Liputan6.com, Jakarta Maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengaku akan mengkaji ulang dan mengevaluasi secara menyeluruh keberadaan anak dan cucu usaha. Perusahaan akan lebih memfokuskan bisnis anak usaha yang menunjang bisnis utama yaitu penerbangan.
Langkah ini seiring Keputusan Menteri BUMN terkait Penataan Anak dan Cucu Perusahaan sesuai Keputusan Menteri BUMN Nomor SK-315/MBU/12/2019 tentang Penataan Anak Perusahaan atau Perusahaan Patungan di Lingkungan Badan Usaha Milik Negara, yang ditetapkan tanggal 12 Desember 2019.
Baca Juga
Advertisement
Plt Direktur Utama Fuad Rizal mengatakan, pihaknya akan mendukung sepenuhnya Keputusan Menteri BUMN terkait penataan anak dan cucu perusahaan. "Garuda Indonesia (Persero) bersama Dewan Komisaris akan melakukan review serta evaluasi secara menyeluruh," jelas dia.
Dia pun memastikan komitmen bahwa saat ini pihaknya telah menghentikan pengembangan dan meninjau ulang pendirian anak / cucu perusahaan yang baru, yang tidak sesuai dengan core bisnis penerbangan.
Saat ini, Garuda Indonesia memiliki 7 anak perusahaan dan 19 cucu perusahaan dengan berbagai bidang usaha seperti Low Cost Carrier, Ground Handling, Inflight Catering, Maintenance Facility, Jasa Teknologi Informasi, Jasa Reservasi, Perhotelan, Transportasi Darat, E-commerce and Market Place, Jasa Expedisi Cargo, Tour & Travel.
Erick Thohir Kaget Ari Askhara Jabat Komisaris di 6 Anak Usaha Garuda Indonesia
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengaku kaget mengetahui eks Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Askhara menjadi komisaris di sejumlah perusahaan BUMN. Menurutnya, hal ini seharusnya tidak boleh terjadi.
"Kemarin kalau tidak salah komisaris ada 6. Itu dicopot semua," ujar Erick Saat ditemui di Kantor DJP, Jakarta, Jumat (13/12).
"Memberhentikan di seluruh perusahaan, saya juga kaget direksi jadi komisaris di anak perusahaan. Mustinya secara etika, saya nggak tau aturan BUMN benar atau tidak. Mestinya, kalau sudah jadi Dirut maksimal dua (jabatan komisaris)," sambungnya.
Erick Thohir melanjutkan, penghasilan yang diterima oleh Dirut yang merangkap jadi komisaris juga tidak boleh melebihi penghasilan utama sebagai Dirut. Sebab, jika penghasilan sebagai komisaris lebih tinggi maka akan memunculkan keinginan perebutan posisi.
Baca Juga
"Gaji komisaris mustinya tidak boleh lebih besar dari gaji Dirut, bahkan hanya 30 persen dari yang sudah didapatkan. Kalau tidak akhirnya, semua berlomba-lomba menjadi komisaris juga. Bayangkan kalau ada di Pertamina, 142 perusahaan tiba-tiba ada komisaris di 4 perusahaan. Lucu-lucukan, itu kita sikat, kita copot," paparnya.
Dia menambahkan, Kementerian BUMN akan mempelajari seluruh aturan yang memperbolehkan Dirut menjabat sebagai komisaris di anak usaha.
"Kalau mengenai yang tadi saya review dulu aturannya. Kalau tidak kita buat aturan karena itu sesuatu menurut saya tadi tidak sehat, masa sudah jadi Dirut masih jadi komisaris banyak perusahaan," tandas Erick Thohir.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement