Terapkan Smart Government, Wali Kota Ingin Tingkatkan Rasa Memiliki Warga Malang

Malang, kota dengan kemacetan ketiga tertinggi di Indonesia mulai beranjak kepada Smart City. Ingin tahu langkah apa yang ditempuh oleh Pemkot Malang?

oleh Liputan Enam diperbarui 12 Des 2019, 19:00 WIB
Wali Kota Malang Sutiaji. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Saat ini penerapan smart city seperti keharusan bagi kota-kota yang ada di Indonesia. Di era yang serba cepat dan banyak menggunakan teknologi ini, dari kota hingga desa dituntut untuk mengikuti kemajuan zaman. Hal tersebut juga dilakukan oleh pemerintah kota (pemkot) Malang dengan penerapan digitalisasi.

Seperti halnya kota-kota besar yang ada di Indonesia, Malang juga terus mengembangkan potensinya agar menjadi smart city. Banyak yang berpendapat Malang sudah menjadi smart city.Namun, Wali Kota Malang Sutiaji berpendapat, Malang belum menjadi smart city.

“Banyak daerah-daerah sudah bilang smart city smart city, termasuk malang awalnya. Tapi setelah saya tahu, bahwa (Malang) belum smart city, ya. Baru smart city badriah,” kata dia, saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa, 10 Desember 2019.

Menurut Sutiaji, gawai yang cerdas itu hanya personal, bukan masyarakatnya. Oleh karena itu, Pemkot Malang memutar otak untuk mengembangkan smart city ini. Pemkot Malang akan fokus dulu mengembangkan smart government. 

"Yang kami pilih adalah smart government dulu. Karena kami harus melayani dengan cepat, dengan cerdas,” kata dia.

Sutiaji mengharapkan dengan terealisasinya program smart government itu, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan tinggi, demikian juga rasa memiliki Kota Malang.

“Jadi, Malang itu bukan milik wali kota dan wakilnya serta Sekdanya atau ASNnya, tapi adalah mllik masyarakat," ujar dia.

Sebelumnya, Malang meraih penghargaan atas berhasilnya aplikasi SAMBAT yang terhubung dengan aplikasi LAPOR! Milik Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara. Aplikasi SAMBAT ini berfungsi untuk menghubungkan masyarakat dengan pemerintah.

"Begitu ada orang yang tanya, atau orang lapor, ‘Pak, jalan ini rusak,’ maka itu terbagi oleh sistem ke PU. ‘Pak ini anak sekolah kami kok kena tarikan?’ lapornya ke dinas pendidikan, yang bagi sistem, bukan kipernya adalah orang, sehingga 24 jam akan on terus," kata Sutiaji.

Karena hal ini terbagi oleh sistem, nantinya tanggapan dari UPD terkait juga tersistem, karena nanti ada progress bagi yang melapor. Sehingga, nantinya orang yang menggunakan aplikasi SAMBAT itu bisa mengetahui "Sampai di mana sambat saya?”

 

 

(Shafa Tasha Fadhila - Mahasiswa PNJ)

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya