Yasonna Laoly Pimpin Delegasi RI dalam Konvensi Antikorupsi Terbesar di Dunia

Menkumham Yasonna Laoly menjadi pemimpin delegasi Indonesia untuk menghadiri the 8th Conference of State Parties to The United Nations Convention Against Corruption di Abu Dhabi.

oleh Raden Trimutia Hatta diperbarui 16 Des 2019, 17:42 WIB
Menkumham Yasonna Laoly menjadi pemimpin delegasi Indonesia untuk menghadiri the 8th Conference of State Parties to The United Nations Convention Against Corruption di Abu Dhabi. (Ist)

Liputan6.com, Jakarta - Konvensi antikorupsi terbesar di dunia digelar di Abu Dhabi. Menkumham Yasonna Laoly menjadi pemimpin delegasi Indonesia untuk menghadiri the 8th Conference of State Parties to The United Nations Convention Against Corruption, Senin (16/12/2019).

Dubes RI untuk Wina, H.E. Darmansjah Djumala turut mendampingi Yasonna bersama perwakilan dari Kemlu, Polri, Kejaksaan, dan KPK.

 

Lebih dari 1.300 peserta menghadiri konvensi PBB yang merupakan satu-satunya instrumen antikorupsi universal yang mengikat secara hukum.

Diadopsi 16 tahun lalu, konvensi ini telah mencapai kepatuhan yang hampir universal, yang telah diratifikasi 186 negara pendukung. Setiap dua tahun, Negara-negara pendukung bertemu untuk meninjau kembali implementasi konvensi dan membahas bagaimana negara-negara dapat mengatasi korupsi dengan lebih baik.

Di antara topik yang dibahas pada sesi kedelapan ini adalah pencegahan, pemulihan aset dan kerjasama internasional, serta persiapan untuk sesi khusus Majelis Umum melawan korupsi, yang akan diadakan pada 2021.

Konvensi ini mulai berlaku pada Desember 2005 dan telah diratifikasi sebagian besar Negara Anggota PBB. Negara-negara yang baru bergabung dengan konvensi ini adalah Samoa, Guinea Khatulistiwa, dan Chad pada 2018.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Cakupan Konvensi

Ilustrasi Korupsi (iStockPhoto)

Konvensi ini mencakup banyak tindakan korupsi yang berbeda, seperti penyuapan, perdagangan pengaruh, penyalahgunaan fungsi, serta berbagai tindakan korupsi di sektor swasta. Di bawah konvensi, negara secara hukum berkewajiban mencegah dan mengkriminalisasi korupsi, mempromosikan kerja sama internasional, memulihkan dan mengembalikan aset yang dicuri, dan meningkatkan bantuan teknis dan pertukaran informasi baik di sektor swasta maupun publik.

Ini mensyaratkan negara untuk mengkriminalkan berbagai tindakan korupsi, termasuk tidak hanya tindakan klasik korupsi seperti suap dan penggelapan dana publik, tetapi juga perdagangan pengaruh dan penyembunyian serta pencucian hasil korupsi. Korupsi sektor swasta juga tercakup.

Dalam konvensi ini ada berbagai acara khusus dengan sejumlah topik, termasuk melindungi olahraga dari korupsi, penyuapan transnasional, korupsi sebagai hambatan utama bagi tujuan pembangunan berkelanjutan, korupsi terkait dengan satwa liar, kejahatan perikanan dan kehutanan, serta mengeksplorasi dimensi gender dari korupsi.

Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan, UNODC, mendukung Negara-negara dalam implementasi Konvensi dan memberikan bantuan teknis dan pelatihan. Bersama dengan Bank Dunia, UNODC telah membentuk bersama Stolen Asset Recovery, StAR, Initiative, yang bertujuan untuk memfasilitasi pemulihan sistematis dan tepat waktu serta pengembalian aset yang dicuri melalui tindakan korupsi.

UNODC juga secara aktif berkontribusi pada penerapan prinsip ke-10 dari Global Compact PBB, yang menyatakan bahwa ‘Bisnis harus bekerja melawan korupsi dalam segala bentuk, termasuk penyuapan dan pemerasan.'

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya