Liputan6.com, Garut - Kalender 2019 bakal segera berganti dalam hitungan hari. Banyak ragam cerita dan berita yang dialami masyarakat Garut, Jawa Barat, selama satu tahun terakhir.
Berikut kilas balik berita besar yang terjadi di kota Intan 'Pangirutan' Garut, sebagai bahan catatan ke depan semua pihak agar lebih baik lagi.
Ini 6 peristiwa besar di Garut, yang menjadi pembahasan masyarakat luas, yang terjadi sejak Januari lalu hingga awal hingga saat ini. Liputan6.com merangkumnya dalam kaleidoskop 2019.
1. Marak Kasus Pencabulan
Dalam catatan, nyaris sepanjang tahun berita kasus pencabulan yang terjadi di kabupaten Garut, cukup menyedot perhatian publik. Tercatat sejak April hingga November bulan lalu, kasus tersebut kerap menghiasi pemberitaan masyarakat.
Diawali, kasus belasan belasan siswa Sekolah Dasar (SD) yang menjadi korban sodomi kakak kelasnya di bangku SMP Rabu (24/4/2019). Sedikitnya ada 19 siswa SD di Desa Margawati, Garut, menjadi korban.
Sementara, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Daerah Tasikmalaya, mencatat jumlah korban praktik 'kukudaan' bertambah menjadi 32 anak.
Baca Juga
Advertisement
Kasus kedua, dilakukan RGS (26), dukun palsu sekaligus guru ngaji di wilayah Cisewu, Garut Selatan. Dengan leluasa tersangka mampu mencabuli 20 anak baru gede alias ABG.
Delapan di antaranya sudah disetubuhi, sedangkan sisanya diperlakukan tak senonoh.
"Setelah kami telusuri ternyata benar," ujar Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna (15/5/2019) saat itu.
Menurutnya, pengungkapan kasus pencabulan puluhan ABG yang dilakukan tersangka, berasal dari laporan salah satu orangtua korban ke Polsek Cisewu.
Tak lama, akhirnya tersangka pun dibekuk petugas kepolisian. Akibat kelakuannya, tersangka akhirnya menikmati jeruji besi.
Kasus ketiga terjadi pada bulan Juli. Terhitung dalam kurun waktu dua pekan terakhir pada bulan itu, tiga kasus pencabulan yang melibatkan ayah korban terhadap anak kandung dan anak tiri, berhasil diungkap jajaran Polres Garut.
UR (42) warga Kecamatan Malangbong, Garut, tega mencabuli NA (15), buah hatinya hingga melahirkan seorang bayi, serta AR (32) mencabuli Bunga (13), nama samaran, anak tirinya hingga hamil.
Kemudian berlanjut ke bulan Agustus, saat OH (70), nekat mencabuli Melati (nama samaran), anak tirinya sendiri hingga hamil lima bulan.
Terakhir D (74) yang terciduk akibat mencabuli bocah perempuan, yang merupakan tetangganya di Kampung Cangkudu, Desa Cibiuk Kidul, Kecamatan Cibiuk, Kabupaten Garut, November bulan lalu.
Untuk memberikan pertolongan bagi korban, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut turun ke lapangan.
"Untuk sementara korban ditempatkan di rumah aman P2TP2A dan berada dalam perlindungan lembaga," ujar Ketua P2TP2A Garut Diah Kurniasari Gunawan, saat itu.
Bupati Garut Rudy Gunawan menyatakan, sebagian besar kasus inces, termasuk kasus pencabulan terhadap anak tiri, karena faktor ekonomi.
Kasatreskrim Polres Garut AKP Maradona Mappaseng mengakui, kasus pencabulan yang melibatkan ayah kandung termasuk ayah tiri, mengalami peningkatan dibanding tahun lalu.
"Tahun lalu hanya satu, sekarang tahun berjalan sudah dua," kata dia dalam pesan singkatnya.
2. Heboh Presiden Sensen Pilihan Pengikut Negara Islam Indonesia
Di tengah euforia kemenangan Presiden Jokowi dalam Pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) April lalu, para pengikut nabi palsu Sensen Komara, justru membuat kegaduhan.
Dipimpin Hamdani, salah satu pengikutnya, mereka memproklamasikan pimpinan mereka menjadi Presiden Pusat Republik Indonesia.
Dalam dua surat pernyataan yang mereka buat, disebut, Sensen Komara sebagai presiden yang sah bagi pengikut Negara Islam Indonesia (NII) saat ini.
Surat pertama tertanggal 9 Juni 2019 (7 Syawal 1440). Nara Sopandi, yang mengaku sebagai Santri Ulama Pancasila menyatakan, jika Sensen Komara sebagai Imam Negara Islam Indonesia, Rasul Allah dan sebagai Presiden Republik Indonesia NKRI pusat.
Sedangkan surat kedua, tanggal 11 Juni 2019 dan diketik. Hamdani pengikut NII lainnya, kembali menyatakan Sensen Komara sebagai Presiden Pusat Republik Indonesia, sekaligus Imam Negara Islam Indonesia Rasul Allah.
Dalam surat kedua itu, terdapat juga dukungan yang disebutkan sebagai ulama besar, Jenderal bintang IV angkatan udara Negara Islam Indonesia, Abdul Rosyid. Kecamatan Caringin, Garut, ikut dicantumkan sebagai lokasi dikeluarkannya surat pengangkatan nabi palsu itu sebagai presiden.
Sontak upaya makar itu langsung diciduk petugas kepolisian, Nara Sopandi dan Hamdani diamankan untuk dimintai keterangan. Belakangan diketahui jika Hamdani, kerap berulah, ihwal dugaan makar itu.
Atas perbuatannya, Hamdani dan Nara dijerat Pasal 156 a KUHP mengenai penistaan dan penodaan terhadap suatu agama, serta Pasal 64 KUHP tentang perbuatan berulang, dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.
Advertisement
3. Guru PNS Pembawa Pesan Rusuh Usai Pilpres
Satu bulan setelah pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) berlangsung, masyarakat Garut dikejutkan beredarnya ancaman peledakan bom dan makar di wilayah Jakarta.
Pesan itu sengaja disebar untuk menolak hasil pelaskanaan pilpres yang telah dilaksanakan seluruh rakyat Indonesia.
AS (54), seorang guru pendidikan agama di SMA Kecamatan Cibatu, dengan sengaja meyebarkan ancaman itu menggunakan telepon selulernya Kamis (16/5/2019) malam.
"Dia berstatus pegawai negeri sipil," ujar Kepala Bidang Humas Polda Jabar Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko, saat itu.
Menurutnya, AS ditangkap karena diduga melakukan tindak pidana menyebarkan ancaman teror bom massal di Jakarta melalui media sosial, sehingga ulahnya berpotensi menimbulkan keresahan di masyarakat.
Berikut pesan singkat yang AS sebarkan. "Mari Hancurkan Perusak NKRI. Undangan Pengeboman Massal di Jakarta. Perang Badar dilakukan ketika Ramadan, mari kita berperang di bulan Ramadan ini. Ingat tanggal 21-22 Mei.”
Pesan selanjutnya yakni "Catatan : bagi yang ingin membantu jihad kami, dapat datang ke Jl HOS Cokroaminoto Nomor 91, Menteng, Jakarta untuk mengambil peralatan peledakan (jangan membawa antum) #2019PrabowoHarusPresiden #KPUCurang".
Atas dasar itulah, polisi langsung menetapkan status tersangka bagi AS, untuk diproses secara hukum.
"Yang jelas ini semua hoaks, pelaku asal menyebarkan informasi yang diterimanya, disebarkan tersangka ke beberapa grup WhatsApp," ujar Trunoyudo.
Akibat perbuatannya, AS dijerat Pasal 6 UU RI Nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dan Pasal 15 UU RI Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancamanan hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.
4. Dugaan Korupsi Berjemaah Nodai Masa Purna Anggota DPRD Garut
Masa purna anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut periode 2014-2019, tidak nyaman, akibat dugaan korupsi berjemaah.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut, terus melakukan pemeriksaan, mengungkap dugaan kasus korupsi berjemaah pokok pikiran (Pokir) dan Biaya Operasional Pimpinan (BOP) anggaran 2017/2018.
Rencananya awal pekan ini atau pertengahan Desember, korps Adhyaksa Kejaksaan segera mengumumkan ke publik ihwal pengungkapan dugaan korupsi berjemaah tersebut.
"Secepatnya kita umumkan setelah seluruh penyidikan selesai," ujar Kepala Kejaksaan Azwar, beberapa waktu lalu.
