Liputan6.com, Beijing - Pemerintah China mendeteksi adanya kawanan gangster yang sengaja menyebar virus demam babi Afrika (african swine flu) agar peternak rela menjual babi mereka dengan harga murah. Setelahnya, para gangster tersebut menjual lagi babi itu dengan harga normal.
Dilaporkan South China Morning Post, Minggu (15/12/2019), pola kejahatan gangster ini ada yang berupa sengaja menyebar hoaks terkait tersebarnya virus, hingga memakai drone untuk menjatuhkan objek yang terinfeksi virus itu di peternakan.
Baca Juga
Advertisement
Hoaks sengaja disebar gangster agar peternak mengira virus sudah menyebar luas. Tak hanya itu, gangster bahkan sengaja menaruh makanan terinfeksi di kandang babi sampai meninggalkan bangkai-bangkai babi di pinggir jalan demi mengecoh peternak.
Berdasarkan laporan resmi pemerintah China, daging babi yang mereka beli dari peternak kemudian diselundupkan ke provinsi lain dan dijual sebagai daging sehat. Padahal, pemerintah sedang mencegah transportasi babi atau ternak antar provinsi untuk mengendalikan virus flu babi Afrika.
Lokasi yang dipilih gangster itu adalah daerah-daerah yang harga babi sedang meroket karena menipisnya stok akibat virus. Saat ini, China sedang krisis daging babi dan stok nasional berkurang 40 persen akibat wabah flu babi.
Konsumsi babi di China mencapai 60 persen dari konsumsi daging secara keseluruhan. Menipusnya stok pun membertakan bisnis restoran-restoran kecil. Akibat wabah ini, pemerintah memusnahkan 41 persen populasi babi.
Keuntungan dari tiap babi bisa mencapai 1.000 yuan atau Rp 2 juta (1 yuan = Rp 2.003). Di provinsi Yunnan saja, aparat berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 10 ribu babi hidup, beberapa di antaranya terinfeksi virus.
Dalam sehari, polisi berkata gangster bisa menyelundupkan hingga 4.000 ekor babi. Oknum dokter hewan dan pejabat pemerintah pun disuap gangster agar memalsukan sertifikat kesehatan babi-babi tersebut.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Restoran Pusing
Pemalsuan sertifikat kesehatan babi turut menjadi sebab penyebaran virus. Di kota Lichuan, provinsi Hubei, wabah tersebar akibat seorang dokter hewan memalsukan sertifikat babi yang sakit.
Para gangster sengaja melakukan ini karena permintaan daging babi di China sedang melonjak hingga Hari Raya Imlek pada Januari mendatang. Harga daging babi pun diprediksi segera naik antara 65 sampai 75 yuan.
Hingga 80 persen restoran kecil di Shanghai kena dampak akibat berkurangnya stok daging babi dan melonjaknya harga. Pemilik restoran pun menjadi pelik karena mereka tak berani menaikan harga.
"Kita tidak berani menaikan harga jual karena kebanyakan pelanggan kita sensitif terhadap langkah tersebut. Mereka tidak akan kembali jika melihat harga naik bahkan satu atau dua yuan per makanan," ujar Wang, pemilik rantai restoran Yi Mian Qian.
Inflasi pangan pun terjadi di China. Indikator Consumer Price Index (CPI) naik 3,8 persen pada Oktober, tertinggi sejak Januari 2012.
Sementara, analis Rabobank memperkirakan China akan mengimpor 4,6 juta daging babi tahun depan demi menyetok suplai.
Advertisement
China Genjot Swasembada Babi Pasca-Wabah
China menggenjot upaya untuk menstabilkan pasokan daging babi mereka, setelah diguncang oleh wabah flu babi Afrika atau African Fever Swine (AFS). Jutaan babi ternak (hog) pun mati dan peternak berhenti membiakan hewan mereka.
Dilaporkan Business Time, pemerintah China menyebut babi ternak mereka menurun 41 persen dibanding Oktober tahun lalu. Sementara, banyak analis dan orang dalam industri menyebut persedian babi sebetulnya merosot 60 persen atau lebih.
ementerian Bidang Pertanian dan Pedesaan China pun mengeluarkan rencana tiga tahun untuk mengebut pemulai produksi babi. Targetnya adalah swasembada 70 persen ternak babi di wilayah tenggara China.
Wilayah-wilayah yang ditargetkan adalah provinsi Jiangsu, Zhejiang, Guangdong, dan Fujian, termasuk kota Tianjin, Beijing, dan Shanghai. Wilayah di barat seperti Sichuan juga akan didorong untuk swasembada meski tidak dalam taraf tinggi.
Provinsi Hunan, Hubei, dan Guangxi direncanakan tetap menjadi area penghasil ternak babi yang akan menyuplai ke berbagai daerah di China.
Rencana yang baru dilaksankan awal Desember ini menargetkan agar stok babi berhenti jatuh dan mulai meningkat pada akhir tahun ini. Pada akhir 2020, produksi diharapkan bisa pulih.
Insentif lain yang pemerintah China berikan adalah pemberian dukungan finansial pada peternak, serta simplifikasi perizinan lahan. Rencana pemerintah juga berupaya mencegah dan mengendalikan penyebaran flu babi Afrika.