Keluarga Mahasiswa Kendari Korban Penembakan Saat Demo Curhat ke KPK

Keluarga mahasiswa yang meninggal dalam demonstrasi menolak RUU KPK diterima oleh Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua Saut Situmorang.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 12 Des 2019, 16:23 WIB
Keluarga mahasiswa korban penembakan saat demo di Kendari menyambangi KPK, Kamis (12/12/2019). (Liputan6.com/ Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima kedatangan keluarga mahasiswa yang meninggal dalam aksi demonstrasi menolak revisi Undang-Undang KPK, di Kendari, Sulawesi Tenggara.

Mereka adalah La Sali dan Nasrifa, ayah dan ibu dari almarhum Randi, serta Endang Yulidah dan Ahmad Fauzi, ibu dan adik dari almarhum Yusuf Kardawi. Randi dan Yusuf merupakan mahasiswa dari Universitas Halu Oleo.

Kedatangan keluarga korban didampingi perwakilan mahasiswa Kendari, tim dari Muhammadiyah, dan Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS). Mereka diterima oleh Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.

Di hadapan kedua komisioner KPK, La Sali menyampaikan tujuannya datang ke KPK untuk meminta bantuan dalam menuntut keadilan atas kematian anaknya dalam demonstrasi pada 26 September 2019. Mahasiswa saat itu memperjuangkan kebenaran.

"Sampai saat ini belum diketahui proses penegakan hukum mengusut kematian tersebut," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (12/12/2019).

Febri mengatakan, di hadapan pimpinan KPK, La Sari mengungkapkan, Randi adalah tulang punggung keluarga.

Ibu dari almarhum Yusuf, Endang Yulidah juga mengatakan demikian. Kedatangannya ke KPK dalam rangka mencari keadilan. Apalagi, Yusuf meninggal diduga karena ditembak saat demonstrasi terjadi.

"Sampai saat ini sudah lebih tiga bulan, tetapi kenapa pelaku belum ditemukan. Kami harap polisi bekerja lebih keras," kata Febri mengutip pernyataan Endang.

Menurut Febri, Endang tak ingin nyawa anaknya dibayar dengan nyawa. Sebagai keluarga muslim, Endang ikhlas menerima kematian anaknya saat demo mahasiswa di Kendari.

"Mereka datang ke sini berharap suara mereka bisa didengar para petinggi negeri ini," kata Febri.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Mengadu DPR

Polri menetapkan seorang oknum polisi sebagai tersangka kasus penembakan mahasiswa Kendari saat demo. (Nanda Perdana Putra/Liputan6.com)

Keluarga dua mahasiswa yang meninggal dalam unjuk rasa di Kendari, Sulawesi Tenggara, Yusuf Kardawi dan Imawan Randi mendatangi Gedung DPR RI. Kedatangan mereka bertepatan dengan peringatan Hari HAM Internasional.

Mereka didampingi PP Muhammadiyah dan dua kelompok LSM yakni Amnesty International dan Kontras. Pertemuan dipimpin Wakil Ketua Komisi III Desmond Junaedi Mahesa dari Fraksi Partai Gerindra.

ambil menangis, Ibu Yusuf Kardawi, Endang Yulida mengatakan kedatangannya sebagai upaya untuk mencari keadilan atas meninggalnya sang putra yang merupakan mahasiswa Universitas Halu Oleo. Sebelumnya dia mengaku telah dua kali bertemu dengan Kapolda setempat.

Namun, sejauh ini, baru kasus Randi yang terungkap siapa pelakunya. Sementara pelaku terkait kematian anaknya masih belum jelas hingga kini.

"Apa perbedaan antara kasus Yusuf dan Randi? Mereka sama-sama mati Pak. Kenapa anak saya Yusuf kayak dianaktirikan, kenapa, kasusnya tidak ada progres sama sekali yang saya dapatkan," ujar Endang di ruang rapat Komisi III, Jakarta, Selasa (10/12/2019).

"Mereka berjanji akan memberikan berita-berita yang terkait anak saya. Tapi sampai sekarang saya tidak terima itu Pak," lanjut dia.

Dia berharap, Komisi III DPR RI dapat menyuarakan pertanyaan juga kebutuhannya akan kebenaran di balik kematian putra sulungnya yang mengikuti demo mahasiswa.

"Mungkin bapak bisa menyampaikan suara hati saya dengan orang-orang yang tinggi disana Pak. Karena di kampung kami mau mengeluh dengan siapa, saya ke polsek tempat kami tinggal, jawaban mereka 'Bu bukan wewenang kami yang bicara'. Saya ke Polres Pak. Saya berusaha mencari keadilan di sana. Katanya 'bukan wewenang kami bu'," ungkapnya.

Sementara Ayah Randi, La Sali berharap, agar aparat yang menembak anaknya dipecat serta dihukum seberatnya.

"Harapan saya sebagai orang tua, agar dia (pelaku) dipecat dan dihukum seberat beratnya. Jadi saya mohon kepada bapak Kapolri yang orang Kendari, yang tahu persis kejadian September kemarin. Jangan ditutup-tutupi," ujar Sali.


1 Polisi Tersangka

Sidang 5 orang anggota polisi Polres Kendari terkait tewasnya 2 orang mahasiswa Universitas Halu Oleo, Kamis (26/9/2019).(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Polri menetapkan seorang oknum polisi berinisial Brigadir AM sebagai tersangka kasus kematian Randi, mahasiswa Kendari yang tewas tertembak peluru tajam saat aksi demo di sekitar Kantor DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra).

"Kami penyidik sudah melakukan gelar perkara dan menyimpulkan untuk Brigadir AM ditetapkan sebagai tersangka," ujar Kasubdit V Jatanwil Dittipidum Bareskrim Polri Kombes Chuzaini Patoppoi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (7/11/2019).

Menurut Patopoi, pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap 25 saksi, termasuk enam dari anggota Polri yang telah ditetapkan melakukan pelanggaran disiplin.

"Kemudian dua ahli, dokter visum korban Randi dan Yusuf. Kita juga sudah menemukan tiga hasil visum. Untuk Randi disimpulkan akibat luka tembak. Ibu Maulida ini juga luka tembak di betis kanan. Dan korban Yusuf tidak disimpulkan karena luka tembak," jelas dia.

Kemudian dari olah TKP didapatkan tiga proyektil dan enam selongsong. Hasil uji balistik menyimpulkan, satu dari enam senjata api yang dibawa enam polisi saat pengamanan aksi demo mahasiswa memiliki kecocokan dengan peluru yang ditemukan.

"Selanjutnya terhadap Brigadir AM yang telah ditetapkan sebagai tersangka segera dilakukan penahanan dan berkas perkara dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum," kata Patoppoi menandaskan.

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Sultra) mengembalikan berkas perkara penembakan Randy (21) mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari ke pihak penyidik Polda Sultra.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sultra, Herman Darmawan mengatakan, setelah dilakukan penelitian oleh jaksa peneliti, berkas perkara tersangka AM dinyatakan belum lengkap baik secara formil maupun materiil.

"Setelah dilakukan penelitian selama 14 hari sejak diterima dari pihak penyidik Polda Sultra pada tanggal 27 November 2019 lalu, berkas tersangka AM dinyatakan tidak lengkap," kata Herman seperti dilansir dari Antara, Selasa (10/12/2019).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya