Ilmuwan Jepang Bakal Lakukan Uji Klinis Vaksin Ebola

Tim peneliti di Jepang akan lakukan uji klinis pada vaksin Ebola terbaru yang mereka klaim lebih aman

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 12 Des 2019, 11:00 WIB
virus Ebola (David McNew/Getty Images/AFP)

Liputan6.com, Jakarta Para ilmuwan dari Jepang akan melakukan uji coba vaksin Ebola terbaru pada manusia. Tes tersebut akan dilakukan pada Desember ini.

Vaksin Ebola tersebut sebelumnya telah diuji coba pada monyet menggunakan bentuk virus yang tidak aktif dan hanya dapat bereplikasi lewat sel buatan.

"Kami pikir ada harapan besar untuk vaksin baru yang aman dan dapat diproduksi secara efektif," kata profesor penyakit menular Yoshihiro Kawaoka dari Institute of Medical Science University of Tokyo dalam rilisnya, seperti dikutip dari AsiaOne pada Kamis (12/12/2019).

Uji klinis ini akan dilakukan terhadap 30 pria sehat. Setelah diberikan dua vaksinasi selama empat minggu, para peserta ini akan diperiksa secara teratur untuk melihat efek samping, serta apakah mereka mengembangkan virus Ebola.

Apabila nantinya, vaksin tersebut aman, tim peneliti berencana untuk bekerja sama dengan perusahaan farmasi untuk uji klinis terkait tingkat keefektifan di negara-negara tempat Ebola mewabah seperti Republik Demokratik Kongo.

Simak juga Video Menarik Berikut Ini


Diklaim Lebih Aman dan Mudah Diproduksi

Sejumlah anak berjalan melewati dinding yang bertuliskan 'Ebola' di Monrovia, Liberia, 31 Agustus 2014. Liberia melarang para awak kapal untuk berlabuh di negara-negara yang rentan epidemi Ebola. (AFP PHOTO/DOMINIQUE FAGET)

Kawaoka mengatakan, beberapa orang yang mendapatkan vaksin sebelumnya mengalami efek samping seperti nyeri sendi parah. Sehingga, mereka menyatakan perlunya vaksin yang lebih aman dan mudah dibuat.

"Vaksin ini jauh lebih aman karena menghilangkan kapasitas infeksi virus dan mencegahnya berkembang biak di dalam tubuh," kata Kawaoka seperti dikutip dari The Japan News.

Vaksin Ebola sendiri sesungguhnya sudah ditemukan oleh beberapa perusahaan. Salah satunya yang telah digunakan di Kongo adalah buatan anak Johnson & Johnson di Belgia serta berjenis rVSV-ZEBOV.

Di Republik Demokratik Kongo sendiri, Ebola telah menewaskan lebih dari 2.000 orang hanya dalam 15 bulan. Badan Kesehatan Dunia menyatakan bahwa angka kematian pada penyakit ini bisa mencapai rata-rata 50 dan paling tinggi 90 persen.

Dalam banyak kasus, sekitar 10 hari setelah terinfeksi, pasien akan mengalami muntah, diare, untuk kemudian menderita karena kegagalan organ dan pendarahan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya