahaan minuman tersebut juga menjelaskan, meski merupakan merek global, semua operasi pembotolan produk dilakukan secara lokal.
"Pihak pertama yang dirugikan oleh aksi boikot adalah karyawan lokal kami, kemudian ribuan pengecer, distributor, petani, dan semua yang terlibat dalam rantai pasokan, yang mengandalkan kami untuk mencari nafkah."
Pihak Coca-Cola juga menjelaskan operasionalnya di Timur Tengah.
"Kami beroperasi di 14 negara di Timur Tengah dan 6 lainnya di Afrika Utara, dimulai dari Mesir pada 1942," kata pihak perusahaan.
Operasi di Palestina bermula pada 1998. "Saat ini kami memiliki 3 pabrik pembotolan dan 7 pusat distribusi, termasuk satu di Gaza. Kami mempekerjakan 400 orang secara langsung dan mendukung 4.000 lainnya lewat rantai pasokan. Kami berkomitmen kuat pada komunitas Palestina yang kami layani."
Coca-Cola menambahkan, pihaknya telah memberikan dukungan pada banyak inisiatif sosial dan lingkungan yang berkontribusi pada keberlanjutan komunitas Palestina, komunitas Israel, dan komunitas di setiap negara tempat mereka beroperasi. "Inisiatif kami fokus pada bidang kepemudaan, olahraga, kesehatan, dan pendidikan."
Dalam artikel berjudul, 'Did You Hear the One About…?' Coca-Cola Myths in the Middle East yang dimuat situs www.coca-colacompany.com pada 2 September 2014, Coca-Cola membantah memproduksi minuman di wilayah yang dipersengketakan.
"Apakah Coca-Cola memproduksi minuman di wilayah yang dipersengketakan?
Tidak. Kami memiliki perjanjian pembotolan di Israel dengan Central Bottling Company (CBC) yang 100 persen dimiliki secara pribadi, dengan pabrik Coca-Cola di Bnai Brak dan Askelon. Kami secara pasti dapat mengkonfirmasi bahwa tidak ada fasilitas produksi Coca-Cola yang berlokasi di wilayah sengketa di Israel."
Pebisnis di Balik Pabrik Coca-Cola di Jalur Gaza
Pembukaan pabrik Coca-Cola di Jalur Gaza, dan sosok di baliknya pernah diberitakan BBC Indonesia dalam artikel berjudul, Mantan pengungsi Palestina dirikan pabrik Coca-Cola, yang dipublikasikan pada 12 Februari 2016.
Zahi Khouri, namanya, memiliki latar belakang keluarga Palestina dan beragama Kristen. Usianya baru 9 tahun saat keluarganya meninggalkan rumah mereka di Jaffa pada 1948, kala negara Israel modern sedang dilahirkan.
Pihak Israel Memprotes
Situs media Israel, The Times of Israel dalam artikel berjudul, Israeli group threatens to sue Coca-Cola over Palestinian partner menyebut, kelompok advokasi negeri zionis, Shurat HaDin mengancam akan memperkarakan Coca-Cola jika tak memutuskan hubungan dengan Zahi Khouri.
Alasannya, pebisnis tersebut dianggap mendukung gerakan Boycott, Divestment and Sanctions (BDS).
Mengapa Coca-Cola Dikaitkan dengan Militer Israel?
Situs Quartz, dalam artikel berjudul Israel’s attacks on Gaza are leading to Coca-Cola boycotts, yang dipublikasikan pada 24 Juli 2014 menyebut, boikot terhadap sejumlah produk, termasuk Coca-Cola adalah bagian dari gerakan BDS (boycott, divestment and sanctions) yang dimulai pada 2005.
Hal itu dipicu kematian rakyat sipil dalam jumlah besar di Jalur Gaza dan serangan bertubi dari Israel. Pesan-pesan di media sosial, juga foto-foto yang viral terkait itu kian meramaikan ajakan boikot.
"Yang menarik, beberapa dekade lalu, situasi terjadi sebaliknya. Pebisnis milik Yahudi (termasuk restoran hot dog Nathan's Famous asal Coney Island) dan kelompok pro-Israel di Amerika Serikat menyerukan boikot Coca-Cola pada tahun 1960-an," tulis Quartz.
Alasannya karena Coca-Cola tidak punya pabrik pembotolan di Tel Aviv. Dan, ketika pabrik dibangun di sana, negara-negara Arab ganti menyerukan boikot.
Boikot dari negara-negara Arab tidak dicabut hingga tahun 1993.
"Sejak 1966 Coca-Cola telah menjadi pendukung setia Israel," klaim Innovativ Minds, situs online pro-Palestina.
Alasan boikot yang diajukan situs tersebut termasuk Coca-Cola yang menjadi tuan rumah acara penyambutan pejabat militer Israel Brigadir Jenderal Binyamin Ben-Eliezer pada 2009.
Ben-Eliezer menjabat sebagai Menteri Pertahanan Israel yang memimpin penyerbuan ke kamp pengungsi Jenin pada tahun 2002, yang menewaskan ratusan warga Palestina.
Kamar Dagang Amerika-Israel di Atlanta, dan anak perusahaan Coca-Cola juga disebut memiliki peternakan sapi di wilayah Palestina yang diduduki.
Sementara, boikot Malaysia atas Coca-Cola pada 2009 dipicu serangan ofensif negeri zionis ke Jalur Gaza dan dipicu fakta bahwa Coca-Cola adalah perusahaan besar AS.
Situs alaraby.co.uk dalam artikel berjudul, Coca-Cola 'donated thousands of dollars' to extremist Zionist group, yang dipublikasikan pada 7 Mei 2017 menyebut bahwa sebuah dokumen dari Israel Corporations Authority menyebut, Central Bottling Company --pabrik pembotolan di negeri zionis, mendonasikan uang sebesar US$ 13.850 atau 50.000 shekels ke kelompok Im Tirtzu pada 2015.
Im Tirtzu adalah kelompok ekstremis zionis yang kerap menyerang pihak Yahudi sayap kiri yang kritis terhadap kebijakan Israel. Im Tirtzu juga menyebut Nakba atau eksodus paksa terhadap rakyat Palestina pada 1948 sebagai 'omong kosong'.
Kabar pemboikotan Coca-Cola, juga Pepsi, di India juga dikabarkan situs Nahdlatul Ulama dalam artikel berjudul, Dukung Gaza, Muslim India Boikot Pepsi dan Coca Cola,
Dalam artikel disebutkan, marah dengan kematian setiap hari yang terjadi di Jalur Gaza Palestina oleh pasukan Israel, ratusan hotel dan restoran yang dimiliki oleh Muslim India memprotes serangan Israel dengan cara mereka sendiri, yaitu memboikot minuman ringan yang diproduksi di Amerika Serikat.
"Kami di sini, di India bisa melakukan banyak hal. Dan tidak ada cara yang lebih baik daripada menyerang ekonomi mereka," kata Umar Sheikh, pemilik Shalimar Restaurant, kepada OnIslam.net.
"Mereka harus tahu bahwa orang-orang menentangnya dan mereka juga harus menyadari bahwa apa pun yang mereka lakukan adalah salah."
Muslim di Mumbai menunjukkan kebencian mereka terhadap Amerika Serikat melalui boikot minuman ringan Amerika karena percaya AS berdiri dengan Israel dalam agresi ini.
Advertisement
Kesimpulan Klaim
Gambar perempuan 'muntah darah' setelah meminum Coca-Cola, yang dimuat akun Facebook Nandang Supriadi, adalah karya "artivism" (gabungan seni dan aktivisme) yang dilakukan seniman Jordina Salabert, lebih dikenal dengan nama panggung Jil Love.
Foto itu asli. Bukan editan.
Lantas, bagaimana dengan klaim bahwa Coca-Cola mendukung Israel melakukan penjajahan terhadap rakyat Palestina?
Pihak Coca-Cola telah membantahnya. Sejauh ini belum ada bukti sahih yang menunjukkan dukungan pendanaan dari perusahaan minuman tersebut pada militer negeri zionis.
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama 49 media massa lainnya di seluruh dunia.
Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu.
Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi hoax yang tersebar di masyarakat.
Jika anda memiliki informasi seputar hoax yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Advertisement