Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa akhirnya bertemu dengan atlet senam SA (17) yang gagal berangkat mengikuti SEA Games 2019 di Filipina. Gagalnya berangkat atlet senam itu karena dipulangkan pelatihnya.
Saat pertemuan tersebut, Khofifah Indar Parawansa pun berpesan kepada SA sehingga hatinya tetap tenang. Salah satu dengan lebih banyak berdzikir.
“Saya juga sudah berkomunikasi dengan Ketua KONI Jatim bahwa di Puslatda juga ada pendampingan psikologi bagi atlet, sehingga terapi psikososial ini penting dilakukan,” tutur Khofifah, seperti dikutip dari Antara, Selasa (3/12/2019).
Khofifah juga menegaskan agar tetap melanjutkan pendidikan bagi SA dan sudah ditawarkan ke mana akan melanjutkannya.
“Dia memilih di tempat asalnya, di Kota Kediri. Saya juga sudah komunikasi dengan Wali Kota Kediri dan katanya ada salah satu SMA negeri yang akan menerima kepindahan sekolah. Apalagi SMA kewenangannya ada di bawah pemerintah provinsi (pemprov) sehingga tinggal menunggu proses administrasi,” tutur dia.
Baca Juga
Advertisement
Tak hanya itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga menyiapkan pendampingan psikososial bagi atlet senam SA. “Pendampingan psikososial untuk mengatasi trauma psikologis yang dialami SA atas kasus yang dialaminya,” tutur Khofifah.
SA gagal berangkat ikut SEA Games dan dipulangkan dari pusat pendidikan dan pelatihan (pusdiklat) persatuan senam Indonesia (Persani) di Gresik karena dianggap melakukan indisipliner. Adapun polemik atlet senam nomor artistik yang dipulangkan tersebut mencuat akibat isu tentang keperawanan. Berikut sejumlah hal mengenai polemik tersebut:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Kronologi
Ayu Kurniawati, Ibu SA menceritakan, usai SA selesai vaksin dan putrinya dituduh tidak perawan. Diinterogasi dua pelatihnya, dan hanya menyimpulkan dari interogasi tersebut. Padahal SSA belum dites. Dirinya pun menanyakan kepada SA, dan jawabannya belum dites. SA pun menyatakan siap untuk dites. Ayu pun dihubungi untuk segera menjemput SA pada 13 November 2019.
“Habis integorasi, saya ditelepon disuruh jemput SA. Saya sampai sana jam 12 bersama keponakan, dan balik ke sini. Tiga hari anaknya enggak mau keluar kamar, hanya nangis tok. Enggak mau sekolah,” ujar Ayu.
Saat menjemput, Ayu bertemu dengan salah satu pihak yang menunggu mes di sana. Penjaga menunggu mes sempat berbicara. Penjaga tersebut itu mengatakan kepada Ayu kalau SA sudah diberikan peringatan. Selain itu, dari hasil interogasi kedua pelatihnya, SA dituduh tidak perawan karena dari postur tubuhnya. Padahal SA belum di tes.
Kemudian pelatih lain Jahari menghubungi dan menanyakan kondisi SA. Ayu diminta untuk telepon pimpinannya untuk diminta latihan lagi. SA pun diminta untuk tes keperawanan. Selain itu, SA juga belum dites. "Ini belum dites, kemudian mohon pamit dan langsung pulang,” ujar dia.
Kemudian Ayu bersama SA ke Surabaya untuk melakukan tes. Akan tetapi tidak ada pihak yang berani. Ia sempat ke RS BDH, tetapi baru buka besok pagi. Oleh karena itu, Ayu pun meminta agar melakukan tes di Kediri, Jawa Timur. SA pun diperbolehkan untuk melaksanakan tes di Kediri. “Saya pulang, di tengah jalan jam 7 masih di tol ditelepon lagi, ditelepon serta dibilang SA boleh latihan lagi tetapi tidak di mes. Saya rasa suratnya tidak perlu,” ujar dia.
Saat itu, Ayu ditelepon pada 20 November 2019 dan merasa kalau surat tes tidak perlu. Selanjutnya Ayu bersama SA kembali ke Gresik untuk latihan lagi. SA pun latihan dan dinasihatkan untuk menunjukkan kembali prestasinya yang disampaikan oleh pelatihnya yang lain. “Sebenarnya anaknya sudah down, dan sudah latihan di hall. Dinasihati pelatihnya Jahari dan Mas Taufik tunjukkan prestasimu,” ujar dia.
Namun, kemudian Ayu ditelepon. Pimpinan pelatih tetap meminta surat tes keperawanan. Selanjutnya Ayu membawa SA untuk melakukan tes di RS Bhayangkara dan hasilnya selaput darah masih utuh. Akan tetapi,surat tes itu ditolak karena tidak dilakukan di Rumah Sakit Petrokimia Gresik. Ayu menolak tes lagi karena tes yang dilakukan di tempat yang dipercaya di RS Bhayangkara. SA pun tidak masuk dalam tim senam.
"Saya bilang enggak apa-apa. Tetapi saya tidak terima ini," ujar dia.
Ayu menceritakan, putrinya tersebut sudah sejak duduk di bangku kelas 5 sekolah dasar (SD) menggeluti olahraga senam. Shalva pun sudah banyak meraih medali dalam olahraga tersebut. Shalva sudah mendapatkan sekitar 49 medali. “Sering ikut lomba kemudian naik ke kelas lima diambil KONI Jawa Timur,” tutur dia.
Ayu menuturkan, kalau putrinya tersebut berharap dapat ikut SEA Games 2019 dan PON. Apalagi sudah menggeluti olahraga itu sejak kecil. “Harapannya ikut SEA Games dan PON. Dari kecil, 10 tahun di sana (mes-red),” ujar dia.
Advertisement
Kuasa Hukum Atlet Senam Minta Persani Transparan
Tim Kuasa Hukum keluarga atlet senam SA meminta Pengurus Besar Persatuan Senam Seluruh Indonesia (PB Persani) transparan. Ini terkait alasan indisipliner sehingga kliennya harus dipulangkan dari Pelatnas proyeksi SEA Games 2019.
"Kami ingin minta bukti secara transparan bahwa Shalfa melakukan tindakan indisipliner," ujar kuasa hukum SA, Imam Mohklas, kepada wartawan usai mendampingi Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menemui SA beserta keluarganya di Gedung Negara Grahadi di Surabaya, Senin, 2 Desember 2019, seperti dikutip dari Antara.
Alasan indisipliner tersebut, kata dia, tak pernah sampai kepada keluarga SA di Kediri, termasuk surat pemberitahuan tentang pelanggaran disiplin. Sebagai kuasa hukum Shalfa, ia mengakui ada temuan-temuan lain soal indisipliner, yang mungkin akan diungkapkan di kemudian hari.
Sementara itu, Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi Jawa Timur meminta semua pihak mengakhiri polemik terkait atlet senam proyeksi SEA Games 2019 di Filipina yaitu SA yang gagal berangkat karena dipulangkan oleh pelatihnya.
"Karena terkait nasib atlet ke depannya dan kami mengimbau segera mengakhiri polemik ini," ujar Ketua KONI Jatim Erlangga Satriagung.
Ia mengaku juga merasa terpukul dengan statemen tim pelatih Pelatnas senam jika benar ada pernyataan terkait isu keperawanan. Menurut dia, hierarki tertinggi adalah kepentingan atlet, sehingga kasus ini harus diselesaikan dan saling memaafkan dengan harapan SA kembali beraktivitas sekaligus mempersiapkan diri menyongsong kegiatan lain di depan mata. KONI Jatim, kata dia, juga bersama Pemprov Jatim menyiapkan pendampingan psikososial untuk memulihkan psikologis dan mental atlet.
"Kepada tim pelatih juga kami minta untuk mendatangi keluarga dan meminta maaf apabila benar-benar mengeluarkan statemen tentang isu keperawanan," ucap pria yang juga seorang pengusaha tersebut.
Kata Kemenpora
Sebelumnya, Kemenpora mengaku cukup prihatin dengan munculnya pemulangan atlet karena tuduhan tidak perawan. Namun, Kemenpora kini mendapatkan kejelasan soal ini karena informasi yang beredar tidak benar.
"Kemenpora tentu cukup prihatin dengan kejadian tersebut. Kami sudah langsung komunikasi dengan Persani. Yang benar, katanya terkait dengan masalah kondisi prestasinya, jadi tidak ada hubungannya dengan masalah mohon maaf cek keperawanan," ujar Sesmenpora Gatot S Dewabroto
"Sesuai dengan Perpres 95 Tahun 2017, hak promosi dan degradasi atlet memang ada di cabor, bukan di Kemenpora maupun KONI."
Di sisi lain, Kemenpora mengaku bakal bertindak tegas dengan cabor yang memulangkan atlet dengan sewenang-wenang." Karena ini selain masalah privasi dan kehormatan seseorang, juga itu tidak ada hubungannya dengan soal prestasi," ujarnya.
"Kepada seluruh cabor kami ingatkan untuk tidak menimbulkan kehebohan sekecil apa pun, karena itu akan berdampak luas pada konsentrasi kontingen Indonesia secara keseluruhan. Lebih baik berkonsultasi langsung pada pimpinan induk cabor ataupun KONI dan jika tidak dapat terselesaikan langsung ke Kemenpora, agar isu-isu sensitif seperti itu bisa segera dimitigasi secepatnya."
Advertisement