Liputan6.com, Jakarta - Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (DPP PGK) menggelar diskusi dan bedah buku karya Alfred Russel Wallace, seorang penjelajah Indonesia pada 1854-1862, di Hotel Grend Alia, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (3/12/2019).
Hadir sebagai narasumber adalah Kepala Pusat Penelitian Perubahan Iklim, Prof. Jatna Supriatna, Cendikiawan Yudi Latif, Ketua AIPI Komisi Ilmu Kedokteran, Prof. Sangkot Marzuki. Sementara yang menjadi moderator adalah Ketum PGK Bursah Zarnubi.
Advertisement
Jatna mengatakan, Wallace memberikan banyak sumbangsih atas temuan pada spisies hewan dan tanaman di Indonesia. Disebutkan Jatna, Wallace menemukan lebih dari 900 spisies selama menjelajahi Nusantara, mulai dari kepulauan Maluku, Ternate, borneo, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa.
"Saya pernah datangi tempat-tempat yang dilalui Wallace. Bayangkan 9 tahun dia datang dari hutan ke hutan. Waktu saya kuliah saya datang lansgung ke Kalimantan dan Sumatera meneliti hutan," ujar Jatna.
Dalam penelitiannya, Jatna menemukan banyak kekayaan yang terkandung di bumi Indonesia. Namun sayang, kekayaan sumber daya alam tersebut tidak dikelola secara maksimal. Padahal, andaikata Wallace tidak melakukan penjelajahan ke Nusatara maka belum tentu ditemukan 900 spisiesmen oleh orang Indonesia sendiri.
"Ada salah apa bangsa Ini, yang perlu kita teliti apa yang salah. Apakah SDM yang salah kerena dia (Wallace) menemukan 900 spesies baru. Bayangkan tidak ada orang Indonesia seperti (Wallace) itu," kata dia.
Disebutkan Jatna, mestinya kekayaan hayati Indonesia sebenarnya dapat menjadi aset pembangunan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia cukup unik, berbeda dengan negara-negara lain. Hanya saja, kata dia, keunikan Indonesia ini belum dikelola secara maksimal selama ini.
"Bagaimana kita dapat mengenali Indonesia, bagaimana kehidupan kebangsaan kalau kita tidak mengenal jati diri kita. Kita punya sejarah iklim yang berbeda, kita punya sejarah bentuk pulau yang beda-beda, dari yang kecil sampai yang besar. Kita punya ekosistem," kata Jatna.
Jatna lantas memuji Wallace yang berhasil menjelajahi Nusantara, kendati "Bapak BioGeografi", yang lahir pada 8 Januari 1823 di Inggris, tersebut tidak mudah menghadapi tantangan perjalanannya.
"Wallace itu aneh, seorang yang bukan sarjana tapi dia betul-betul gairahnya itu sangat menggebu-gebu. Dengan keuangan yang sangat terbatas dia bisa datang, bisa membaca buku biologi dan antropologi," ucapnya.
Jatna menambahkan Wallace yang berasal dari Inggris merasa aneh ketika merasakan bumi bergoyang, padahal itu adalah gempa. Karena di negara asalnya tidak pernah merasakan gempa. Jatna selanjutnya menjelaskan tentang peta terjadinya gempa di Indonesia.
Disebutkan Jatna, gempa bumi yang menjadi momok menakutkan masyarakat ini sudah ribuan kali menggoncang Indonesia akhir-akhir ini, kendati Indonesia dikelilingi puluhan gunung berapi.
"Mungkin setiap Minggu kita dengar gempa. Tahun lalu ada 4 ribu gempa. Kita ada gunung berapi 122. Di Jawa sendiri ada 45 gunung berapi. Kita ini dikelilingi gunung berapi. Itulah kita harus tahu karena tidak ada negara lain yang punya sepertu itu. Eropa tidak ada," ucap dia.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Berkah Bagi Indonesia
Sementara itu, Yudi Latif, juga mengatakan bahwa Indonesia merupakan suatu ekosistem terkaya hari ini. Menurut dia, secara geografis Indonesia sebenarnya merupakan negara tiga perjumpaan dari tiga domain.
Dimana Papua pada waktu itu pernah menyatu dengan Australia. Begitu juga Kalimantan, Sumatera dan Jawa yang pernah menyatu dengan Asia.
"Di antara Kalimantan dan Papua mulai dari Sulawesi, Maluku, Nusa tenggara, itu tidak pernah menyatu dengan Asia dan Australia. Tapi itu sepenuhnya itu khas teritori Indonesia. Jadi kenapa kita ini kaya karena menggabungkan flora dan fauna dari tiga zona sekaligus. Dari Asia, Autralia dan Indonesia sendiri. Jadi betapa pentingnya geografi Nusantara ini," tandas Yudi Latif.
Menurut Yudi, aneka ragam hayati sebagaimana dimaksud Wallace, akan menjadi berkah jika manusia Indonesia memiliki kemampuan untuk mengelolahnya.
"Itu semuanya akan menjadi berkah tapi mengelolah potensi itu memang tergantung manusianya, bagaimana manusia dapat memanfatkan potensi yang luar biasa ini," katanya.
Advertisement