Bandung - Warga Dayeuh Kolot, Bandung, Jawa Barat, menanggapi dingin temuan peneliti yang menyebut kawasan itu mengalami penurunan tanah yang sangat ekstrem. Warga bahkan mengaku belum merasakan dampak penurunan tanah itu.
"Tidak merasa ada penurunan tanah. Memang di sini sering banjir, logikanya memang kalau ada penurunan tanah bisa saja ada banjir. Tapi banjir di sini diakibatkan oleh Citarum yang meluap," tutur Berto, salah seorang warga Dayeuh Kolot seperti dikutip laman Ayobandung, Senin (16/12/2019).
Advertisement
Berto mengatakan, meluapnya Sungai Citarum bukan lantaran penurunan tanah yang menyebabkan tinggi muka air sungai sejajar dengan perumahan warga, tapi lebih kepada proses pendangkalan sungai yang terjadi selama bertahun-tahun.
"Kalau ada penurunan juga Citarumnya mungkin ikut turun," ujarnya.
Sebagai warga Dayeuh Kolot, Berto mengaku tidak ada tanda-tanda penurunan tanah seperti yang disebutkan peneliti dari ITB tersebut.
"Kan katanya salah satu cirinya bangunan jadi retak, atau kusen tidak simetris. Di sini saya tidak menemukan ada bangunan yang seperti disebutkan tersebut," katanya.
Berto berharap agar pihak peneliti menyebutkan secara spesifik daerah mana yang mengalami penurunan tanah, supaya tidak meresahkan warga.
"Saya tahunya dari pemberitaan media. Harusnya ada sosialisasi, daerah mana saja, Dayeuh Kolot kan luas. Kalau ada sosialisasi, mungkin warga bisa melakukan antisipasi," tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, tim peneliti dari Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB) mencatat penurunan tanah di Bandung menjadi salah satu yang tercepat dan terluas di dunia.
Ketua tim riset Irwan Gumilar mencatat, penurunan tanah di beberapa titik di Bandung ada yang berkisar 5-10 sentimeter juga 15-20 sentimeter per tahun. Lokasinya tersebar di daerah Cekungan Bandung yang bertanah sedimen atau endapan, seperti Cimahi, Dayeuh Kolot, Gede Bage, Kopo, Banjaran, Majalaya, dan Rancaekek.