Revisi UU Minerba Ditargetkan Selesai Agustus 2020

DPR akan menetapkan revisi Undang-Undang Minerba sebagai Prolegnas dalam sidang paripurna.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 11 Des 2019, 15:30 WIB
Aktivitas pekerja menggunakan alat berat saat menurunkan muatan batu bara di Pelabuhan KCN Marunda, Jakarta, Minggu (27/10/2019). Berdasarkan data ICE Newcastle, ekspor batu bara Indonesia menurun drastis mencapai 5,33 juta ton dibandingkan pekan sebelumnya 7,989 ton. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menargetkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu bara (Minerba) selesai tahun depan. Saat ini prosesnya akan masuk tahap Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan, ‎DPR akan menetapkan revisi Undang-Undang Minerba sebagai Prolegnas dalam sidang paripurna. Dengan penetapan tersebut maka revisi ditargetkan bisa selesai pada Agustus 2020.

‎"Sekarang sudah masuk prolegnas dan akan segera menjadi prolegnas prioritas. Mungkin minggu depan, akan ditetapkan di sidang paripurna DPR,"‎ kata Sugeng, di Jakarta, Rabu (11/12/2019).

Menurut Sugeng, setelah masuk ‎Prolegnas, Komisi VII DPR akan memulai pembahasan lanjut revisi Undang-Undang Minerba, dengan membentuk Panitia Kerja (Panja).

"Dimulai lah pembahasan lebih lanjut tentang RUU ini. Tindak lanjuti dengan membentuk Panja RUU," tuturnya.

Sugeng menerangkan, secara normatif pembahasna revisi UU Minerba dilakukan dalam tiga masa sidang. Jika mengiktu tiga masa sidang maka paling cepat akhir tahun 2020.

Namun pembahasan ini akan dipercepat dengan dua masa sidang saja, agar kontrak perusahaan tambang minerba yang habis pada tahun depan, mengikuti payung hukum yang baru.

‎"Ada 7 PKP2B generasi pertama yang sudah mulai habis kontralnya. Misalnya Arutmin November 2020.‎ Artinya kalau Ruu Ini baru selesai akhir tahun, belum ada payung hukum yang kepastian tadi,"‎ tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Revisi UU Minerba Harus Berpihak kepada BUMN

Aktivitas pekerja saat mengolah batu bara di Pelabuham KCN Marunda, Jakarta, Minggu (27/10/2019). Berdasarkan data ICE Newcastle, ekspor batu bara Indonesia menurun drastis 33,24 persen atau mencapai 5,33 juta ton dibandingkan pekan sebelumnya 7,989 ton. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Sebelumnya, Pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) perlu kajian yang lebih komprehensif, termasuk menjamin keberpihakan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam  mengelola sumber daya minerba nasional.

Direktur Eksekutif Indonesian Resoruces Studies (IRESS), Marwan Batubara mengatakan, setelah mengamati perkembangan pembahasan Rancangan UU migas dalam beberapa bulan terakhir, IRESS menyimpulkan pembentukan UU Minerba baru sebagai pengganti UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 dalam periode pemerintahan saat ini harus ditunda. Penundaan sangat dibutuhkan guna dapat ‎dilakukan kajian lebih komprehensif.

"Dalam draf RUU tersebut ditemukan berbagai dampak negatif yang dapat terjadi dan berakibat fatal bagi pengelolaan minerba, jika RUU Minerba dipaksakan terbit pada Oktober 2018," kata Marwan, dalam sebuah diskusi di Jakarta, pada Rabu 11 Agustus 2018. 

Marwan menuturkan, penguasaan negara melalui pengelolaan tambang-tambang minerba oleh BUMN belum diatur dalam Rancangan UU minerba secara komprehensif sesuai konstitusi.

Sementara ketentuan penguasaan negara dalam Rancangan UU sangat minim, berpotensi mengurangi diperolehnya manfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. 

Konsep penguasaan negara dan pemerintah sebagai penyelenggara negara amat penting, untuk dipahami dan dituangkan dalam RUU dengan benar. 

"Jika konsep yang notabene merupakan fondasi dari sebuah peraturan perundang-undangan tidak kokoh, maka pengaturan di dalam perundang-undangan tersebut akan menjadi rapuh," lanjutnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya