Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengungkapkan bahwa insiden tuberkulosis (TB) di negara ini sepanjang 2019 mengalami penurunan. Namun, jumlah penderitanya bertamabah.
"Kalau kita bicara insiden, itu menurun. Tetapi karena jumlah penduduk bertambah (hampir lima juta) dibandingkan periode sebelumnya, jumlah (penderita tuberkulosis) sedikit meningkat," kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Anung Sugihantono kepada Health Liputan6.com di Jakarta belum lama ini.
Tahun lalu, lanjut Anung, penderita tuberkulosis diprediksi berjumlah 843 ribu. Sedangkan di 2019, naik sebesar dua persen menjadi 845 ribu.
"Karena jumlah penduduk kita meningkat meskipun insidennya menurun," katanya.
Baca Juga
Advertisement
Menurut Anung, hal-hal seperti inilah yang menjadi risiko bagi Indonesia. Seperti halnya angka kematian ibu yang hitungannya sudah menurun.
"Katankanlah jumlah 0,5 (persen) tetapi karena jumlah ibu hamilnya lima juta lebih, kalau ngomong jumlah itu jadinya guede banget," kata Anung.
Saksikan juga video menarik berikut:
Kenaikan Kasus TB
Anung menekankan bahwa kenaikan kasus TB ini semata-mata karena jumlah penduduk yang bertambah.
"Insiden orang yang berisiko terkena penyakit TB sebenarnya menurun. Artinya penularan bisa kita tekan sebenarnya tapi karena jumlah penduduknya semakin banyak, tetap saja meningkat," ujarnya.
Anung pun mengungkapkan alasan TB masih sulit diberantas di Indonesia karena angka penemuan kasus belum 100 persen.
Tahun lalu, angka penemuan kasus TB oleh Kementerian Kesehatan sebesar 58 persen. Namun, karena masih ada yang tidak ketemu, lantaran ada segelintir orang yang berobatnya ke private clinic, sehingga tidak masuk hitungan.
"Makanya, tahun ini dengan mengombinasikan laporan dari rumah sakit dan dari sistem TB kita, kita bisa sampai sekarang mencapai 68 persen dari 845 ribu yang kita temukan itu," katanya.
Advertisement