Liputan6.com, Jakarta Bertepatan dengan hari disabilitas internasional yang jatuh pada hari Selasa, 3 Desember 2019, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menggelar Festival Kita Bisa. Sebuah festival yang menampilkan beragam bakat dan kreasi anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) dari seluruh Banyuwangi.
Sebanyak 1700 pelajar berkebutuhan khusus se Kabupaten Banyuwangi hadir di Festival Kita Bisa yang berlangsung di Pendopo Sabha Swagata, Selasa (3/12/2019). Sebagian dari mereka tampil di hadapan rekan-rekannya menunjukkan kebolehannya. Mereka ada yang menampilkan sendratari, pantomim, hingga hafalan bacaan Quran.
Advertisement
“Peringatan ini bertujuan meningatkan kesadaran masyarakat tentang disabilitas, menghilangkan stigma terhadap mereka. Dan yang paling penting ini adalah bentuk dukungan untuk meningkatkan kemampuan mereka berkarya dengan memberikan kesempatan untuk tampil di hadapan publik,” kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas via sambungan facetime.
Dalam kesempatan itu, Anas sempat berdialog via facetime dengan sejumlah ABK. Salah satunya dengan Rara, penyandang tuna rungu yang menyampaikan cita-citanya. “Pengen jadi dokter pak,” kata Rara, dengan suara yang terbata.
Mendengar apa yang dicitakan Rara, Anas pun menyampaikan bahwa pemkab telah membuka jalan bagi difabel yang ingin meraih cita-citanya. Pemkab selama ini memberikan beasiswa Banyuwangi Cerdas, salah satunya bagi pelajar difabel berprestasi.
Selain itu, di sektor ketenagakerjaan, daerah juga membuka peluang bagi difabel untuk menjadi ASN. Pada tahun 2018 dibuka 5 peluang kerja bagi calon ASN difabel dan pada 2019 dibuka kembali untuk 6 calon ASN difabel.
“Anak-anak jangan menyerah, selalu ada jalan untuk yang sungguh-sungguh mengejar impiannya. Kami telah membuka peluang ini dan akan menjembatani,” cetus Anas.
Dalam festival itu, juga ditampilkan sendratari “Ratu Lirang Agung” yang dimainkan 20 ABK dari SLB PGRI ABCD Kalipuro yang mengisahkan perjuangan melawan kolonialisme di kawasan lereng Gunung Ijen, Banyuwangi. Mereka dengan berbagai keterbatasan masing-masing, mampu berakting dengan luwes dan terlihat kompak.
“Keren sekali. Mereka tampil apik tanpa canggung, dan bahkan mampu menampilkan sendratari. Ini sangat menarik,” kata Mayang, salah satu penonton.
Tidak hanya untuk menampilkan aksi kreatif ABK, festival ini juga berupaya menginspirasi para ABK. Ada empat ABK yang sudah menorehkan karya di level nasional dan internasional dihadirkan untuk menyemangati adik-adiknya.
Salah satunya adalah Muhammad Zulkarnain fotografer tuna daksa yang berprestasi di kancah internasional. Dengan ketidak sempurnaan tubuhnya, Zul mampu membuktikan karyanya diakui dunia internasional.
“Untuk menjadi yang terbaik ternyata tidak perlu sempurna. Lakukan saja yang terbaik dan terus percaya diri. Bulan Mei 2020, saya akan melakukan pameran foto tunggal di Brazil, minta doanya pada teman-teman agar semua berjalan lancar,” kata Zul menyemangati anak-anak lainnya.
Selain Zul juga ada Wahyu Nurrohman difabel tuna netra yang saat ini tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Saat masih pelajar, Wahyu menjalani sekolah secara inklusi di SMA umum dan berprestasi di bidang matematika tingkat propinsi.
“Meskipun sempat diremehkan, tapi saya bisa membuktikan kalau saya juga bisa berprestasi. Jangan menyerah untuk teman-teman semuanya. Selalu ada jalan untuk kita yang bersungguh-sungguh,” pungkas Wahyu.
Sementara itu, Ketua Yayasan Kesejahteraan dan Pendidikan Tuna Indera Indonesia (YKPTI) Banyuwangi, Dani Azwar Anas menyampaikan bahwa pihaknya terus mendorong para ABK untuk percaya diri mencetak prestasi di segala bidang. Apalagi, pemkab telah membuka jalan lebar bagi ABK berprestasi.
“Kami juga akan mendorong pemkab untuk terus memenuhi hak para difabel. Seperti fasilitas bagi mereka di ruang-ruang publik. Acara ini juga bagian dari kami menampung inspirasi dari para difabel apa yang perlu dilengkapi di kota ini,” pungkas Dani, yang juga merupakan istri Bupati Anas.
(*)