Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan bahwa desain Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Perpajakan nantinya akan terdiri dari 28 pasal. Di mana 28 pasal tersebut sudah mencakup amandemen dari tujuh Undang-Undang (UU) yang berkaitan dengan perpajakan.
"Dari 28 pasal tersebut, terdiri dari 6 klaster isu yang dibahas didalamnya," ungkap Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (16/12)
Adapun keenam isu yang jadi pusat pembahasan dalam Omnibus Law Perpajakan yakni terdiri dari UU Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Kepabeanan, Pajak dan Retribusi daerah, dan Pemerintah Daerah.
Baca Juga
Advertisement
Sri Mulyani menjelaskan untuk kaster pertama terkait penurunan tarif pajak PPh dan PPh untuk bunga, yang dimaskudkan untuk meningkatkan investasi di Indonesia. Lalu klaster kedua terkait sistem teritorial soal penghasilan dari dividen luar negeri akan bebas pajak asal di investasikan di Indonesia.
Kemudian klaster ketiga, mengenai subjek pajak orang pribadi yang membedakan warga negara asing dan warga negara Indonesia. Di mana untuk orang Indonesia yang tinggal di luar negeri lebih dari 183 hari, bisa berubah jadi subjek pajak luar negeri jadi tidak bayar pajak di negara Indonesia.
Sedangkan untuk orang asing yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari, akan menjadi subjek pajak dalam negeri dan membayar pajak di Indonesia dari pengahsilan yang berasal dari Indonesia itu yang disebut definisi subjek pajak.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sanksi Pajak
Sementara klaster keempat, terkait peningkatan kepatuhan pajak dengan pengaturan ulang sanksi dan imbalan bunganya. Selama ini sanksi pajak yang diberikan pada pihak yang melakukan pelanggaran adalaj sanksi bunga cukup tinggi sebesar 2 persen sampai dengan 24 bulan.
"Maka sekarang kami gunakan suku bunga yang berlaku di pasar, ditambah sedikit sanksi administrasinya. Sehingga wajib pajak merasa lebih mudah untuk patuh kepada UU," jelasnya.
Selanjutnya kluster kelima akan mencakup ekonomi digital yaitu perpajakan transkasi elektronik yang dibuat sama dengan pajak biasa. Termasuk penunjukkan platform digital untuk memungut PPN dan mereka yang tidak punya kantor fisik atau berbentuk Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia akan tetap bisa dipungut pajak.
Menurut Bendaraha Negara ini sebagai upaya pemerintah untuk dapat mengenakan pajak pada perusahaan digital raksasa yang berlokasi di luar negeri, seperti Netflix, Amazon, Google, hingga Facebook.
"Maka mereka tetap akan bisa kami pajaki dengan menyampaikan pengenaan bagi subjek pajak luar negeri yang tidak berada di Indonesia," kata dia.
Sedangkan klaster terlahir berkaitan dengan insentif pajak yakni mengenai tax holiday, tax allowance, super deduction tax, kawasan ekonomi khusus (KEK), PPh surat berharga.
"Kita berharap berharap bahwa bisa dimulai pembahasan ini nanti akan bisa dimulai pada saat masa sidang 2020 mulai dan kita juga akan terus melakukan konsultasi dengan para stakeholder," pungkas dia.
Advertisement
Pengenaan Pajak Digital Bakal Diatur dalam RUU Omnibus Law
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan, pengenaan pajak untuk transaksi digital akan diatur terpisah dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Dia menyebutkan, regulasi pajak untuk pedagang online akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law.
"Kalau perpajakannya nanti diatur di UU perpajakan. Nanti kan di Omnibus Law akan ada yang diatur, terutama untuk memastikan yang namanya subjek pajak luar negeri," jelas Suahasil saat dijumpai di kawasan Nusa Dua, Bali, seperti dikutip Jumat (6/12/2019).
Suahasil menekankan, PP 80/2019 tentang PMSE yang telah diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 20 November lalu itu memang khusus mengatur tentang sistem perdagangan secara online.
"Sehingga memang dalam PP PMSE itu, perdagangan melalui sistem elektronik itu memang dia tentang perdagangannya, bukan tentang perpajakannya," ujar dia.
Lebih lanjut, Suahasil menyampaikan, penerbitan PP PMSE dimaksudkan agar negara bisa menggapai seluruh pelaku usaha yang termasuk kategori Wajib Pajak (WP) di berbagai sektor, termasuk di pasar online.