PBB Sebut Periode 2010-2019 Jadi Dekade Paling Panas Dalam Sejarah

PBB menyebut tahun ini disebut sebagai tahun terpanas kedua atau ketiga dalam sejarah.

Oleh DW.com diperbarui 08 Des 2019, 08:01 WIB
Ilustrasi Lipsus Cuaca Panas

Liputan6.com, Jakarta - Laporan terbaru Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan bahwa dalam empat dekade terakhir ini suhu di Bumi tercatat kian panas. Bahkan, tahun ini disebut sebagai tahun terpanas kedua atau ketiga dalam sejarah.

Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) pada Selasa 3 Desember 2019, memperingatkan bahwa data-data awal telah menunjukkan rentang waktu dari tahun 2010 hingga 2019 "sudah hampir pasti" menjadi dekade paling panas dalam sejarah.

Laporan itu, seperti dikutip dari DW Indonesia, Sabtu (7//12/2019), muncul bersamaan dengan berkumpulnya para delegasi dunia dalam KTT Iklim COP25 di Madrid, Spanyol.

Temuan dalam laporan WMO

  • Temperatur rata-rata selama lima tahun terakhir (2015-2019) dan 10 tahun terakhir (2010-2019) "hampir pasti menjadi periode lima tahun dan satu dekade terpanas dalam sejarah"
  • Lautan saat ini berada pada suhu tertinggi yang pernah tercatat
  • 2019 ditetapkan sebagai tahun terpanas kedua atau ketiga sejak 1850
  • Air laut saat ini 26 persen lebih asam dibandingkan dengan awal era industrialisasi
  • Jumlah es di Laut Arktik mendekati rekor terendah pada bulan September dan Oktober tahun ini
  • Tahun ini, es di Antartika menunjukkan rekor terendah beberapa kali

 


Risiko Bencana Iklim

Ilustrasi Pemanasan Global

Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas mengatakan bahwa suhu yang semakin tinggi akan membuat gelombang panas, banjir, dan siklon tropis "lebih sering terjadi."

"Gelombang panas dan banjir yang dulunya merupakan peristiwa 'sekali dalam satu abad' sekarang menjadi lebih sering terjadi," ujar Taalas dalam sebuah pernyataan.

"Negara-negara mulai dari Bahama hingga Jepang sampai Mozambik menderita akibat topan tropis yang menghancurkan. Kebakaran hutan melanda Arktik dan Australia."

 


Tingkat Gas Rumah Kaca

Ilustrasi polusi. Sumber foto: unsplash.com/David Lee.

Buletin Gas Rumah Kaca WMO, yang diterbitkan minggu lalu, mengatakan bahwa emisi gas rumah kaca yang memicu perubahan iklim di atmosfer mencapai rekor tertinggi baru.

Laporan itu mengatakan konsentrasi karbon dioksida (CO2) naik sekitar 2,3 bagian per sejuta (ppm) yaitu dari 405,5 ppm pada 2017 menjadi 407,8 ppm pada 2018, kenaikan ini lebih tinggi dari kenaikan rata-rata tahunan dari 2005-2015 yaitu 2,06 ppm.

Sebelumnya pada hari Senin (02/12) di awal gelaran KTT Iklim COP25 di Madrid, Spanyol, sebanyak 200 negara nyatakan berjanji melaksanakan sebuah "revolusi hijau" untuk memerangi dampak perubahan iklim.

Di momen yang sama, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengaku "kecewa" dengan upaya negara-negara di dunia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.

 

 

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya