Tak Sadar Radang Otak, Dokter Mengira Remaja Ini Hilang Ingatan karena Stres

Dokter awalnya mengira remaja ini mengalami hilang ingatan dan kejang karena stres

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 13 Des 2019, 07:00 WIB
Ilustrasi Otak (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta Rafaela Domingos awalnya disangka mengalami stres berat. Para dokter sempat tidak tahu bahwa kejang dan hilang ingatan yang dialami remaja ini adalah gejala dari kondisi otak yang mengancam nyawanya.

Remaja perempuan yang saat ini berusia 17 tahun itu semula ditemukan kejang di depan rumahnya di Ashford, Kent, Inggris. Kedua orangtuanya, Jorge dan Florbela, segera membawanya ke rumah sakit.

Dokter mengatakan bahwa kondisi tersebut karena stres berat yang dialami Rafaela. Namun, beberapa saat kemudian, Rafaela mengalami hilang ingatan. Dia tidak mengenali orangtuanya saat dijemput di sekolah. Selain itu, kejangnya muncul lagi.

Ketika dirawat di rumah sakit pada malam hari, Rafaela bahkan benar-benar tidak bisa mengingat. Hingga paginya, memorinya seakan terhapus.

"Itu mimpi buruk setiap orangtua. Dia tidak memiliki ingatan tentang saya, ayahnya, bahkan dirinya sendiri," kata sang ibu, Florbela seperti dilansir dari Mirror pada Jumat (13/12/2019).

Saksikan juga Video Menarik Berikut Ini


Sering Berjalan Saat Tidur

Ilustrasi Otak (iStockPhoto)

Perilaku aneh yang dialami Rafaela ternyata sudah mulai tiga tahun sebelum dia dirawat. Dia dilaporkan kerap berjalan saat tidurnya serta melamun.

Pemeriksaan menunjukkan Rafaela mengalami ensefalitis. Kondisi ini berarti peradangan otak yang disebabkan oleh infeksi atau sistem kekebalan yang menyerang otak.

Dikutip dari Daily Mail, tidak diketahui apa yang membuat remaja ini mengalami hal tersebut.

Setelah sempat tidak berhasil dalam menjalani serangkaian perawatan, dokter akhirnya melakukan plasmapheresis. Prosedur ini menghilangkan zat-zat yang menyerang otak dari darah.

Kemudian, dia menjalani radioterapi. Saat itulah, lengannya mulai bisa bergerak lagi. Sekitar 10 minggu usai dirawat, kondisinya semakin pulih meski ingatannya belum kembali sepenuhnya.

"Ingatan saya sangat buram ketika kembali ke rumah," kata Rafaela.

"Tapi saya bersyukur bahwa saya sangat beruntung. Saya didiagnosis dengan cepat, tapi orang lain bisa mengalami kerusakan otak untuk seumur hidup," ujarnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya