Mendengarkan Musik Saat Berkendara Bisa Kurangi Stres Mengemudi

Kerap stres dan kesal saat mengemudi? Musik ternyata dapat meredam kedua hal itu. Mengapa?

oleh Putu Elmira diperbarui 15 Des 2019, 14:32 WIB
Ilustrasi mengemudi (dok. Pixabay.com/Pexels/Putu Elmira)

Liputan6.com, Jakarta - Terjebak dalam lalu lintas yang super padat tak jarang menimbulkan stres bagi siapa saja yang berkendara. Banyak hal bisa terjadi ketika berada di jalan seperti menyebabkan jantung berdebar kencang hingga tekanan darah naik.

Dilansir Healthline, Kamis, 12 Desember 2019, penelitian menunjukkan stres dari perjalanan sehari-hari. Mengemudi ditambah stres dapat jadi faktor risiko penyakit jantung dan serangan jantung.

Para peneliti mengatakan, hal terbaik untuk melawan stres adalah stereo mobil Anda. Dalam sebuah studi pada Oktober 2019 yang diterbitkan dalam Complementary Therapies in Medicine, para peneliti melihat musik memengaruhi stres.

Mereka memilih lima perempuan sehat untuk penelitian yang berusia antara 18--23 tahun. Penulis studi Vitor Engracia Valenti mencatat hanya perempuan yang dipilih untuk penelitian ini karena penelitian sebelumnya, memberi bukti perempuan lebih sensitif terhadap stimulasi pendengaran.

Hal ini dilakukan karena mereka merasa pengemudi yang lebih berpengalaman akan lebih mudah mengatasi stres. Para peneliti kemudian meminta lima perempuan mengemudi dengan rute yang sama dalam keadaan yang sama pada dua hari berbeda.

Hari kedua mereka mendengarkan musik di mobil. Untuk menilai bagaimana stres memengaruhi para perempuan, para peneliti menggunakan monitor detak jantung yang terpasang di dada mereka untuk melihat variabilitas detak jantung.

Sementara, variabilitas detak jantung mengacu pada perubahan jumlah waktu antara detak jantung yang terjadi saat menjalani kehidupan sehari-hari. Variabilitas detak jantung meningkat selama relaksasi dan berkurang selama stres.

Ketika para peneliti melihat data dari monitor detak jantung, mereka menemukan variabilitas detak jantung lebih besar ketika perempuan mengemudi dengan musik, yang berarti mereka lebih santai.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Stres Berpengaruh pada Jantung

Ilustrasi mengemudi (dok. Pixabay.com/Free-Photos/Putu Elmira)

"Selama situasi yang penuh tekanan, sistem saraf simpatis melepaskan katekolamin (adrenalin dan noradrenalin) dalam darah, meningkatkan permintaan jantung, detak jantung, dan tekanan darah," kata Valenti.

Saat hal itu terjadi, ia menyebut orang dengan risiko kardiovaskular (obesitas, penderita diabetes, kadar kolesterol LDL tinggi) lebih rentan terhadap kematian mendadak yang disebabkan stres.

Asisten profesor kardiologi di Dr. Satjit Bhusri di Zucker School of Medicine di Hofstra/Northwell lebih lanjut mencatat, "Kami mulai semakin memahami konsep penyakit jantung yang disebabkan oleh stres, atau dikenal sebagai broken heart syndrome (sindrom patah hati)," katanya.

Broken heart syndrome atau takotsubo cardiomyopathy adalah suatu kondisi yang dapat dipicu oleh stres atau emosi ekstrem. Terkadang juga disebabkan oleh penyakit atau operasi. Selama broken heart syndrome, sebagian jantung sementara tidak dapat memompa secara normal. Jantung terus berjalan seperti biasa atau memompa lebih kuat.

Orang dengan broken heart syndrome mungkin mengalami gejala mirip dengan serangan jantung seperti nyeri dada. Namun, hal tersebut dapat diobati. Biasanya, jantung kembali normal dalam beberapa hati atau minggu.

Lantas, bisakah stres kronis menyebabkan masalah tambahan pada jantung? Seorang ahli jantung, Ragavendra Baliga di The Ohio State University Wexner Medical Center, berpikir demikian.

"Sudah diketahui dengan baik stres ekstrem, misalnya kehilangan anak, dapat mengakibatkan pembesaran jantung (takotsubo cardiomyopathy). Hal itu tidak akan mengejutkan saya jika jumlah stres yang lebih sedikit berdampak pada jantung, tetapi umumnya itu adalah organ yang elastis," katanya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya