Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pihak menyoroti wacana pelarangan produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik di Indonesia. Wacana ini dinilai perlu dikaji kembali karena akan berdampak buruk terhadap publik.
"Wacana tersebut akan berdampak buruk kepada perokok dewasa yang ingin beralih ke produk yang risikonya lebih rendah. Dan, juga mempunyai dampak besar kepada biaya pelayanan kesehatan karena perokok-perokok tersebut dapat menderita berbagai penyakit seperti kanker paru-paru, penyakit jantung, stroke, dan diabetes,” kata Mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kerja Sama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tikki Pangestu dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (16/12/2019)
Baca Juga
Advertisement
Rencana pelarangan tersebut dengan cara melakukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Adapun Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga berencana untuk menaikkan tarif Harga Jual Eceran (HJE) Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) yang akan mulai diberlakukan per Januari 2020 mendatang.
Menurut Tikki, upaya yang dilakukan tersebut merupakan sebuah langkah mundur. Sebab, rencana larangan tersebut tidak berdasarkan kajian ilmiah. Sejumlah negara maju justru sudah memanfaatkan produk tembakau alternatif untuk mengatasi masalah rokok.
Dengan fakta tersebut, Tikki menyarankan pemerintah meninjau kembali rencana mereka. Khusus Kementerian Kesehatan (Kemenkes), menurut Tikki, perlu mendorong adanya kajian ilmiah di dalam negeri dengan menggandeng segala pemangku kepentingan, termasuk pelaku usaha di industri produk tembakau alternatif.
"Promosikan penelitian lokal untuk mendapat lebih banyak bukti ilmiah lokal bahwa produk tembakau alternatif mempunyai manfaat," tegas Tikki.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Asosiasi Minta Dukungan Pemerintah
Pengamat Hukum sekaligus Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) Ariyo Bimmo mengatakan, produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko seharusnya mendapatkan dukungan dari pemerintah melalui regulasi khusus yang berbeda dari rokok.
“(peraturan) yang ada sekarang ini belum cukup kuat mengatur produk tembakau alternatif. Produk ini perlu diperkuat dengan regulasi lainnya sehingga kehadiran produk ini semakin memberikan manfaat,” ujar Ariyo.
Terkait rencana kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) untuk HPTL, Ariyo berharap pemerintah mempertimbangkan kemampuan perokok dewasa untuk menjangkau produk tembakau alternatif dan potensi ekonomi melalui pertumbuhan UMKM dari kehadiran industri ini.
“Kami berharap pemerintah tidak menaikkan beban cukai HPTL sehingga perokok dewasa dapat menjangkau produk yang lebih rendah risiko kesehatannya. Selain itu, sebagai produk inovasi, industri baru ini harus terus didukung, agar semakin banyak pelaku usaha yang belum mendaftarkan produknya akan mendaftarkan diri, sehingga tindakan penyalahgunaan dapat ditekan," ungkap dia.
"Dengan kondisi yang belum mapan, pelaku usaha ini malah akan menghindari membayar cukai. Kami berharap pemerintah membatalkan rencana kenaikan HJE HPTL karena dapat berdampak negatif bagi perokok dewasa, pelaku usaha, dan penerimaan negara," tutup Ariyo.
Advertisement