Liputan6.com, Jakarta - Identitas Tanah Air diwakili oleh beragam hal berciri khas yang telah diwariskan secara turun-temurun, dari generasi ke generasi. Satu di antaranya adalah lewat busana tradisional perempuan Indonesia, kebaya.
'Invasi' fashion bernuansa modern yang tiada henti menggempur, tak lantas menggeser kehadiran kebaya. Meski begitu, pelestarian dan kesadaran untuk berkebaya dirasakan masih butuh perhatian lebih, terutama pada kalangan milenial.
"Rentang usia 25 tahun ke atas mereka gampang (memakai kebaya), anytime. Tapi 25 tahun ke bawah, masih ada pekerjaan sendiri untuk membuat mereka memakai kebaya," kata desainer kebaya Vielga Wennida saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 13 Desember 2019.
Baca Juga
Advertisement
Wenni, begitu sang desainer akrab disapa, juga menyebut style para milenial terlebih di bawah 25 tahun, terbilang unik. Mereka cenderung menyukai kebaya yang simpel dengan tone warna seperti hitam, putih, abu-abu, pastel, hingga cokelat muda.
"Mereka juga biasanya memakai sepatu kets, flat shoes. Kita sebagai desainer bisa membuat mirip style itu karena milenial nggak suka yang bold, bordir halus dan tidak mencolok," tambahnya.
Pemilik Roemah Kebaya ini juga menyampaikan, ada sentuhan menarik lain yang dapat memikat para milenial. Adalah dengan menghadirkan potongan kebaya seperti outer yang dapat dikombinasikan dengan rok kain.
Generasi milenial di atas 25 tahun lain pula karakteristiknya. Mereka, disampaikan Wenni, lebih menghargai kain tradisional termasuk kebaya yang fully handmade dengan style lebih modern bukan yang terlalu klasik.
"Ada rasa mereka masih dengan satu kebaya yang dipakai dalam beberapa acara. Mereka biasanya suka motif dengan ukuran bunga-bunga yang besar," lanjut Wenni.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bakal Hadirkan Koleksi Bertema Alam
Selain itu, lewat Roemah Kebaya, Wenni tetap bermain dengan kebaya bordirmotif bunga, floral, fauna, sekaligus mengangkat tenun lokal Indonesia dalam kombinasi bordir dan bunga-bunga sebagai ciri khas kebayanya.
"Tren 2020 kita mau mengangkat tema alam yang full color, bright dan bawa warna-warna alam seperti tanah (cokelat muda), nude, matahari (oranye)," jelasnya.
Bukan tanpa alasan tema alam diusung Wenni pada koleksi di tahun depan. Adalah karena isu alam saat ini begitu terdengar gaungnya dan membuat resah. Sebut saja seperti suhu yang terus meningkat hingga kebakaran hutan yang tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia.
"Buat kita, harus memikirkan alam dan ingin berpartisipasi memunculkan kesadaran, tidak bisa bermain-main akan kondisi tersebut," ungkap Wenni.
Sementara itu, Wenni menyebut kebaya adalah asimilasi dari berbagai kebudayaan dan pihaknya selalu berinovasi. Tak melulu ikut pakem, tetapi penting untuk menyesuaikan dengan kehidupan saat ini.
Advertisement
Gerakan Perempuan Berkebaya Indonesia
Kesadaran untuk terus berkebaya dengan lantang disuarakan oleh gerakan Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI). Gerakan ini bermula dari sekumpulan jurnalis yang meliput pada 1998 yang membuat acara reuni di 2014.
Pertemuan tersebut lantas menetapkan kebaya sebagai dresscode yang ternyata berlangsung beberapa kali. Dari momen itu, tercetuslah ide untuk membuat PBI, gerakan mencintai kebaya.
Kehadiran kebaya tidak lepas dari sejarah di masa lampau, di mana selembar kain digunakan sebagai penutup aurat sampai akhirnya berkembang menjadi kebaya kutu baru hingga kebaya Kartini.
"Saat naik turun awal 1900-an memperjuangkan kemerdekaan, para perempuan berkumpul memakai kebaya, juga pada 1920-an, kebaya digunakan saat Kongres Perempuan," kata Pendiri Komunitas Perempuan Berkebaya, Rahmi Hidayati, saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 13 Desember 2019.
Gerakan berkebaya kian menjaring banyak pecinta kebaya. Hal tersebut terbukti lewat sebuah gelaran bertajuk "1000 Perempuan Berkebaya" yang digelar di Kemendikbud Jakarta. Lalu, ada pula gelaran Perempuan Berkebaya yang diikuti hingga 17 ribu orang yang dilaksanakan di Pekalongan, Jawa Tengah.
Berlanjut di 2018, PBI melenggang ke Bursa Efek Indonesia lewat Kebaya Cerdas dengan semangat mempersembahkan suatu yang berbeda.
Kian Gencar Suarakan Berkebaya
Tak hanya di Indonesia, Rahmi juga memakai kesempatan saat bertolak ke luar negeri untuk kian menggalakkan berkebaya, sebagai identitas busana perempuan Tanah Air.
"Saat ke luar negeri saya hubungi Konjen dan Dubes untuk bikin acara seperti di New York, Tokyo, Nepal, Bangkok. Di Kedutaan kita memperkenalkan kembali kebaya dan antusiasme luar biasa," lanjut Rahmi.
Tak tanggung-tanggung, Rahmi yang dahulunya tergabung dalam Mapala UI, membuktikan kecintaannya naik gunung dengan mengenakan kebaya. Aksinya pun jadi sorotan berbagai pihak, termasuk para pecinta alam.
"Pecinta alam perempuan biasanya tomboy-tomboy, mereka tertarik. Di acara Outdoor Festival awal September kita fashion show ada pecinta alam dari UI, UGM, Trisakti pakai kebaya, ransel," tambahnya.
Selain itu, dilanjutkan Rahmi, PBI menjalin kerja sama dengan beberapa komunitas seperti Ikatan Isteri Dokter Indonesia (IIDI) hingga Komunitas Notaris Berkebaya Indonesia. Tahun depan, PBI juga telah menyusun ragam agenda.
"2020 ada serangkaian acara seperti Festival Kebaya, Kongres Kebaya, Hari Berkebaya Nasional, mendaftarkan kebaya ke UNESCO, sampai membawa kebaya ke sekolah-sekolah," ungkapnya.
PBI sendiri menginisiasi Selasa Berkebaya yang telah diterapkan seperti di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) yang resmi dimulai pada 6 Agustus 2019. Di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bahkan telah berlangsung terlebih dahulu dari di Kemenko PMK.
Advertisement