Liputan6.com, Jakarta - Sekitar 20 ribu ton stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang disimpan oleh Perum Bulog terancam busuk. Hal tersebut terjadi karena telah berada di gudang selama 4 bulan dan belum disalurkan sehingga mengalami penurunan mutu.
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Tri Wahyudi, mengungkapkan beberapa penyebab macetnya penyaluran beras tersebut sehingga mengalami penurunan mutu. Salah satunya adalah karena bencana alam.
"Banyak faktor, ada di satu daerah yang kena banjir, itu berpengaruh,” kata dia, di kantornya, Jakarta, Selasa (3/12/2019).
Baca Juga
Advertisement
Dia mengungkapkan, salah satu gudang Bulog terkena banjir sehingga merusak kualitas beras yang tersimpan di sana.
Faktor kedua adalah adanya pengalihan program bantuan sosial (bansos) dari beras sejahtera (rastra), ke Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
“Tadi pengalihan dari rastra ke BPNT itu pengaruh juga. Kan dari 2,3 juta ton (penyaluran untuk bansos), sekarang jadi 300 ribu ton, kan banyak. Dan beras itu kan barang mudah rusak. Coba taruh beras di rumah sebulan rusak tidak? Rusaklah. Apalagi BPNT dari 2017 untuk 45 kota, itu kan pengaruh ya, di antaranya,” ungkapnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kurang Koordinasi
Faktor selanjutnya adalah kurangnya intensitas rapat koordinasi terbatas (rakortas) yang dipimpin Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sejak pergantian menteri baru. Sehingga, sampai saat ini Bulog belum menerima arahan dalam menyalurkan CBP.
“Belum (ada penugasan lagi), tanya Pak Menteri yang baru saja,” ujarnya.
Kendati demikian dia menegaskan Bulog akan terus mengupayakan agar beras-beras yang mengalami penurunan mutu tersebut masih dapat dimanfaatkan dan tidak dimusnahkan. Salah satunya melalui jalur komersial perusahaan.
Hal itu juga bertujuan untuk menyeimbangkan kinerja keuangan perusahaan yang juga harus menjalankan segmen penugasan atau public service obligation (PSO).
“Tapi kita nggak berkecil hati, kita tetap jual komersial. Makanya tadi Pak Buwas menegaskan 2020 kita menguatkan komersial,” tutupnya.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement