FKUB Kotim Sebut Radikalisme Muncul karena Ketidakadilan dan Kesenjangan Ekonomi

Anggota FKUB Kabupaten Kotim M Sahlin HB mengatakan, faktor agama bukanlah pemicu utama tumbuhnya radikalisme.

oleh Achmad Sudarno diperbarui 07 Des 2019, 02:03 WIB
Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Kota Waringin Timur (Kotim) Saat Forum Grup Discusion di Mapolres Kotim, Kalimantan Tengah, Jumat 6 Desember 2019. (Foto: Achmad Sudarno/Liputan6.com)

Liputan6.com, Kotawaringin Timur - Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Kota Waringin Timur (Kotim) menilai, gerakan radikalisme dan terorisme tidak muncul dengan sendirinya.

Radikalisme muncul karena beberapa faktor. Di antaranya ketidakadilan dalam berbagai bidang dan bentuk.

Anggota FKUB Kabupaten Kotim M Sahlin HB mengatakan, faktor agama bukanlah pemicu utama tumbuhnya radikalisme dan budaya kekerasan. Faktor utamanya lebih pada kekecewaan di bidang ekonomi, hukum, kesenjangan sosial dalam bentuk kemiskinan.

"Kami melihat radikalisme ini faktor utamanya karena tidak ada keadilan. Tidak ada keadilan segala hal ini maka fenomena terorisme dan radikalisme akan muncul," kata Sahlin saat forum grup discusion di Mapolres Kotim, Kalimantan Tengah, Jumat 6 Desember 2019.

Ketidakadilan itu, lanjut Sahlin, bisa menyebabkan seseorang dengan mudah terpapar bahkan nekat melakukan tindakan radikal hingga terorisme.

"Masyarakat yang memiliki pemahaman sempit cenderung untuk memisahkan diri dari masyarakat atau eksklusivitas lalu terpapar radikalisme," terangnya.

Oleh karenanya, perlu ada solusi nyata dari pemerintah pusat maupun daerah. Misalnya, meningkatkan sumber daya manusia, menyejahterakan hidup masyarakat, serta mendorong para pengusaha untuk bahu membahu mengeluarkan masyarakat dari kemiskinan.

"Usaha-usaha pemerintah sudah mulai bagus, tapi belum sepenuhnya melaksanakan amanahnya. Bagi mereka yang berpikiran sempit akhirnya mereka berfikir yang macam-macam. Ini menimpali," kata dia.

Untuk di Sampit, ia t belum menemukan adanya kelompok masyarakat yang terpapar paham radikalisme. Namun begitu, tidak menutup kemungkinan bahwa Sampit berpotensi menjadi daerah penyebaran paham radikal.

Apalagi, daerah Sampit memiliki masa lalu kelam, daerah ini pernah terjadi konflik antarentnis pada medio 2000.

"Untuk sementara di Sampit ini belum ada. Tapi kita harus waspada, deteksi dini, jangan sampai benih-benih itu muncul. Ini bisa bahaya," kata dia.

Hingga kini, FKUB Kotim bersama institusi kepolisian dan pemerintah terus berkoordinasi agar peristiwa berdarah itu tak terulang.

"Apabila ada potensi yang bisa menimbulkan gangguan langsung kita berembug dan lakukan mediasi," ujarnya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Cegah Penyebaran Berita Hoaks

Sementara itu Kasat Intelkam Polres Kotim, AKP Refin Manggala Putra mengatakan, Kotim memiliki masa lalu kelam sehingga sangat mudah disusupi oleh kelompok radikal yang ingin membuat situasi Indonesia khususnya Sampit kembali menjadi tidak kondusif.

"Gesekan itu pasti ada. Jadi kejadian sekecil apapun langsung kita lakukan antisipasi secepat mungkin," kata dia.

Misalnya, ada pertikaian antar remaja yang melibatkan dua suku. Pihak kepolisian langsung menindaklanjuti dan memproses secara hukum. Kemudian, menyampaikan informasi yang sebenarnya secara cepat melalui tokoh adat, OKP, tokoh masyarakat dan lainnya untuk. Hal ini dilakukan untuk berkembangnya berita hoaks yang dapat memicu terjadinya konflik SARA.

"Seperti kasus beberapa bulan lalu. Kasus tersebut langsung ditangani dan masing-masing tokoh adat kita kumpulkan untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Karena medsos lebih cepat menyebar," kata dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya