Liputan6.com, Jakarta - Indonesia akan menjadi produsen terbesar baterai kendaraan listrik di dunia pada 2023. Cara yang bisa dilakukan untuk mencapai hal tersebut adalah dengan membangun industri pengolahan dan pemurnian nikel di dalam negeri.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, saat ini proses hilirisasi nikel sudah berjalan. Puncaknya Indonesia akan mengolah nikel menjadi baterai kendaraan listrik pada 2023.
"kita sudah sampai ke nikel jadi metal. Kita akan kejar sampai baterai di 2023. Jadi sedang kita kerjakan sekarang ini. Kita sudah masuk stainless steel, masuk carbon steel. Baterai 2023 masuk," kata Luhut, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Selasa (10/12/2019).
Baca Juga
Advertisement
Kebutuhan baterai kendaraan listrik akan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah pemakaian kendaraan listrik dan kebijakan Uni Eropa yang menghentikan penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil pada 2025.
Kondisi ini harus menjadi peluang bagi Indonesia menguasai pasar baterai kendaraan listrik dunia dengan menerapkan hilirisasi nikel untuk memproduksi baterai listrik di dalam negeri.
"Saya jalan keliling cari tahu baterai lithium kapan selesai. Dari pembicaraan saya dengan VW dengan Mercedes dengan BMW, dan Korea, mereka bilang belum ada 15-20 tahun ke depan yang menggantikan efektifitas lithium baterai. Apa artinya kita harus cepat," tutur Luhut.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Keunggulan Indonesia
Indonesia memiliki keunggulan untuk menjadi produsen besar baterai kendaraan listrik. Sebab sumber daya nikel yang dimiliki cukup banyak dan kondisi geografis Indonesia yang kepulauan membuat biaya angkut komoditas lebih murah jika dibanding Australia yang memiliki potensi besar tetapi letaknya jauh berada di tengah pulau.
Dia melanjutkan, saat ini sudah ada investor yang akan membangun pabrik pengolahan bijih nikel kemudian secara bertahap ke arah baterai kendaraan listrik.
Jika produksi baterai kendaraan listrik sudah berjalan, maka Indonesia tidak lagi mengalami defisit neraca berjalan, sebab sudah dapat diatasi dengan ekspor baterai kendaraan listrik.
"Itu kan berdampak curent account defisit yang USD 31miliar bisa kita kasih, jadi strategi kita tau dengan ekspor kita meningkat ekspor yang kita cepat adalah dengan ini," tandasnya.
Advertisement