Liputan6.com, Bandung - Ada pemandangan tak biasa di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri A Kota Bandung, Jumat (6/12/2019). Peringatan Hari Disabilitas Internasional yang sejatinya jatuh pada 3 Desember, mereka rayakan dengan berbagai kegiatan. Salah satu yang menarik adanya kertas-kertas berisi harapan banyak pihak di sekolah tunanetra tertua di Asia Tenggara ini.
Secara kasat mata, kertas-kertas tersebut memang tak terlihat berbeda. Namun saat diteliti dari dekat, terdapat lubang-lubang kecil yang menandai penggunaan huruf braille.
Satu per satu para siswa disabilitas membaca huruf braille yang digantungkan pada seutas tali itu. Isi kertas tersebut antara lain berisi dukungan kepada SLBN A Kota Bandung yang tengah menghadapi kisruh kepemilikan lahan sekolah tunanetra ini.
Baca Juga
Advertisement
Salah satunya harapan yang disampaikan Yudi asal Bandung. "Semoga SLBN-A tidak dipindahkan. Tetap di Jalan Pajajaran No. 52".
Mei Tiara, salah satu yang ikut menyampaikan harapannya di kertas braille menuliskan, "Jangan pindahkan sekolah kami untuk masa depan adik-adik kami".
Penyampaian harapan dalam tulisan braille tersebut digagas Forum Penyelamat Pendidikan Tunanetra. Forum yang terdiri dari pemerhati, masyarakat, pengajar, mahasiswa, pelajar disabilitas bahkan alumni di sekolah tunanetra ini sebagai momen mewujudkan peningkatan akses layanan pendidikan bagi SLB Negeri A Kota Bandung yang bertepatan di Hari Disabilitas Internasional.
Istimewanya, acara ini turut dihadiri 46 perwakilan negara yang merupakan delegasi Global Alliance For Justice Education Conference. Kehadiran mereka semakin menguatkan dukungan pada SLBN A Kota Bandung agar tetap menghuni bangunan yang sudah berdiri sejak 1901 tersebut.
Kisruh yang Berlarut
Masalah yang dihadapi oleh SLBN A Kota Bandung ternyata sudah berlangsung cukup lama dan berlarut-larut.
Diketahui, SLB ini berdiri pada 1901 dengan nama Bandoengsche Blinden Instituut atau Rumah Buta Bandung, yang didirikan dokter ahli mata asal Belanda, C.H.A Westhoff. Dia yang sejak awal memberikan perhatian pada kondisi para penyandang tunanetra sehingga kemudian Bandung memiliki rumah buta.
Pada 1946, Rumah Buta Bandung berubah menjadi sekolah Rakyat Istimewa dan menjadi Sekolah negeri oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 1962.
Memasuki 1981, pada saat terjadi kondisi krisis ekonomi, Badan Pembina Wyata Guna, mengalihkan pengelolaan kompleks Wyata Guna yang di dalamnya terdapat Panti Rehabilitasi Penyandang Cacat Netra (PRPCN) dan SLB kepada Departemen Sosial kala itu.
Namun ketika 1986, tanah kompleks Wyata Guna disertifikatkan dan dikuasai secara sepihak oleh Departemen Sosial. Keberadaan SLB yang sudah ada sebelumnya pun tidak dipertimbangkan. Bahkan sejak saat itu sampai sekarang SLB tidak bisa membangun karena untuk merenovasi diperlukan sertifikat tanah.
Sementara pihak SLB berpijak pada fungsi penggunaan atas tanah di kompleks Wyata Guna seperti yang tercantum pada sertifikat SK Gubernur Nomor 593321/SK294/DITAG/1986 dengan sertifikat No. B. 1190254, B 1190255, B 1190256.
SK dan sertifikat tersebut menyatakan bila sebelumnya lahan berfungsi sebagai Panti Rehabilitasi Penyandang Cacat Netra (PRPCN). Namun kini berubah menjadi Balai dengan fungsi yang berbeda.
"Tanahnya masih atas nama Kemensos. Tapi SK-nya atas nama Gubernur Jawa Barat berupa hak pakai. Di dalam sertifikat, peruntukan di dalamnya termasuk SLB, oleh karena itu kita mempertahankan peruntukan kita," kata Ketua Forum Penyelamat Pendidikan Tunanetra Ahmad Basri Nursikumbang.
Belakangan diketahui bahwa dokumen kepemilikan lahan seluas lima hektare tersebut menjadi dua. Kemensos mengantongi sertifikat lahan dari Badan Pertanahan Nasional, sedangkan Pemprov Jabar pun memiliki penyerahan aset dari Kementerian Keuangan.
Ahmad Basri menjelaskan, pihaknya sudah berupaya mencarikan solusi atas persoalan ini. Pada 2012 dan 2014, mereka meminta mediasi ke Komnas HAM. Teranyar, pada 30 September 2019, forum juga meminta mediasi kepada Ombudsman Pusat.
"Tahapan mediasi sudah kita lakukan ke berbagai instansi. Ombudsman saat ini yang punya langkah paling maju," ujarnya.
Ahmad Basri berharap, Menteri Agraria dan Tata Ruang melalui Badan Pertanahan Nasional Kota Bandung, untuk segera menerbitkan Sertifikat Hak Pakai atas tanah di kompleks Wyata Guna untuk SLBN A Kota Bandung di bawah Pemprov Jabar.
"Hal itu sebagai wujud pelaksanaan Undang Undang No. 8 tahun 2016 dan pelaksanaan Undang Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah," katanya.
Advertisement
Renovasi Sekolah
Kepala Sekolah SLBN A Kota Bandung Wawan mengaku ada secercah harapan atas kisruh kepemilikan tanah SLB di kompleks Wyata guna. Pada pekan depan, akan dilaksanakan renovasi dua ruang kelas yang dananya bersumber dari Dinas Pendidikan Jawa Barat
"Alhamdulillah, jelang berakhirnya 2019 ini, dua ruangan kelas kami akan direnovasi. Mudah-mudahan pelaksanaannya dimulai Senin," katanya.
Upaya renovasi fisik sekolah menurutnya sebagai langkah maju. Karena sebelumnya, untuk merenovasi bangunan tidak bisa dilakukan karena diperlukannya sertifikat tanah.
Selain dua kelas, dia mengatakan, pada 2020 nanti akan dilakukan renovasi lanjutan.
"Di 2020, setelah proses administrasi berjalan baik, Pemprov Jabar melalui dinas pendidikan akan melanjutkan revitalisasi ruang kelas dan ruang tunjang sarana yang lain. Diharapkan 2020 ada perubahan standar sarana dan prasarana sekolah kami," ujarnya.
SLBN A Kota Bandung saat ini memiliki 78 siswa. Terdapat 12 ruangan untuk peserta didik jenjang SD, SMP, dan SMA.
Wawan berharap, adanya dialog antara Kemensos dan Pemprov Jabar dalam mengatasi kisruh kepemilikan lahan dapat mengatasi persoalan. Sehingga tidak mengganggu layanan pendidikan kepada siswa.
"Terkait kisruh, saya optimis karena kedua pihak masih melakukan upaya dialog. Yang penting bagi kami adalah bagaimana dalam waktu dekat kami bisa melakukan upaya renovasi gedung sekolah dan murid-murid tetap belajar dengan baik," kata dia.
Sementara itu, Ahmad Basri mengapresiasi langkah sekolah merenovasi bangunan. Namun ia mengingatkan agar Kemensos dan Pemprov Jabar segera menuntaskan persoalan kepemilikan lahan.
"Yang kita harapkan itu peruntukan bagi SLB dan itu akan diperjuangkan terus. Kemensos dan Pemprov harus menuntaskan ini agar ada kepastian dalam peningkatan mutu layanan pendidikan disabilitas. Kalau tidak tiap tahun bakal begitu terus," ujarnya.
Simak video pilihan di bawah ini:
Baca Juga
Kisah Haru Mbah Wasiran Muadzin Tunanetra di Panggang Gunungkidul, Siapa Mau Bantu?
British Council Indonesia Dukung Tac_Tiles, Produk Inklusif Bagi Tunanetra dari Campuran Limbah Puntung Rokok-Plastik
Museum Nasional Rayakan Hari Disabilitas Internasional, Gelar Pekan Inklusivitas dengan Kuota Peserta Terbatas