Barang Impor Masih Dominasi Penjualan via E-Commerce

Sebanyak 90 persen barang yang terjual cia e-commerce masih berasal dari produk impor

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Des 2019, 12:52 WIB
Gambar ilustrasi

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mencatat perkembangan e-commerce di Indonesia sangat pesat beberapa tahun terakhir ini. Namun sayangnya, e-commerce di Indonesia diserbu produk impor dan penjual asing lantaran saat ini karakteristik e-commerce masih tanpa batas.

Penelitian Ekonomi LIPI, Nika Pranata menyebutkan tren impor barang melalui e-commerce perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah.

Data dari Dirjen Bea Cukai menunjukan bahwa sepanjang 2018, secara rata–rata jumlah barang kiriman impor melalui e-commerce meningkat 10,5 persen per bulan sedangkan dari sisi nilai transaksi melonjak 22 persen dari tahun sebelumnya.

Diungkapkan pula bahwa tren tersebut terjadi akibat dari mudahnya konsumen Indonesia untuk membeli barang dari luar negeri. Bahkan, beberapa platform e-commerce besar di Indonesia menyediakan fasilitas kepada penjual asing untuk membuka toko online di Indonesia.

"90 persen itu produknya ya impor. Yang dijual yang 90 persen itu bukan lewat e-commerce nya tapi produk yang dijualnya, tapi impor lewat jalur biasa," kata dia, di kantornya, Jumat (13/12).

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Alasan Pilih Produk Impor

Ilustrasi belanja online. Sumber foto: unsplash.com/Mein Deal.

Terkait hal ini, LIPI melalui Pusat Penelitian Ekonomi LIPI telah melakukan survey kepada 1.626 pembeli dan penjual online di seluruh Indonesia.

Dua alasan utama konsumen berbelanja langsung dari luar negeri adalah karena produknya langka di pasar Indonesia dan harga barangnya yang relative lebih murah.

“Jika permasalahan ini tidak ditindaklanjuti dengan cermat, maka hal tersebut mengancam keberlangsungan usaha produsen dan penjual online di Indonesia,” ujarnya.

 

 

 


Rekomendasi Solusi

Calon Konsumen membuka aplikasi situs belanja online di Kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019). Konsumen berburu diskon di salah satu situs jual beli online yang menawarkan beragam potongan harga khusus pada hari belanja online nasional (Harbolnas). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Nika menambahkan berdasarkan beberapa temuan penelitian dan pembelajaran dari kasus Tiongkok, tim peneliti merumuskan beberapa rekomendasi kebijakan. Dalam rangka melindungi produsen dan penjual online Indonesia.

"Dirjen Bea Cukai perlu untuk mengenakan PPN sebesar 10 persen kepada semua barang impor berapapun nilai transaksinya. Hal ini untuk menciptakan kesetaraan perpajakan antara penjual dalam negeri dan penjual asing," ujarnya.

Jika itu tidak dilakukan, maka untuk barang dengan harga di bawah 75 dollar AS (USD), pelaku usaha dalam negeri akan kalah bersaing. Pada harga tersebut, penjual asing tidak dikenakan biaya apapun, sedangkan transaksi di Indonesia dikenakan PPN sebesar 10 persen.

Dia menyebutkan saat ini serbuan produk impor di ecommerce terus bertambah. Mencapai 4 persen dari total impor secara keseluruhan.

"Sekarang baru sekitar 4 persen dari total yang umum, tapi itu meningkatnya pesar jadi per bulanya rata-rata 10 persen. Karena 3-4 tahun yang lalu baru 1 persen hya bisa dibayangkan jadi 4 persen," ujarnya.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya