AS Akui Genosida Armenia yang Tewaskan 1,5 Juta Orang, Turki Murka

Turki tidak terima bahwa AS mengakui ada genosida yang terjadi di Armenia yang menewaskan satu juta orang lebih.

oleh Liputan6.comTommy K. Rony diperbarui 14 Des 2019, 09:55 WIB
Donald Trump Sambut Erdogan di Tengah Panasnya Hubungan AS-Turki (Olivier Douliery / AFP)

Liputan6.com, Washington, D.C. - Senat Amerika Serikat (AS) resmi mengeluarkan resolusi yang mengakui terjadinya genosida Armenia yang dilakukan kesultan Utsmaniyah pada 1914 hingga 1923. Jumlah korban tercatat mencapai 1,5 juta orang. 

Hadirnya resolusi ini terbilang mengejutkan, karena belum lama ini Gedung Putih menegaskan tidak memberikan restunya. Dalih Gedung Putih adalah waktu pemberiannya tidak tepat karena Presiden Donald Trump baru saja bertemu Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. 

Dilaporkan VOA Indonesia, Jumat (13/12/2019), Turki segera langsung mencegah resolusi itu dan menyebutnya "contoh memalukan dari politisasi sejarah. Namun, mereka yang menggunakan sejarah untuk tujuan politik tidak akan pernah mencapai tujuan mereka."

Namun, pengakuan itu disambut baik oleh warga Armenia.

"Ini adalah penghormatan mengenang 1,5 juta korban #Genocide pertama abad ke-20 dan langkah berani dalam mempromosikan agenda pencegahan. #NeverAgain," bunyi twit Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan.

Senat sudah tiga kali berupaya untuk meloloskan resolusi ini, namun setiap kali diblokir atas permintaan Gedung Putih. Upaya tersebut memenangkan persetujuan dengan suara bulat Kamis.

Sejarawan memperkirakan bahwa hampir 1,5 juta orang Armenia dibunuh mulai 1915 dalam apa yang dianggap sebagai genosida pertama abad ke-20. Turki tidak menyangkal orang Armenia terbunuh, tetapi mengatakan jumlah korban dibesar-besarkan dan mereka yang tewas adalah korban dari perang saudara.

Pengesahan resolusi Kongres itu dilakukan sehari setelah Komite Hubungan Luar Negeri Senat mengajukan RUU sanksi untuk menghukum Turki karena serangan militernya terhadap pasukan Kurdi di Suriah dan pembelian sistem rudal Rusia baru-baru ini.

Langkah ini dipastikan akan makin merenggangkan hubungan antara dua sekutu NATO, AS dan Turki.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Akibat Senjata dan Kurdi?

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berbicara dalam menggelar pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Iran Hassan Rouhani terkait perdamaian Suriah di Ankara, Turki, Rabu (4/4). (AFP PHOTO/ADEM ALTAN)

Menurut VOA, munculnya resolusi ini diperkirakan karena hasil gagal dari pertemuan Trump dan Erdogan pada November lalu. Hubungan kedua negara sedang panas karena Turki memberi senjata dari Rusia. AS pun menegur Turki karena tindakan membeli senjata Rusia dianggap tidak selayaknya dilakukan anggota NATO. 

Selama ini, dorongan agar AS mengakui genosida di Armenia sangatlah sulit. Pasalnya, lobi-lobi dari pihak Turki tercatat amat tangguh. 

Direktur eksekutif Komite Nasional Armenia untuk Amerika, Aram Hamparian, mengaku puas atas langkah senat AS. Ia bahkan sudah berpuluh-puluh tahun memperjuangkan ini. 

Meski hubungan Donald Trump dan Erdogan cenderung menghangat, DPR dan Senat AS justru tidak suka pada Turki akibat pembelian senjata Rusia. Masuknya militer Turki ke Suriah juga menjadi alasan ketidaksukaan para regulator AS. 

Sebuah sanksi pun disiapkan bagi Turki, sekaligus ada dorongan agar Donald Trump mengambil posisi yang lebih keras dalam hal ini. Donald Trump pun sempat dikritik oleh Ketua DPR Nancy Pelosi juga sempat marah dengan Presiden Trump karena memberikan lampu hijau pada serangan Turki ke Kurdi di Suriah. 

Sebelumnya, Kurdi merupakan sekutu AS dalam melawan ISIS.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya