Komisi X DPR: Pergantian UN Bersamaan dengan Revisi UU Sisdiknas

Adanya payung hukum berupa undang-undang, tegas Hugo, mengharuskan pejabat seperti Mendikbud untuk menjalankannya.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Des 2019, 06:24 WIB
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (tengah) saat rapat dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019). Rapat membahas penghapusan Ujian Nasional (UN) pada 2021 dan sistem zonasi. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi X DPR Andreas Hugo Pareira menegaskan pentingnya payung hukum berupa undang-undang dalam menjamin sistem pendidikan yang berkelanjutan. Termasuk rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengganti Ujian Nasional (UN).

"Harus masuk dalam Undang-Undang Sisdiknas. Saya lihat itu harus, jadi Menteri itu melaksanakan kebijakan berdasarkan undang-undang," ungkapnya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (12/12/2019).

Adanya payung hukum berupa undang-undang, tegas Hugo, mengharuskan pejabat seperti Mendikbud untuk menjalankannya. Dengan demikian, kesan 'ganti menteri ganti kebijakan' dapat dihindarkan.

"Jadi tidak berdasarkan selera tiap menteri. Harus masuk di dalam undang-undang Sisdiknas kita," ujar dia.

Karena itulah, proses pergantian UN yang dilakukan oleh Nadiem saat ini, dijalankan serentak dengan proses revisi Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

"Makanya sekarang sedang sekaligus satu jalan dengan revisi Undang-Undang Sisdiknas itu," papar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Bukan Penghapusan

Hugo pun menampik penggunaan istilah 'penghapusan' UN. Menurut dia, lebih tepat bila menggunakan istilah 'penggantian' metode evaluasi belajar.

"Bukan penghapusan. Mengganti metode untuk mengevaluasi itu saya kira bahasa yang lebih tepat. Karena di dalam setiap proses termasuk pendidikan itu perlu ada evaluasi," jelas dia.

"Dan evaluasi itu kalau sekarang kita melihat evaluasi dengan ujian nasional yang sifatnya menyeluruh, seragam, sekarang diganti metode evaluasi dengan evaluasi terhadap kompetensi minimum siswa," Hugo menandaskan.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu/Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya