Kaleidoskop 2019: Sulsel Geger dengan Awan Mirip Tsunami hingga Larangan Bercadar

Sejumlah peristiwa heboh sepanjang tahun 2019 di Sulsel ini cukup menyita perhatian masyarakat luas.

oleh Eka Hakim diperbarui 07 Des 2019, 00:00 WIB
Masyarakat Sulsel dihebohkan dengan kemunculan awan mirip gelombang tsunami di langit Bandara Sultan Hasanuddin (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Liputan6.com, Makassar - Ada beberapa rentetan peristiwa yang cukup menghebohkan masyarakat Sulsel sejak awal Januari hingga November 2019.

Pada awal tahun 2019, masyarakat Sulsel tiba-tiba digemparkan dengan kemunculan awan cumulonimbus yang mirip dengan gelombang tsunami di langit Kota Makassar.

Sebagian masyarakat pun sempat mengaitkan bahwa kemunculan awan mirip gelombang tsunami itu pun sebagai pertanda akan datangnya bencana alam yang akan menimpa daerah Sulsel.

Tepat jelang akhir bulan, banjir bandang pun datang dan menerjang beberapa daerah di Sulsel. Tak hanya membuat jembatan penghubung dua desa terpencil ambruk dan menenggelamkan sejumlah permukiman warga. Dari hasil pendataan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), terdapat 28 orang meninggal dunia dan puluhan lainnya hilang terseret banjir.

Peristiwa besar itu pun cukup menyita perhatian masyarakat Indonesia secara luas. Kemudian peristiwa heboh lainnya yakni kabar pelarangan penggunaan cadar di SMPN 29 Makassar yang sempat diklarifikasi oleh pihak sekolah jika hal itu tak benar.

Tak sampai di situ peristiwa heboh lainnya yakni ledakan dahsyat yang terjadi di Kantor Kejaksaan Negeri Pare-Pare.

Ledakan skala besar itu pun sempat menghebohkan masyarakat karena dikabarkan terkait dengan aksi teror, meski belakangan diketahui sumber ledakan berasal dari barang bukti ratusan detenator bom ikan yang telah dimusnahkan dengan cara dikubur menggunakan cor semen.

Berikut rangkuman peristiwa besar yang sempat menyita perhatian masyarakat Sulsel khususnya sepanjang tahun 2019.

 


Fenomena Awan Menyerupai Tsunami Hiasi Langit Bandara Hasanuddin

Fenomena Awan Menyerupai Tsunami Hiasi Langit Bandara Hasanuddin (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Awan tebal mirip seperti ombak tinggi tsunami menghiasi langit di kawasan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Kabupaten Maros, Sulsel, Selasa 1 Januari 2019.

Muhammad Fajrin, seorang petugas salah satu maskapai penerbangan di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Kabupaten Maros, Sulsel mengatakan fenomena awan unik tersebut berlangsung selama 15 menit.

"Awalnya muncul dari pukul 08.00 Wita. Yah kurang lebih 15 menit berlangsungnya," kata Fajrin via pesan singkat.

Kemunculan fenomena bentuk awan tersebut, lanjut Fajrin, tak hanya menggegerkan masyarakat pengguna jasa bandara, melainkan para petugas bandara pun tertarik untuk mengabadikan momen langkah pada awal tahun 2019 itu.

"Awalnya hanya mendung biasa dan cuacanya gelap sekali. Tidak lama berselang, angin cukup kencang dan terbentuk awan ombak yang jalan, itu terjadi sekitar 10 sampai 15 menit sebelum awannya terbongkar," jelas Fajrin.

Fenomena bentuk awan yang menyerupai gelombang tsunami itu, kata dia, hanya menghasilkan hujan gerimis.

"Saya melihat proses terjadinya awan membentuk ombak itu karena dorongan angin," tutur Fajrin.

General Operasi AirNav Kantor Cabang MATSC, Davitson Aritonang mengatakan jika fenomena awan itu tidak menganggu penerbangan di atas wilayah pengaturannya.

"Sampai saat ini, kami tidak mendengarkan laporan gangguan penerbangan, jadi aktivitas penerbangan normal," Davitson mengatakan saat itu.

Terpisah, Dwi Lestari Sanur, prakirawan BMKG Wilayah IV Makassar menjelaskan bahwa fenomena awan yang menyerupai gelombang ombak tinggi tersebut merupakan peristiwa alam yang dikenal dengan nama cell awan cumulonimbus.

Cell awan cumulonimbus yang cukup besar, kata Dwi, biasanya menimbulkan hujan deras disertai kilat atau petir juga angin kencang.

"Untuk periode luruhnya awan tersebut tergantung besarnya bisa hingga 1-2 jam," kata Dwi via pesan singkat.

Menurutnya, dari hasil prakiraan BMKG, fenomena bentuk awan yang menyerupai gelombang ombak tinggi tsunami tersebut, saat ini pertumbuhannya juga berpotensi terjadi di beberapa wilayah di Sulsel.

"Khususnya pesisir barat dan selatan," Dwi menandaskan.

 


Banjir Bandang dan Longsor Menerjang Sulsel

Banjir bandang dan tanah longsor terjang beberapa daerah di Sulsel (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Hingga hari kedua, hujan lebat disertai angin kencang masih terjadi di beberapa Kabupaten di Sulawesi Selatan (Sulsel). Akibatnya, banjir menggenangi permukiman warga.

Rina Arifah, warga BTN Asabri Blok E7, Desa Moncongloe Lappara, Kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros, Sulsel misalnya, mengaku memilih bertahan di rumahnya meski genangan air setinggi pinggang orang dewasa mulai mengelilingi kompleks perumahan tempatnya tinggal.

"Mau ke mana juga, jalan keluar menuju kota Makassar sudah tak bisa dilalui dari kemarin, hampir semua ruas jalan banjir, ini sudah setinggi pinggang orang dewasa," kata Rina kepada Liputan6.com, Rabu 23 Januari 2019.

Rina berharap bantuan pemerintah daerah Maros segera datang. Meski dirinya tahu kemungkinan pihak pemerintah juga sibuk memantau banjir di beberapa titik lainnya yang ada di Kabupaten Maros.

"Banjir kali ini lumayan besar dibanding tahun kemarin. Hampir daerah resapan sudah tak ada dan sudah terbangun perumahan. Ini lebih parah," terang Rina.

Yang membuat gelisah, kata Rina, ia bersama keluarganya tak bisa leluasa dalam beraktivitas, lantaran listrik padam sejak kemarin, apalagi alat komunikasi kehabisan daya, mati total, dan tak bisa digunakan.

Hampir sama dengan kondisi perumahan yang bersebelahan dengan kompleks perumahan tempat tinggal Rina. Ratusan warga yang tepatnya berdomisili di Blok 10 Antang, Kecamatan Manggala, Makasssar bahkan sejak semalam mulai dievakuasi oleh tim Basarnas dan Pemda Kota Makassar karena genangan air sudah melebihi batas normal.

"Di sini sejak semalam rumah semuanya sudah terendam dan tidak memungkinkan untuk bertahan," ucap Hartati warga Blok 10, Antang, Kecamatan Manggala, Makassar itu.

Ia mengaku selain kompleks perumahannya berada di dataran rendah, juga sangat dekat dengan bantaran sungai. Dan hampir tiap tahun menjadi langganan banjir.

"Setiap hujan lebat sehari saja, genangan air sudah tinggi. Air sungai juga pasti meluap sehingga kompleks tentu tergenang air dan itu terjadi tiap tahunnya," kata Hartati.

Hartati bersama keluarganya mengaku untuk sementara memilih menginap di masjid yang berada di pinggiran jalan yang lokasinya lebih tinggi. Selain itu, warga lainnya juga ada yang untuk sementara menginap di rumah kerabatnya yang tidak berdampak banjir.

"Sebenarnya was-was juga ada saat kami tinggalkan rumah. Takutnya kami kemalingan. Tapi pikir-pikir juga nyawa yah kami terpaksa mengungsi ke tempat yang aman untuk sementara," ungkap Hartati menambahkan.

Menurut data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sulawesi Selatan (BPBD Sulsel), setidaknya dari peristiwa banjir dan longsor yang terjadi beberapa hari itu di Sulsel, telah menelan korban jiwa terdiri dari 26 orang dinyatakan meninggal dunia.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sulawesi Selatan (BPPB Sulsel), Syamsibar mengatakan total korban jiwa akibat bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi di 10 kabupaten dan kota di Sulawesi Selatan (Sulsel) itu, masing-masing 12 orang di Kabupaten Gowa, Jeneponto 10 orang dan Kabupaten Maros sebanyak 4 orang.

"Jadi sampai saat ini data masuk yang kita rilis itu ada 26 orang korban meninggal dunia," kata Syamsibar, Kamis 24 Januari 2019.

Sementara itu data yang dirilis BPBD Sulsel melalui Crisis Media Center pemprov hingga 23 Januari 2019, pukul 23.10 WITA, total korban terdampak bencana banjir sebanyak 3.914 kepala keluarga (KK) atau 5.825 jiwa, 26 orang meninggal dunia, 24 orang hilang, sakit 46 orang dan korban yang mengungsi 3.321 jiwa.

"Korban terdampak bencana yang mengungsi di atas 3.000," tutur Syamsibar.

