Liputan6.com, Jakarta - Terdapat 6 isu yang akan mewarnai kebijakan pajak pada periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ini merupakan hasil kajian DDTC Fiscal Research, perihal perkiraan berbagai isu akan mewarnai dinamika kebijakan pajak dalam jangka pendek dan menengah, pada tahun 2020.
Kajian tersebut disampaikan Partner DDTC Fiscal Research, B. Bawono Kristiaji, dan Fiscal Economist DDTC Denny Vissaro, di Jakarta, Jumat (13/12/2019).
Baca Juga
Advertisement
Bawono, memaparkan tantangan utama dalam jangka menengah terkait pajak adalah meningkatkan tax ratio. Upaya tersebut tidak akan berjalan mudah, mengingat kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan.
Selain itu, terdapat 6 isu yang akan mewarnai kebijakan pajak saat kepemimpinan Joowi. Isu pertama, berkaitan dengan penguatan kualitas sumber daya manusia (SDM) untuk memanfaatkan bonus demografi.
Kedua, kebijakan dalam mendorong daya saing yang seharusnya fokus menciptakan kepastian bagi wajib pajak. Ketiga, terobosan kebijakan dalam bentuk omnibus law harus dilihat sebagai salah satu bagian untuk melakukan pembenahan ekonomi nasional.
Menurut dia, kebijakan tersebut harus didukung dengan instrumen lain seperti infrastruktur, reformasi birokrasi, kebijakan moneter, dan kestabilan politik. Khusus untuk kebijakan pajak, terobosan yang bisa dilakukan ialah dengan strategi 'Relaksasi-Partisipasi'.
Pilihan kebijakan tersebut bisa mencakup relaksasi yang dipertukarkan dengan ‘memaksa’ wajib pajak untuk lebih aktif dalam menggerakkan perekonomian. Selain itu, relaksasi juga bisa dipertukarkan dengan data dan informasi.
"Relaksasi bisa dipertukarkan dengan kepatuhan sukarela wajib pajak. Relaksasi yang dipertukarkan untuk berkontribusi dalam pembayaran pajak juga bisa menjadi pilihan," kata Bawono.
Isu Lain
Keempat, kehadiran teknologi informasi untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Kelima, desain kebijakan pajak bagi hadirnya sumber alternatif dari pertumbuhan ekonomi.
Keenam, adanya tantangan dari lanskap pajak internasional. Situasi global tersebut akan memunculkan dinamika baru terkait koordinasi internasinal yang salah satu isunya dalam pemajakan transaksi digital.
“Seluruh hal-hal tersebut secara langsung dan tidak langsung akan mengubah kebijakan pajak domestik,” pungkas Bawono.
Dia menilai, pemerintah juga tidak perlu melakukan upaya berlebihan dalam mengamankan penerimaan di sisa tahun ini.
Menurutnya, upaya yang agresif justru berisiko mengorbankan relasi dengan wajib pajak dalam jangka panjang. Extra effort yang dijalankan jangan sampai berdampak negatif pada kepercayaan wajib pajak.
"Hal yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan informasi untuk meningkatkan kepatuhan maupun mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan yang tidak kalah berat, baik untuk tahun depan dan 5 tahun ke depan," jelas Denny.
Advertisement