Ekspansi Pertambangan Diduga Merusak Habitat Harimau di Pagar Alam

Walhi Sumsel dan Forum Harimau menyoroti banyaknya ekspansi pertambangan yang merusak habitat harimau di Kota Pagar Alam Sumsel.

oleh Nefri Inge diperbarui 08 Des 2019, 05:00 WIB
Aktifitas petani di Kota Pagar Alam Sumsel (Liputan6.com / Nefri Inge)

Liputan6.com, Palembang - Turunnya kawanan harimau ke perkebunan petani di Kota Pagar Alam Sumatera Selatan (Sumsel) yang berujung tewasnya petani kopi disorot oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel.

Direktur Walhi Sumsel Hairul Sobri menilai konflik Harimau Sumatera dengan masyarakat terjadi karena habitat hewan buas yang semakin sempit.

Ini dikarenakan ekspansi industri pertambangan, perkebunan serta eksploitasi panas bumi di kawasan tersebut. Harimau dan hewan buas lainnya terdesak dan keluar dari habitatnya.

“Ribuan lahan konsesi tambang di Kabupaen Lahat itu sejak tahun 2010 sampai sekarang masih masif. Tambang di Bengkulu dan ekspansi PTPN VII juga memicu konflik harimau dengan masyarakat,” katanya, Sabtu (7/12/2019).

Terlebih kawasan di Pagar Alam yang digunakan untuk berbagai industri, merupakan bagian dari hamparan Bukit Barisan. Alih fungsi ini berpengaruh besar terhadap kerusakan ekosistem.

Dia bilang, pengelolaan lahan perhutanan sosial masyarakat adat, bukan lah pemicu konflik. Hutan adat yang dikelola masyarakat pun mengusung sistem berkelanjutan.

Masyarakat adat memiliki peraturan yang berpihak ke kearifan lokal, sehingga kebun mereka pun tidak merusak ekosistem hutan lindung. Sedangkan ekspansi yang dilakukan korporasi tambang dan perkebunan malah merusak ekosistem sekitar.

“Masyarakat adat itu punya aturan, kalau menebang satu pohon, mereka kembali menanam beberapa pohon lainnya. Dibandingkan dengan tambang di Lahat itu, berapa ribu pohon besar ditebang dan tidak ada penanaman lagi. Tinggal lubang-lubang tambang saja tersisa,” ujarnya.

Bahkan lahan yang dijadikan kebun teh PTPN VII di Pagar Alam, saat ini masih berkonflik dengan masyarakat lokal. Seluas 600 hektare masih bersengketa dengan masyarakat. PTPN diduga merampas lahan adat warga.

 

Simak video pilihan berikut ini:


Sifat Alami Harimau

Kawasan Dempo Kota Pagar Alam Sumsel ((Liputan6.com / Nefri Inge)

Tak hanya itu, korporasi merambah ke hutan lindung. Sayangnya, ekspansi korporasi tersebut dibiarkan oleh pemerintah. Tidak ada peninjauan ulang dan pencabutan izin penggunaan alih fungsi lahan oleh korporasi, di kawasan hutan lindung tersebut. Bahkan cenderung dibiarkan saja.

“Ada impunitas terhadap korporasi. Kebanyakan kebijakan pemerintah mengutamakan industri ekstraktif. Seperti di Kabupaten Lahat, ada daerah yang masyarakat anggap hutan larangan, tapi tidak diakomodir oleh pemerintah. Malah diberi izin untuk korporasi mengunakan lahan itu untuk fungsi lain,” ujarnya.

Walhi Sumsel meminta ke pemerintah untuk menghentikan ekspansi korporasi terhadap kawasan hutan tersebut. Jika tidak dihentikan, konflik manusia dengan hewan buas terutama di Kota Pagar Alam akan terus terjadi. Bahkan intensitasnya akan semakin meningkat. 

Pemerintah juga harus melakukan pemulihan kawasan hutan, seperti pengembalian fungsi hutan lindung, restorasi, penanaman ulang, dan evaluasi perusahaan perkebunan.

“Tambang itu mau tidak mau harus diperbaiki dan dikembalikan ke fungsi semula. Masyarakat adat bukan bagian dari permasalahan, tapi bagian dari solusi,” ucapnya.

Pengetahuan dan kearifan lokal masyarakat adatlah, yang harus dihormati. Pemicunya ekspansi korporasi, bukan hutan adat sosial masyarakat,” kata dia.

Peneliti Forum Harimau Kita Yoan Dinata, mengatakan harimau mempunyai sifat alamiah tidak agresif menyerang manusia, bahkan cenderung pasif. Namun ada beberapa faktor yang menyebabkan harimau lebih agresif, bisa faktor eksternal dan internal.

“Faktor internal kalau harimau sakit atau kena jerat, dia lebih agresif karena sulit mendapatkan mangsa. Sementara faktor eksternal, ada degradasi lahan, perburuan, dan berkurangnya mangsa harimau itu sendiri,” katanya.

Konflik ini akan sangat berbahaya bagi warga yang tinggal di perbatasan dengan kawasan hutan seperti hutan lindung. Pemerintah harus mensosialisasikan kondisi ini. Manusia lah yang mestinya beradaptasi dengan habitat harimau.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya