Liputan6.com, Aceh - Ada sesuatu yang meruap di ruangan itu. Semua terpusat pada seorang perempuan berwajah kuyu berkerudung biru pirus dengan anaknya yang lasak, duduk di antara dua pria dan wanita dari sebuah lembaga nonpemerintah
Itu adalah sebentuk aula di LP Kelas III Lhoknga, Aceh Besar dengan suara bising pelantang dari perangkat komputer milik petugas lapas yang kekeh dan bersikap masa bodoh. Sementara, di ruangan yang sama, seorang ibu tengah menahan lakrimasi selagi si kecil, Siburian (1,8) minta dilepas dari pingitan, saat tim dari YLBHI-LBH Banda Aceh tengah mewawancarainya, Kamis (5/12/2019).
"Saya menyesal, saya khilaf, jangan pisahkan saya dengan anak saya, siapa yang akan menghidupi mereka," ucap perempuan itu.
Baca Juga
Advertisement
Ia adalah NI (31), menjadi tersangka usai video berisi adegan di luar batas kewajaran viral di media sosial. Video tersebut menjadi bukti permulaan atau dalih kuat penyidik dari kepolisian sektor Ulee Lheu untuk menetapkan NI sebagai tersangka, meski tak secarik surat pun yang dilayangkan kendati empat hari sudah status tersebut disandangnya.
Jumat itu (29/11/2019), NI mengaku kalap. Dalam video itu, RS terdengar meraung-raung tatkala NI menyeret dan menakuti-nakuti akan menjorokkan anaknya ke dalam sumur di depan rumah tetangganya.
Punca amarah NI disebabkan ulah RS yang memetik tanaman cabai milik tetangga berkali-kali. NI mengaku gelap mata lantaran jengah mendengar celotehan tetangganya.
Di satu sisi, NI adalah ibu yang lelah. Perempuan kelahiran 1988 ini mesti berjualan es dan mi di depan sebuah lembaga pendidikan Islam di Aceh, untuk menafkahi kedua anaknya sebab sang suami jauh di luar kota kendati tak putus mengirimkan uang belanja.
Sabtu malam, NI yang menyadari bahwa seseorang telah merekamnya secara diam-diam, memutuskan untuk meminta maaf dan mengakui kesalahannya kepada salah satu perangkat desa lantas mengiba agar masalah tersebut tak berujung hukum mengingat ia memiliki dua tanggungan. Apa lacur, polisi yang bergerak atas dasar 'viral' itu kadung memboyongnya ke polsek dengan dalih mengamankan NI dari amarah publik, lantas menitipkannya ke LP, di mana NI dan WS —anaknya yang masih menyusu— mendekam sejak Senin.
Simak video pilihan berikut:
Ibu Ditangkap, Persoalan Tambah Pelik
"Tak boleh ada kekerasan dan perilaku di luar kewajaran kepada anak. Didiklah dengan kearifan dan kebijaksanaan, kelak anak tumbuh pribadi anak yang baik," demikian petuah Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto, kepada Liputan6.com, Sabtu (7/12/2019).
Namun, menurut Kepala Operasional YLBHI-LBH Banda Aceh, Desi Amelia, perkara NI bukan perkara laissez passer yang berujung baik-baik saja ketika Ni dimejahijaukan. Akan ada akumulasi masalah yang jauh lebih pelik yang memiliki efek serius jangka panjang jika kasus ini diselesaikan lewat jalur pengadilan.
"Harus melihat lebih dalam kasus ini. Apakah ini perilaku, atau memang by accident karena sesuatu. Akan lebih bijak jika NI diberi konseling, termasuk juga kepada anaknya, untuk menanggulangi pengalaman traumatis si anak. Yang terpenting jangan ada upaya memisahkan anak dan ibunya seperti itu," ujar Desi, kepada Liputan6.com, Sabtu siang (7/12/2019).
Bagi Desi, masalah ini mesti dilihat secara komprehensif oleh penegak hukum, terutama menilik dampak yang akan dialami kedua anak NI. Polisi terlalu naif jika kasus ini disederhanakan lewat pandangan-pandangan kaku atau melihatnya dari kulit luar saja.
"Kasus ini tidak boleh hanya dilihat dari aspek pidana, kendati kita semua sepakat bahwa siapa pun pelakunya, apapun bentuknya, kekerasan terhadap anak tidak boleh dilakukan," tegasnya.
Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Banda Aceh telah menyambangi rumah adik NI untuk menjenguk RS, sang anak. Kepala dinas tersebut bisa dibilang sekata dengan pandangan Desi.
"Intinya, prinsipnya, kita semua tahu bahwa tidak baik juga memisahkan ibu dengan anak," ujar Kepala DP3AP2KB Kota Banda Aceh, Media Yulizar, ditemui di rumah NI, Selasa siang (3/12/2019).
YLBHI-LBH Banda Aceh sendiri tengah mengambil langkah menangguhkan penahanan NI. Selain itu, saling renteng dengan DP3AP2KB Kota Banda Aceh untuk mencari formula yang tepat, agar aspek-aspek penting yang mestinya dikedepankan dalam kasus ini tidak kabur belaka.
Liputan6.com telah bertemu dengan RS, anak dari NI. Termasuk mengunjungi langsung rumah bersangkutan di salah satu desa yang ada di Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh.
Jumat (6/12/2019), RS tampak manis dibalut baju ungu satin bercorak floral. Ia saat itu sibuk mengotak-atik gawai milik uaknya, sembari berswafoto dan tertawa sehingga gigi-gigi depannya yang karies itu kelihatan.
Selain mengecek gejala traumatik yang berpotensi dialami RS, perhatian Liputan6.com terfokus pada pekarangan yang terdapat dalam video yang telah menjadikan NI sebagai tersangka. Melihat adegan 'penyeretan' yang ada di dalam video tersebut, besar kemungkinan RS akan mengalami luka di bagian kepala dan tangan karena bocah perempuan tersebut diseret di atas tanah yang terdiri dari bebatuan koral tajam.
Kenyataannya RS baik-baik saja. Seluruh keluarga NI juga menginginkan agar perempuan itu bisa berkumpul kembali dengan anaknya, apalagi NI memiliki anak berinisial WS yang terpaksa diinapkannya ke LP karena anak tersebut masih menyusu.
Advertisement