 


Kisruh Larangan Penggunaan Cadar di SMPN 29 Makassar

Kabar pelarangan bercadar di SMPN 29 Makassar jadi viral (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Kabar pelarangan siswa bercadar oleh pihak Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 29 Makassar cukup menghebohkan masyarakat.

Kepala Sekolah SMPN 29 Makassar, Abdul Latif yang ditemui Liputan6.com mengatakan kabar adanya pelarangan penggunaan cadar terhadap salah satu siswanya tersebut tidaklah benar.

Yang ada, kata dia, salah satu siswanya yang dimaksud, saat itu hanya diminta membuka penutup wajahnya saat mengikuti pelajaran di ruang kelas. Apalagi kemarin, lanjut dia, siswa yang dimaksud sedang mengikuti pelatihan diskusi pelajaran bahasa Indonesia.

"Penutup wajahnya hanya diminta dibuka saat mengikuti pelajaran di dalam ruangan. Itu untuk memudahkan interaksi apalagi kemarin kegiatan diskusi pelajaran Bahasa Indonesia," kata Latif saat ditemui di SMPN 29 Makassar, Rabu 20 Mei 2019.

Setelah aktivitas belajar mengajar di ruangan selesai, siswa yang dimaksud dipersilahkan kembali jika ingin menggunakan penutup wajah.

"Jadi tidak ada pelarangan karena itu menyangkut hak. Hanya kami berharap ketika dalam ruangan atau proses belajar mengajar berlangsung mungkin lebih baik penutup wajahnya dibuka agar mempermudah interaksi dengan guru," terang Latif.

Perubahan penampilan siswanya yang bernama Putri Ainul Ramadhani itu, diakui Latif, nanti tampak pada saat ia duduk di bangku kelas IX SMPN 29 Makassar dan menjadi mualaf.

Meski demikian, perubahan penampilannya itu tidak menjadi masalah bagi pihak SMPN 29 Makassar. Hanya saja, pihak sekolah menyarankan agar Ainul bisa membuka penutup wajah saat mengikuti pelajaran di ruangan kelas.

"Karena itu semata mempermudah komunikasi maupun interaksi dengan gurunya saat proses belajar mengajar berlangsung," ujar Latif.

Terpisah, Wali Kota Makassar, Moh Romdhan Pomanto mengatakan pihaknya segera akan memanggil Kepala Sekolah SMPN 29 Makassar untuk meminta klarifikasi terkait kabar adanya pelarangan cadar terhadap siswanya tersebut.

"Saya harus menanyakan dulu alasan Kepseknya soal itu. Kalau ada hal-hal tertentu seperti mau foto dan lainnya yang membutuhkan cadar dibuka sementara saya kira itu tidak jadi masalah," kata Danny sapaan akrab Wali Kota Makassar tersebut.

Yang menjadi diskriminatif, kata Danny, ketika pihak sekolah melarang penggunaan cadar kepada siswanya yang dimaksud karena menganggapnya merupakan bagian dari radikalisme.

Radikalisme, menurutnya, bukan penampilan karena menggunakan cadar. Namun, ucap dia, radikalisme itu adalah sikap atau perbuatan.

"Itu yang tidak boleh. Cadar itu adalah hak seseorang untuk mengikuti syariat yang diyakininya. Orang mau melindungi auratnya dengan cara-cara islami yang dipahaminya itu tak boleh dilarang dan dicap sebagai radikal," terang Danny.

 


Ledakan Dahsyat di Kantor Kejari Pare-Pare

Ledakan skala besar terjadi di halaman belakang Kantor Kejari Pare-Pare (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Ledakan dahsyat terjadi di Kantor Kejaksaan Negeri Pare-Pare, Sulsel, Selasa 19 November 2019 sekitar pukul 15.00 Wita.

Pelaksana tugas Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kasi Penkum Kejati Sulsel), Andi Usama mengatakan ledakan skala besar tersebut berasal dari bekas barang bukti detenator bom ikan yang telah dimusnahkan bulan lalu.

"Ledakannya dari bekas detenator bom ikan yang telah dimusnahkan bulan lalu dengan cara ditanam dan dicor beton," terang Usama.

Meski demikian, ia menyerahkan seluruh penyelidikan atas peristiwa ledakan di Kantor Kejari Pare-Pare tersebut ke pihak kepolisian.

"Saat ini pihak kepolisian sedang mendalami penyebab meledaknya bekas detenator bom ikan yang telah dimusnahkan bulan lalu itu," jelas Usama.

Untung saja, kata dia, akibat dari ledakan tersebut tidak mengakibatkan timbulnya korban jiwa. Hanya beberapa kerusakan yang terjadi di halaman sekitar lokasi belakang kantor Kejari Pare-Pare tersebut.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya