Kutipan Inspirasi Surabaya: Dobrak Diskriminasi Lewat Pendidikan

Tutus Setiawan, penyandang tuna netra tidak menyerah meski kehilangan penglihatan pada usia delapan tahun.

oleh Agustina Melani diperbarui 12 Des 2019, 12:46 WIB
Tutus Setiawan, Pendiri Lembaga Pemberdayaan Tunanetra (LPT) di Surabaya. (Foto: Dok Pribadi)

Liputan6.com, Jakarta - Semangat pantang menyerah, berjuang dan melawan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas selalu dipegang Tutus Setiawan (39), penyandang tuna netra.

Anak kedua dari empat bersaudara ini lahir normal pada 6 September 1980. Tutus kehilangan penglihatan pada usia delapan tahun.Anak pasangan Sriyuwati dan Ridwan sempat kecewa dan tidak terima dengan kondisinya ketika itu.

"Usia delapan tahun saya kehilangan penghilangan, itu membuat saya down," ujar Tutus saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Kamis (12/12/2019).

Pria kelahiran Surabaya ini pun kembali bangkit dari kekecewaannya tersebut. Ia mendapatkan dukungan orangtua dan keluarga sehingga kembali menjalani kehidupan dengan melanjutkan pendidikan. Tutus menceritakan, orangtuanya membantu dia saat menulis dan membaca.

"Ibu membacakan buku pelajaran untuk saya,” kata dia.

Tutus mengakui tidak mudah menjalani aktivitas dan melanjutkan pendidikan usai kehilangan penglihatan. Tutus  menceritakan sempat mendapat penolakan ketika masuk sekolah menengah atas (SMA). Saat itu, alasannya tidak ada penjagar dan fasilitas untuk tuna netra. Kemudian Tutus mendatangi kepala sekolah untuk meminta diberikan kesempatan sekolah di SMA Kemala Bhayangkara.

"Saya hadapi kepala sekolah untuk beri kesempatan ikut pembelajaran selama satu caturwulan,” ujar Tutus.

Ia pun membuktikan mampu mengikuti pelajaran. Bahkan Tutus mencatatkan prestasi dengan meraih rangking masuk tiga besar. Ia menyelesaikan pendidikan di bangku SMA, dan melanjutkan perguruan tinggi di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) jurusan pendidikan luar biasa pada 2000.

Tutus mengatakan, pendidikan sangat penting untuk disabilitas. Dengan pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan disabilitas. Tutus menambahkan, dirinya mendapatkan pesan dari orangtua untuk tidak menyusahkan saudaranya. Pesan orangtua tersebut yang selalu dipegangnya sehingga berjuang lewat pendidikan. Tutus pun melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Pesan kepada Generasi Muda

Tutus Setiawan, Pendiri Lembaga Pemberdayaan Tunanetra (LPT) di Surabaya. (Foto: Dok Pribadi)

Melanjutkan kuliah pun Tutus juga menemui kendala saat mengikuti pembelajaran. Namun, ia memutar otak agar tidak ketinggalan pelajaran dan juga aktif bersosialisasi dengan teman-temannya. Ia menjadi sosok aktif saat kuliah. Ia berusaha untuk rajin presentasi, diskusi dengan teman-teman.

“Butuh pendekatan dengan teman-teman sehingga tidak terbebani. Mereka (teman-teman) akan baca dan buka buku untuk jawab pertanyaan saya,” ujar Tutus.

Saat duduk di bangku kuliah ini Tutus bersama rekannya sekitar 10 orang membangun Lembaga Pemberdayaan Tunanetra (LPT) di Surabaya. LPT ini merupakan lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk membantu disabilitas sehingga memiliki kemampuan, mandiri, dan berkarya di tengah masyarakat.

LPT memberikan pendidikan, pelatihan kepada disabilitas, orangtua dan masyarakat.

"Dirikan LPT sekitar 2000-2003, ketika masih kuliah. Mendirikan ini (LPT-red) karena disabilitas masih banyak alami diskriminasi. Kemudian perlu ide untuk akomodasi penyandang disabilitas terutama di Surabaya," ujar pria lulusan S2 Unesa ini.

Usai menyelesaikan kuliah, Tutus mendapatkan kesempatan menjadi pengajar. Profesi ini juga sesuai dengan cita-cita Tutus yang ingin menjadi guru sejak kecil. Usai mengajar, Tutus menghabiskan waktu di LPT. Saat ini, pengelolaan LPT dilakukan Tutus bersama tiga rekannya.

Tutus pun membagikan kepada generasi muda. Tutus mengingatkan generasi muda untuk mampu berjuang sehingga merealisasikan apa yang diinginkannya

“Mampu berjuang untuk yang mereka ingin sehingga merealisasikan mimpi-mimpinya,” ujar dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya