4 Pokok Kebijakan 'Merdeka Belajar', Ini Penjelasan Mendikbud

Sebagai salah satu wujud merdeka dalam belajar Ujian Nasional (UN) dihapus.

oleh Muhammad Fahrur Safi'i diperbarui 11 Des 2019, 17:05 WIB
Nadiem Makarim (Sumber: Kemdikbud.go.id)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim baru-baru ini menegaskan bahwa Ujian Nasional (UN) yang biasa digunakan sebagai syarat kelulusan siswa akan dihapuskan. Proses penyelenggarakan UN pun hanya akan sampai 2020.

"Penyelenggaraan UN tahun 2021, akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter," ungkap Nadiem di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (11/12/2019).

Pada 2021 UN yang sudah dihapuskan ini akan digantikan dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Nantinya yang akan diuji ialah kemampuan bernalar menggunakan bahasa, kemampuan bernalar menggunakan matematika dan penguatan pendidikan karakter.

Selain kabar mengenai dihapuskannya UN, Mendikbud pun juga menetapkan empat program pokok kebijakan pendidikan, yaitu "Merdeka Belajar". Hal ini sesuai dengan tindak lanjut Mendikbud dari arahan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan Wakil Presiden Republik Indonesia Ma’ruf Amin untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Sesuai dengan namanya, empat program pokok kebijakan pendidikan "Merdeka Belajar" berarti ada empat kebijakan mengenai pendidikan di Indonesia. Berikut ulasan mengenai kebijakan "Merdeka Belajar" menurut penjelasan Mendikbud yang Liputan6.com lansir dari Kemdikbud, Rabu (11/12/2019).


1. Arah kebijakan baru dalam penyelenggaraan Ujian Sekolah Berbasis Nasional

Nadiem Makarim (Sumber: Kemdikbud.go.id)

Sesuai dengan namanya, Empat Pokok Kebijakan Pendidikan "Merdeka Belajar". Ada empat aspek yang ditetapkan oleh Mendikbud, melansir dari Kemdikbud, Rabu (11/12/2019).

Pertama, arah kebijakan mengenai terselenggaranya Ujian Sekolah Berbasis Nasional (USBN) akan berubah. Di tahun 2020, ujian akan diselenggarakan oleh sekolah.

Ujian yang dilakukan untuk menilai kompetensi siswa dilakukan dalam bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian lainnya yang lebih komprehensif, seperti portofolio dan penugasan.

“Dengan itu, guru dan sekolah lebih merdeka dalam penilaian hasil belajar siswa. Anggaran USBN sendiri dapat dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan sekolah, guna meningkatkan kualitas pembelajaran,” terang Mendikbud.


2. Tahun 2020 menjadi penyelenggaraan UN untuk terakhir kalinya

Nadiem Makarim (Sumber: Kemdikbud.go.id)

Di tahun 2020 nantinya akan menjadi penyelenggaraan UN untuk terakhir kalinya.

“Penyelenggaraan UN tahun 2021, akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter,” jelas Mendikbud.

Beda dengan UN yang biasa dilakukan sebelumnya, Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter ini akan dilakukan oleh siswa di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11), sehingga dapat mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Hasil ujian ini tidak digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya.

“Arah kebijakan ini juga mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMSS,” tutur Mendikbud.


3. Menyederhanakan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Nadiem Makarim (Sumber: Kemdikbud.go.id)

Mengenai penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Kemendikbud akan menyederhanakannya. Seorang guru dapat bebas memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP. Tiga komponen inti RPP terdiri dari tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen.

“Penulisan RPP dilakukan dengan efisien dan efektif sehingga guru memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri. Satu halaman saja cukup,” jelas Mendikbud.


4. Sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tetap digunakan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menegaskan bahwa Ujian Nasional atau UN 2020 merupakan yang terakhir.

Sistem zonasi tetap digunakan dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB). Karena untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah, Kemendikbud tetap menggunakan sistem zonasi.

Komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Sedangkan untuk jalur prestasi atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah.

“Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi,” ujar Mendikbud.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya