Liputan6.com, Banten - Eduard Douwes Dekker atau yang dikenal dengan nama pena Multatuli atau Max Havelaar merupakan penulis Belanda yang menorehkan catatan-catatan sejarah masa penjajahan Belanda. Sejumlah tulisannya menceritakan perlakuan tidak manusiawi para penjajah kepada bangsa Indonesia.
Jejak Multatuli tersisa di tanah Banten. Semuanya yang tersisa dari tokoh pejuang ini tersimpan di sebuah museum yang diberi nama sama dengan namanya.
Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Banten Eneng Nurcahyati mengatakan, museum ini merupakan museum dengan tema spesifik, yaitu tentang seorang Multatuli Eduard Douwes Dekker, yang diambil pada masa kolonialisme di Lebak, Banten.
"Museum Multatuli berada di atas bangunan bekas kawedanan tahun 1930-an. Museum anti kolonialisme ini dirancang dengan tata pamer modern, dengan audio visual yang menarik dan interaktif. Lewat alur cerita yang dibangun, diharapkan dapat memberi inspirasi bagi para pengunjung," ujarnya, dilansir dari laman resmi Dinas pariwisata Provinsi Banten.
Baca Juga
Advertisement
Menurut Eneng, kunjungan ke Museum Multatuli ini dapat memperkenalkan secara langsung tentang destinasi Banten yang memiliki nilai budaya dan sejarah.
"Dari sini, para peserta mendapat informasi terkini tentang destinasi wisata di Banten. Sebab, banyak destinasi budaya dan sejarah di daerah ini yang sudah mengalami perubahan atau direvitalisasi. Harapannya, destinasi ini nantinya bisa dijual menjadi paket-paket wisata," ucapnya.
Selain mengunjungi Museum Multatuli, lokasi yang bisa dikunjungi jika menjejakkan kaki di Banten, yakni perkampungan Badui Luar Ciboleger. Di sini, pengunjung bisa melihat langsung kehidupan suku Badui dan menikmati makan siang bersama ala Badui.
Suku Baduy sendiri merupakan suku pedalaman yang berada di Provinsi Banten. Di tengah kemajuan teknologi, mereka masih mempertahankan kearifan lokal. Memegang teguh budaya dan adat yang diwariskan nenek moyang, serta menampik segala kemewahan teknologi dan hidup dengan bersahaja. Semua kegiatan dilakukan serba manual.
Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemenpar Rizki Handayani menjelaskan, ada alasan tersendiri kenapa trip ini mengangkat potensi wisata sejarah dan budaya. Menurutnya, dua hal tersebut sudah seperti dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan.
"Kita tahu, keberagaman budaya menjadi citra kuat Indonesia di mata dunia. Kekayaan ini jelas tak lepas dari perkembangan sejarah. Sejarah yang dilalui bangsa Indonesia sejak zaman pra sejarah hingga era modern," tuturnya.
Rizki menambahkan, dampak dari sejarah panjang itu membuat Indonesia memiliki banyak peninggalan budaya. "Peninggalan itu kemudian kita coba manfaatkan sebagai daya tarik wisata. Harapannya, ini mampu mendatangkan wisatawan, baik dalam maupun luar negeri," dia menandaskan.
Akhmad Mundzirul Awwal/PNJ
Simak video pilihan berikut ini: