Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah terus mendorong skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau Public Private Partnership (PPP) untuk alternatif pembiayaan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Upaya ini diharapkan dapat menekan biaya pembangunan infrastruktur yang selama ini masih bersumber dari APBN.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Lucky Alfirman mengakui selama ini memang tidak mudah untuk medatangkan investor dalam jangka panjang. Oleh karena itu, lewat tawaran skema tersebut diharapkan ke depan bakal banyak mengundang investor masuk.
"Fokus kita mendesain ekosistem komplit dan komperhensif dengan skema PPP. Karena tidak mudah undang investor datang dalam pembangunan infrastruktur," kata Lucky dalam sebuah diskusi yang di gelar di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (3/12).
Baca Juga
Advertisement
Dia mengatakan pada prinsipnya menawarkan proyek infrastruktur ke investor juga tidak semudah menjajakan makanan ringan. Sebab, mereka para investor membutuhkan kepastian hukum yang jelas.
"Oleh karena itu adanya skema seperti ini penting dan kita lakukan hal itu. Saya menjamin semua regulasi sudah ada," katanya.
Lucky menyadari ke depan pembiayaan kompetitif seperti ini akan semakin menantang di masa mendatang. Untuk itu, dibituhkan dukungan dari seluruh pihak agar sama-sama mendorong skema pembiayaan altermatif dalam pembangunan infrastruktur.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
3 Skema Pendanaan Kementerian PUPR untuk Bangun Infrastruktur Senilai Rp 2.000 T
Pemerintah Jokowi-Ma'ruf membutuhkan dana sebesar Rp 6.445 triiliun untuk pembangunan infrastruktur sepanjang tahun 2020-2024. Dari kebutuhan, tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) diberikan penugasan proyek pembangunan senilai Rp 2.058 triliun.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR, Eko Heripoerwanto, mengaku sulit apabila pembiayaan dilakukan hanya mengandalkan anggaran dari APBN. Sebab, pihaknya hanya menerima sebesar Rp 623 triliun dari APBN sementara ada gap pendanaan sebesar Rp 1.435 triliun yang harus didapatkan pihaknya.
"APBN selama 5 tahun mendatang itu tidak akan cukup untuk mendanai, sehingga memang diperlukan pembiayaan alternatif untuk mencapai pembiayaan tersebut," ujar eko dalam acara diskusi di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (14/11/2019).
Eko mengungkapkan, untuk memenuhi gap pendanaan maka dalam pembangunan infrastruktur dilakukan skema pembiayaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Di mana pembangunan infrastruktur dilakukan dengan menggaet swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Menurutnya, untuk melakukan penawaran skema KPBU, Kementerian PUPR lebih dahulu melakukan screening pada proyek-proyek yang akan dikerjakan tersebut untuk melihat tingkat kelayakannya. Artinya, jika dinyatakan layak secara ekonomi dan finansial maka ditawarkan skema KPBU unsolicited, KPBU tanpa dukungan, atau business to bussiness.
Sedangkan jika proyek infrastruktur dinyatakan layak secara ekonomi dan finansial marjinal maka skema yang diberikan KPBU dengan dukungan pemerintah. Kemudian, jika proyek dinyatakan layak secara ekonomi namun tidak layak finansial maka dilakukan KPBU dengan availability payment (AP) penugasan ke BUMN.
Advertisement
Skema Terakhir
Terakhir, jika proyek dinayatakan layak secara ekonomi, namun tidak layak finansial, serta sudah tidak ada alternatif pembiayaan lainnya, barulah melibatkan pendanaan dari APBN atau APBD.
"Jadi beda dengan dulu, di mana APBN dahulu baru masuk ke swasta dan BUMN. Sekarang tidak, kebalikannya, jadi APBN paling terakhir. Kini banyak sekali swasta yang ajukan untuk pembangunan jalan tol, ini menunjukkan memang sistem KPBU itu sudah berjalan dengan baik," jelas dia.
Adapun kebutuhan anggaran sebesar 2.058 triliun bakal digunakan untuk pembangunan di sektor sumber daya air sebesar Rp577 triliun. Lalu pembangunan jalan dan jembatan sebesar Rp573 triliun, permukiman Rp128 triliun, serta perumahan sebesar Rp780 triliun.
"Presiden menyadari infrastruktur yang handal merupakan kunci penting tingkatkan daya saing Indonesia. Infrastruktur yang dibangun untuk hubungkan dengan pusat ekonomi hingga kawasan industri, dan itu PUPR mencoba mewujudkannya," pungkas Eko.