Terhitung sejak Juli lalu hingga awal Desember ini, sudah lebih 30 orang dari 50 bekas anggota dewan diperiksa. Menurut Azwar, upaya maraton pemeriksaan, digeber untuk mengejar target pengungkapan kasus korupsi berjemaah itu selesai akhir tahun ini.
Ketua Garut Governance Watch (GGW) Agus Gandi mengatakan, bola panas dugaan korupsi berjemaah dua kasus tersebut, berada di tangan penyidik kejaksaan.
"Tinggal menunggu keberanian penyidik," ujarnya, Selasa (16/7/2019) lalu.
Menurutnya, penyelidikan kasus itu harus dilakukan secara menyeluruh untuk mengungkap seluruh aktor yang terlibat.
"Jangan sampai ada lobi-lobi khusus untuk menyelesaikan kasus, sehingga mengorbankan bawahan agar aktor intelektualnya bisa lepas," papar dia.
Berdasarkan kajian yang dilakukan lembaganya, ditemukan adanya indikasi dugaan korupsi bekas dewan tersebut.
Dalam praktiknya, para pengusaha atau rekanan yang akan melakukan pekerjaan itu, sengaja memberikan Down Payment (DP) atau pelicin, untuk memuluskan proyek yang akan mereka garap.
Akibatnya, banyak pekerjaan yang dilakukan di lapangan tidak sesuai harapan, karena pengerjaan yang asal-asalan. "Sejak 2014 sampai 2018 sudah terjadi, namun baru kali ini saja muncul soal pokir ini," kata Agus.
Hal senada disampaikan Ketua Aliansi Masyarakat dan Pemuda Garut (AMPG), Ivan Rivanora. Menurutnya, praktik dugaan korupsi program Pokir sudah berlangsung lama dengan space ‘kue’ yang telah ditentukan.
"Rata-rata untuk pimpinan itu antara Rp 3 sampai Rp 5 miliar, sedangkan anggota itu Rp 1 sampai Rp 1,5 miliar," ungkapnya.
Dalam paktiknya, seluruh aspirasi yang dibawa anggota dewan, kemudian dibahas di badan anggaran (banggar), untuk disahkan di tingkat paripurna.
"Mereka (Banggar) ini yang merumuskan anggaran ke si A berapa, ke si B berapa, merekalah yang atur dan tentukan besarannya," papar dia.
Walhasil, sesuai penelusuran di lapangan, rata-rata pengerjaan proyek hanya berkisar sekitar 30 persen, dari anggaran yang sudah ditetapkan dalam proyek.
"Memang dewan ini kan tak lepas dari konstituen dan partai, namun gaya hidup juga sudah mempengaruhi mereka," papar dia.
Advertisement
5. Kehebohan Video Syur 3 in 1 'Vina Garut'
Memasuki bulan kemerdekaan Republik Indonesia, warga Garut dikejutkan dengan kemunculan video asusila 'Vina Garut, yang berisikan adegan seks bebas yang dilakukan seorang perempuan bersama tiga pria (gangbang).
Bahkan dalam mesin pencarian berita Google, kata kunci 'Vina Garut' langsung menjadi trending topic. Saat ini, kasus Vina Garut, sudah masuk ranah persidangan di meja hijau Pengadilan Negeri Garut.
Dalam keterangan kepada penyidik, Vina, salah satu terdakwa dalam video itu mengaku, awalnya pembuatan video itu hanya bermotif mencari sensasi berhubungan badan sepasang suami istri, yang ia lakukan bersama Rayya, pelaku lain dalam video itu.
Namun belakangan motif itu berubah menjadi ekonomi, seiring masuknya pelaku lain dalam adegan gangbang tersebut.
Rayya (Almarhum) sengaja menjual adegan ranjang itu lewat sosial media Twitter kepada khalayak luas untuk mencari keuntungan semata.
Sontak video tersebut langsung viral, penyidik kepolisian yang mendapatkan informasi itu langsung melakukan pengejaran. Hasilnya satu persatu pelaku dalam video vina itu langsung diamankan.
Dimulai dengan Vina, Kemudian Rayya, hingga Welly dan Dodi, dua nama yang ditangkap di dua tempat berbeda dengan selisih waktu beberapa bulan.
Kecuali Rayya yang kasusnya dihentikan setelah meninggal dunia, tiga terdakwa kasus video syur 'Vina Garut', yakni Vina, Wely dan Dodi terancam pasal berlapis.
"Untuk memberikan efek jera," ujar Dapot Dariarma, salah satu Jaksa Penuntut Umum, seusai persidangan di Pengadilan Negeri Garut.
Menurutnya, ketiga terdakwa pantas dijerat hukuman berlapis. Ketiganya, ujar dia, dijerat dua pasal sekaligus, dengan ancaman hukuman di atas lima tahun.
"Hukumannya berlaku bagi semua, karena dilakukan secara bersama-sama," ujar dia.
Beberapa pasal yang didakwakan yakni pasal 4 ayat 1 undang-undang pornografi dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara. Kedua, pasal 8 juncto 34 undang-undang pornografi dengan ancaman 10 tahun.
"Itu berlaku buat seluruh terdakwa," dia menegaskan.
6. Solar Langka Pengusaha Angkutan Garut Meradang
Menjelang pergantian tahun berlangsung, para pengusaha angkutan di Garut, dibuat resah. Pasokan solar bersubsisi yang diberikan Pertamina menipis. Akibatnya, antrean dan pembatasan pembelian tak terhindarkan.
"Setiap satu truk hanya diperbolehkan mengisi solar Rp 100 ribu, Ini jelas sangat memberatkan sebab tidak cukup," ujar Sigit Zulmunir (35), salah seorang pengusaha angkutan barang di Kecamatan Tarogong Kaler, Jumat (15/11/2019) lalu.
Menurutnya, kesulitan mendapatkan pembelian solar bersubsidi untuk kendaraan angkutan, mulai dirasakan dalam sepekan terakhir.
"Selain dibatasi juga sulit mendapatkannya," ujarnya geram.
Untuk mensiasati minimnya pasokan, ia terpaksa beralih menggunakan solar jenis dexlite seharga Rp10.220 per liter, atau dua kali lipat dibanding solar bersubsidi Rp 5.150 per liter.
"Sangat memberatkan terutama bagi pengusaha kecil seperti kami," ungkap dia.
Nanan Suryawan, Pemilik SPBU 34.441.15 Ciateul Garut mengaku, pengetatan jatah solar sudah berlangsung dalam sepekan terakhir.
"Biasanya bebas (kuota), sekarang paling 8.000 liter sehari," kata dia.
Kondisi ini tidak hanya berlaku di Garut, namun juga di wilayah Priangan Timur. Tak mengherankan di beberapa SPBU, stok solar bersubsidi kosong.
"Biasanya kalau satu SPBU kosong konsumen nyari ke SPBU yang ada sehingga antrian tak terhindarkan," kata dia.
Unit Manager Communication & Relations Pertamina MOR III, Dewi Sri Utami, menyatakan, hingga Oktober 2019 pendistribusian solar untuk Priangan Timur telah melebihi kuota.
"Bagi masyarakat pengguna bahan bakar diesel, Pertamina juga menyediakan varian BBM alternatif utk kendaraan bermesin diesel yakni Dexlite dan Pertamina Dex," kata dia.
Ia menambahkan sesuai Peraturan Presiden (Perpres) nomor 191 tahun 2014, peruntukan bio solar hanya ditujukan bagi rumah tangga, usaha mikro, usaha pertanian, usaha perikanan, transportasi, dan pelayanan umum.
Ketua Organda Garut, Yudi Nurcahyadi mengaku, sejak kelangkaan solar meluas, lembaganya terus mendapatkan keluhan pengusaha angkutan.
Bahkan untuk mendapatkan solar, tak jarang mereka mencari hingga wilayah Bandung. "Kelangkaan solar itu cuma terjadi di Priangan Timur, untuk daerah lain ternyata masih tersedia," kata dia.
Gayung bersambut, Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Garut, memastikan pasokan solar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) sudah aman.
Juru bicara Hiswana Migas Garut, Evi Alvian mengatakan, untuk menutupi kelangkaan solar, lembaganya telah menambah pasokan hingga 20 persen untuk wilayah Priangan Timur.
"Jadi saya pastikan sekarang persediaan solar di Garut sudah tersedia aman," ujarnya, Kamis (21/11/2019).
Berdasarkan hasil laporan dari lapangan, mayoritas pasokan solar SPBU di kabupaten Garut dan wilayah Priangan Timur sudah kembali normal.
"Sekarang tidak ada lagi antrean pembelian solar," katanya.
Untuk memastikan hal itu, lembaganya ujar dia terus melakukan pantauan termasuk berkoordinasi dengan seluruh pemilik SPBU, untuk memastikan pendistribusian solar.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement