Harga Babi Naik 2 Kali Lipat, Ekonomi China Diprediksi Tumbuh 5,8 Persen di 2020

Pertumbuhan ekonomi China diperkirakan sebesar 6,1 persen untuk tahun ini dan 5,8 persen pada 2020.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Des 2019, 11:15 WIB
Ilustrasi Bendera China (AFP/STR)

Liputan6.com, Jakarta - Asian Development Bank (ADB) menurunkan prakiraan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia yang sedang berkembang untuk tahun ini. Pertumbuhan ekonomi diprediksi hanya sebesar 5,2 persen, baik pada 2019 maupun 2020, turun dari perkiraan September sebesar 5,4 persen untuk tahun ini dan 5,5 persen tahun depan. ​

Ekonom Kepala ADB Yasuyuki Sawada mengatakan, di Asia Timur, pertumbuhan di Chinakini diperkirakan sebesar 6,1 persen untuk tahun ini dan 5,8 persen untuk tahun depan akibat ketegangan perdagangan dan perlambatan aktivitas global.

"Disertai pula dengan melemahnya permintaan domestik, terutama belanja rumah tangga, akibat harga daging babi yang sudah berlipat ganda dibandingkan dengan harga setahun lalu," ujarnya melalui siaran pers, Jakarta, Rabu (11/12).

"Di sisi lain, inflasi bergerak naik akibat harga pangan yang lebih tinggi, apalagi demam babi afrika (african swine fever) telah menjadikan harga babi naik drastis," sambungnya.

Namun demikian, pertumbuhan dapat melaju kembali apabila Amerika Serikat dan Chinadapat mencapai persetujuan perdagangan. Pada bulan September, ADB memperkirakan pertumbuhan PDB sebesar 6,2 persen pada tahun 2019 dan 6,0 persen pada 2020. ​

Meskipun tingkat pertumbuhan di kawasan Asia yang sedang berkembang masih terbilang solid, ketegangan perdagangan yang terus berlangsung menyulitkan kawasan ini dan masih menjadi risiko terbesar terhadap proyeksi ekonomi dalam jangka yang lebih panjang.

Laporan tambahan tersebut memprakirakan inflasi akan sebesar 2,8 persen pada tahun 2019 dan 3,1 persen pada 2020, naik dari prediksi September bahwa harga-harga akan naik 2,7 persen pada tahun ini dan tahun depan.​

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Penurunan Ekspor

Aktivitas bongkar muat di Terminal Peti Kemas Koja, Jakarta, Rabu (18/9/2019). Ekspor utama Indonesia masih didominasi oleh China, Amerika Serikat, dan Jepang. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Di Asia Tenggara, banyak negara yang masih mengalami penurunan ekspor dan pelemahan investasi, dan proyeksi pertumbuhan untuk Singapura dan Thailand telah diturunkan. Untuk Indonesia, ADB mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 persen pada tahun ini dan 5,2 persen pada 2020.​

Pertumbuhan PDB diperkirakan akan melambat di Pasifik karena aktivitas di Fiji, perekonomian kedua terbesar di kawasan ini setelah Papua Nugini, tampaknya tidak sebesar yang diantisipasi sebelumnya.​

Hong Kong, Tiongkok, yang memang secara teknis sudah mengalami resesi, akan mengalami tekanan berat yang kemungkinan akan terus berlanjut sampai 2020. Perekonomiannya kini diperkirakan akan berkontraksi 1,2 persen pada tahun ini dan tumbuh 0,3 persen tahun depan. ​

Di Asia Selatan, pertumbuhan India kini tampaknya hanya akan naik 5,1 persen pada tahun fiskal 2019 seiring kejatuhan sebuah perusahaan besar di bidang pembiayaan nonbank pada 2018 yang menimbulkan penghindaran risiko di sektor keuangan dan kredit yang semakin ketat.

Selain itu, konsumsi juga terdampak oleh lambatnya pertumbuhan lapangan kerja dan buruknya panen yang sangat memberatkan masyarakat perdesaan. Pertumbuhan semestinya akan naik ke 6,5 persen pada tahun fiskal 2020 jika ada kebijakan yang mendukung. Pada bulan September, ADB memperkirakan pertumbuhan PDB India sebesar 6,5 persen pada tahun 2019 dan 7,2 persen pada 2020.​

Asia Tengah adalah satu-satunya subkawasan yang prospeknya tampak lebih cerah sekarang daripada di bulan September, terutama berkat peningkatan pengeluaran pemerintah di Kazakhstan, perekonomian terbesar di kawasan ini. Asia Tengah kini diperkirakan akan tumbuh 4,6 persen pada tahun 2019, naik dari prediksi sebelum yang tumbuh sebesar 4,4 persen.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya