Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjadi pembicara pada Acara KPK Mendengar dalam rangka Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (9/12).
Dalam kesempatan tersebut, dia bercerita bagaimana dulu korupsi merajalela di Indonesia. Bahkan ada anggapan, tak korupsi maka tak bisa hidup.
"Semenjak KPK pertama dibentuk dan pimpinan KPK, pertama waktu itu kebetulan saya jadi Menkeu juga dan kami termasuk diskusi awal bagaimana membangun Indonesia yang waktu itu dipersepsikan sebagai suatu negara yang korupsinya sangat sistemik dan sangat struktural sehingga orang menganggap kalau enggak korupsi malah enggak bisa hidup," ujarnya.
Baca Juga
Advertisement
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah tak tinggal diam menyaksikan korupsi terjadi. Waktu itu, pemerintah mulai menyusun strategi dengan menginisiasi gerakan anti korupsi yang dimulai dari mengajak seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) mulai berbenah diri berani melawan korupsi.
"Waktu itu dibuat strategi bagaimana memulai gerakan anti korupsi terutama yang membuat untuk ASN menjabat menjadi ASN dan pejabat yang jujur itu adalah mungkin. Kalau dulu tidak mungkin karena gajinya juga pas untuk hidup sehingga jadi satu alasan untuk korupsi," jelasnya.
Dari sisi Kementerian Keuangan, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut mulai mendesain penghasilan yang layak bagi ASN. Agar mencapai penghasilan yang layak, Kementerian Keuangan juga memperbaiki penerimaan negara melalui pajak dan bea cukai.
"Bahwa karena memang gajinya habis untuk satu minggu atau 10 hari. Oleh karena itu, strategi dari awal adalah bagaimana meningkatkan reformasi di dalamnya, meningkatkan tunjangan. Untuk bisa mencapai itu harus ada keuangan negara yang sehat. Oleh karenanya kita membuat fokus di Kemenkeu di reformasi 2005-2006, di area Kemenkeu yang mengenerate penerimaan, bea cukai dan pajak dua instansi fokus," tandas Sri Mulyani.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Masih Temukan Korupsi di Ditjen Pajak, Sri Mulyani Marah Besar
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku sangat jengkel sebab masih ada pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang melakukan tindakan koruptif. Kondisi tersebut membuat citra seluruh pegawai Ditjen Pajak tercoreng.
"Jadi dalam konteks sekarang sedang bersihkan birokrasi untuk semakin bersih, kita lihat beberapa failed. Ada di KPP (Kantor Pelayanan Pajak) yang masih terjadi korupsi," ujarnya di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Selasa (3/12/2019).
Setidaknya, dalam catatan Sri Mulyani, dua kasus yang sangat ekstrem pernah terjadi di Ditjen Pajak. Pertama terdapat petugas pemeriksa wajib pajak yang melakukan tindak korupsi dan kedua kepala kantor pajak yang berperan sebagai mafia pajak. "Kita punya dua ekstrem case dan saya jengkel soal itu," tegasnya.
Untuk itu, dia meminta Inspektorat Jenderal Kemenkeu untuk memberikan sanksi paling berat untuk memberi efek jera berupa pemecatan langsung. Sayangnya, pemecatan langsung membutuhkan proses yang panjang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
"Jadi kalau dibilang PP 53 halangi kita, cari cara lain aja. Kalau Bu Irjen dan Pak Sekjen datang menyampaikan ke meja saya (soal tindakan pemecatan pegawai yang koruptif) itu sudah berapa lama prosesnya. Saya disitu sudah jengkel itu," paparnya.
Advertisement
Rusak Citra
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, korupsi yang dilakukan segelintir oknum pada akhirnya merusak citra institusi tersebut. Perilaku tersebut juga membuat kepercayaan masyarakat jadi hilang terhadap Kemenkeu.
"Itu bagian dari betul-betul menakutkan kita. Karena nila-nila setitik itulah membuat kita disaksikan masyarakat 'oh kalau pajak memang identik begitu dari dulu, itu terjadi di semua KPP'. Kan kesel. Padahal 349 KPP kerja bener hanya karena satu semua persepsi jadi begitu. Saya selalu kesel banget soal itu," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com