MK Kabulkan Eks Koruptor Bisa Ikut Pilkada, Mahfud Md: Harus Kita Taati

Mahfud Md menyambut baik putusan MK. Dia mengajak semua pihak untuk mentaati putusan tersebut.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Des 2019, 23:26 WIB
Menko Polhukam Mahfud Md di kantornya, Jakarta, Rabu (27/11/2019). (Liputan6.com/Putu Merta Surya Putra)

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terkait batas waktu mantan narapidana untuk maju dalam pilkada. MK memutuskan mantan narapidana harus memiliki jeda 5 tahun untuk dapat maju dalam pilkada.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md menyambut baik putusan MK. Dia mengajak semua pihak untuk mentaati putusan tersebut.

"Bagus. Itu wewenang MK dan kita harus mentaati itu. Tapi itu baru pilkada, belum DPR, DPD," kata Mahfud di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (11/12/2019).

Dengan adanya putusan MK maka mantan narapidana harus menunggu waktu lima tahun agar bisa bertarung di pilkada. Mahfud berharap aturan serupa nantinya berlaku bagi pemilihan anggota DPR maupun DPD.

"Saya berharap itu juga berlaku buat DPR, DPD dan semua pejabat yang dipilih rakyat,"ujar Mahfud.

Diberitakan sebelumnya, MK menerima sebagian uji materi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, khususnya pasal 7 ayat (2) huruf g. Gugatan ini diajukan oleh ICW dan Perludem.

Adapun pasal 7 ayat (2) huruf g berbunyi: "Tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana".

"Mengadili, dalam provisi mengabulkan permohonan provisi para pemohon untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman di ruang persidangan MK, Jakarta, Rabu (11/12/2019).


Putusan

Dia juga menyebut dalam putusannya, pasal 7 ayat (2) huruf g, bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945.

"Dan tidak mempunyai hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap," ucap Anwar.

Sehingga, kata dia, pasal 7 ayat (2) huruf g berubah bunyinya menjadi:

Calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon wali kota dan calon wakil wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih kecuali terhadap pidana yang melakukan tindak pidana kealfaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang berkuasa.

2. Bagi mantan terpidana telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana.

3. Bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.

Kemudian dia kembali menegaskan, MK menolak permintaan ICW dan Perludem yang meminta masa jeda waktu sebanyak 10 tahun. MK hanya memberikan waktu 5 tahun bagi mantan napi usai menjalankan pidana penjara, untuk bisa mencalonkan diri dalam Pilkada.

"Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya," putus Anwar.

Reporter: Titin Supriatin

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya